Mendagri Tito Karnavian dalam Webinar Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19, mengatakan, pilkada tetap digelar 9 Desember 2020 karena tak ada jaminan kapan pandemi usai. Karena itu, tahapan pilkada harus jalan.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pilkada serentak 2020 pada 9 Desember merupakan pilihan optimistis yang diambil pemerintah sembari menunggu vaksin Covid-19. Namun, masyarakat masih memiliki keraguan terhadap pelaksanaan pilkada di tengah pandemi.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam Webinar Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19, Minggu (9/8/2020) malam, mengatakan, pilkada tetap digelar 9 Desember 2020 karena tak ada jaminan kapan pandemi selesai. Sembari menunggu keberhasilan uji coba klinis vaksin Covid-19 tahap ketiga, pilkada harus tetap digelar.
Hadir sebagai narasumber diskusi, antara lain, Direktur Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Bupati Tulang Bawang Winarti, Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wibowo, dan Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto.
Pilkada tetap digelar 9 Desember 2020 karena tak ada jaminan kapan pandemi selesai. Sembari menunggu keberhasilan uji coba klinis vaksin Covid-19 tahap ketiga, pilkada harus tetap digelar.
Pilkada di tengah pandemi, kata Tito, juga diharapkan dapat melahirkan pemimpin yang kuat. ”Pemimpin yang kuat tidak lahir di masa damai, tetapi di masa krisis,” katanya.
Masyarakat ragu
Burhanuddin mengatakan, dari hasil survei Indikator Politik Indonesia, 63,1 persen responden menghendaki pilkada ditunda. Hanya 34,3 persen responden menyatakan tetap dilaksanakan Desember 2020. Survei dilakukan 13-16 Juli 2020 melibatkan 1.200 responden di 34 provinsi. Tingkat kepercayaan survei ini 95 persen dengan margin of error +/- 2,9 persen.
”Saya menangkap ini sebagai pesan kepada pemerintah bahwa masyarakat merasa situasi ini akan memburuk kalau mereka berpartisipasi di pilkada,” ujar Burhanuddin.
Saya menangkap ini sebagai pesan kepada pemerintah bahwa masyarakat merasa situasi ini akan memburuk kalau mereka berpartisipasi di pilkada.
Karena itu, katanya, Mendagri, penyelenggara pemilu, dan parpol harus mampu meyakinkan publik pandemi bisa dimitigasi dengan penerapan protokol ketat di tiap tahapan.
Arif Wibowo menduga, politik uang akan masif di tengah kemerosotan ekonomi akibat Covid-19. Selain itu, calon petahana juga sangat mungkin diuntungkan jika anggaran digunakan untuk politisasi bantuan sosial. Karena itu, Komisi II mendorong Kemendagri segera menerbitkan kebijakan untuk mencegah politisasi bansos.
Hasto mengatakan, pada pilkada di tengah pandemi, semua calon kepala daerah diuji komitmennya dalam mengatasi krisis sosial dan ekonomi di setiap daerahnya.