Presiden Jokowi: Rp 170 Triliun Anggaran Pemda Masih Mengendap di Bank
›
Presiden Jokowi: Rp 170...
Iklan
Presiden Jokowi: Rp 170 Triliun Anggaran Pemda Masih Mengendap di Bank
Terdapat sekitar Rp 170 triliun anggaran pemerintah daerah yang masih mengendap di bank. Terkait hal itu, Presiden Jokowi memerintahkan pemda mempercepat realisasi serapan anggaran pemerintah daerah yang masih rendah.
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Presiden Joko Widodo meminta para kepala daerah mempercepat belanja pemerintah daerah untuk menggerakkan ekonomi di tengah pandemi Covid-19. Sebab, belanja pemerintah baik pusat maupun daerah adalah satu-satunya cara untuk bertahan dan memulihkan ekonomi nasional.
Presiden Jokowi menyampaikan pesan itu saat memberi pengarahan kepada gubernur dari berbagai wilayah Indonesia di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (15/7/2020). Hadir pula dalam acara ini Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
”Kita tidak bisa mengharapkan lagi yang namanya investasi. Itu pasti minus pertumbuhannya. Yang bisa diharapkan sekarang ini belanja pemerintah,” kata Presiden seperti disampaikan dalam keterangan pers yang diterima Kompas, Kamis (16/7/2020).
Presiden Jokowi mengaku memantau penyerapan anggaran kementerian ataupun pemerintah daerah setiap hari. Oleh karena itu, diketahui saat ini, anggaran pemerintah daerah yang masih mengendap di bank mencapai Rp 170 triliun. Realisasi belanja harian pemerintah daerah juga dinilai masih rendah.
”Birokrasi harus kita ajak agar ada speed di sini. Hati-hati, ini kalau tidak kita ingatkan, belanja modalnya masih rendah-rendah semuanya,” kata Presiden.
Presiden Jokowi juga mengingatkan agar pemerintah daerah bekerja lebih keras dan inovatif. Sebab, kini bukan saatnya untuk bekerja rutin dan biasa-biasa saja.
”Ini situasinya betul-betul situasi yang luar biasa sulitnya. Mengendalikan dua hal ini, ekonomi dan kesehatan, betul-betul harus terjaga dengan baik. Enggak bisa lagi kita kerja dengan SOP normal. Kita harus kerja dengan SOP yang ada terobosannya. Anak buah ajak masuk ke sana, biar cepat kerja kita,” tuturnya.
Hal ini juga disampaikan Presiden saat sidang kabinet paripurna dengan jajaran Kabinet Indonesia Maju pada 18 Juni ataupun saat berbincang dengan harian Kompas pada 27 Juni. Dalam wawancara khusus tersebut, Presiden Jokowi menegaskan bahwa pandemi Covid-19 adalah krisis berat. Karena itu, manajemen krisis yang harus diterapkan, bukan manajemen normal. Semuanya menjadi tidak standar, tidak linear, dan sangat dinamis.
”Saya meyakini kepala daerah, utamanya para gubernur, bisa mengontrol manajemen pengendalian Covid ini sehingga benar-benar kita dianggap memiliki kemampuan mengelola negara ini,” kata Presiden Jokowi.
Penularan Covid-19 tinggi
Pengarahan Presiden Jokowi disampaikan saat angka penularan dan kematian akibat Covid-19 terus bertambah. Pada Kamis (16/7/2020), tercatat penambahan 1.574 kasus positif Covid-19 dan akumulasi Covid-19 di Indonesia menjadi 81.668 kasus. Jumlah pasien yang sembuh bertambah 1.295 menjadi 40.345, sedangkan pasien yang meninggal bertambah 76 menjadi 3.873 orang.
Dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini, penanganan di bidang kesehatan diminta tetap berjalan beriringan dengan penanganan dampak ekonomi. Dengan demikian, angka penularan ataupun kematian akibat Covid-19 bisa ditekan.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil di Istana Kepresiden Bogor, Rabu (15/7/2020), menjelaskan, sesungguhnya angka penularan Covid-19 di Jabar relatif terkendali. Namun, ada titik-titik yang perlu diwaspadai, seperti lembaga pendidikan kenegaraan yang berasrama.
Pekan lalu, terdapat sekitar 1.200 kasus positif Covid-19 di Sekolah Calon Perwira Angkatan Darat (Secapa) di Bandung. Sekolah berasrama dengan siswa dari seluruh Indonesia seperti ini, menurut Ridwan, tidak bisa dikendalikan pemerintah daerah sebab kewenangan ada di pemerintah pusat.
”Di luar (kasus di Secapa) itu, Jabar dianggap baik. Positivity rate di bawah 5 persen. Dari 100 persen PCR-swab, kita hanya 4 persen (positif). Provinsi lain dekat kita ada yang keterpaparannya 30 persen, ada yang 12 persen, ada yang 10 persen. Rumah sakit juga tinggal (terisi) 25 persen,” tuturnya.
Selain itu, kata Ridwan Kamil, sekitar 80 persen kegiatan ekonomi di Jabar juga sudah kembali berjalan. Anggaran Pemda Jabar juga umumnya sudah terserap separuhnya dari total anggaran sekitar Rp 4 triliun. Dari total anggaran itu, alokasi terbanyak saat ini untuk bantuan sosial.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa juga menyampaikan penanganan Covid-19 di Jatim sudah mulai membaik. Jumlah pasien sembuh semakin banyak. Namun, Pemprov Jatim masih memiliki pekerjaan rumah untuk menurunkan angka penularan dan angka kematian akibat Covid-19.
Di kabupaten/kota di Jatim, misalnya, sudah ada 32 mesin lab PCR sebab ada pemerintah kabupaten/kota yang juga membeli sendiri mesin ini sesuai kebutuhan pemeriksaan spesimen di wilayah masing-masing.
Sanksi pelanggar
Terkait sanksi untuk pelanggar protokol kesehatan yang diminta Presiden untuk disiapkan aturannya, Ridwan Kamil menyambut baik. Jabar menerapkan sanksi denda Rp 100.000-Rp 150.000 untuk warga yang melanggar protokol kesehatan, seperti tidak mengenakan masker.
”Kami diapresiasi Presiden karena duluan berinisiatif mewacanakan sanksi. Nah, Presiden sedang menyiapkan Instruksi Presiden sebagai penguatan dasar hukum untuk sanksi ini,” ujarnya.
Presiden Jokowi menyampaikan telah memerintahkan pengaturan penerapan sanksi supaya masyarakat lebih disiplin dalam mematuhi protokol kesehatan dan mencegah penyebaran Covid-19 saat berbincang dengan wartawan di Istana Merdeka, Senin (13/7/2020). Bentuk sanksinya bisa berupa denda, kerja sosial, atau tindak pidana ringan (tipiring).
”Yang kita siapkan sekarang ini, baru tadi saya perintah untuk ada sanksi. Bukan pembatasan tapi ada sanksi karena yang kita hadapi sekarang ini adalah protokol kesehatan yang tidak dilakukan secara disiplin,” kata Presiden.