ICW: Realisasi Penindakan Korupsi Masih Jauh dari Target
›
ICW: Realisasi Penindakan...
Iklan
ICW: Realisasi Penindakan Korupsi Masih Jauh dari Target
ICW menyebut penindakan terhadap kasus korupsi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan, dan Polri masih di bawah target. Namun, Juru Bicara KPK membantah data ICW terkait penindakan oleh KPK.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya penindakan terhadap kasus korupsi yang dilakukan oleh ketiga aparat penegak hukum di Indonesia, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan, dan Polri, masih di bawah target. Hal tersebut dinilai menunjukkan komitmen pemberantasan korupsi di Indonesia masih rendah.
Berdasarkan data yang diolah Indonesia Corruption Watch (ICW) dari daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA), persentase pencapaian target ketiga penegak hukum tersebut dalam aspek penindakan selama semester I tahun 2020 masih di bawah 50 persen.
Kejaksaan memiliki target penanganan korupsi pada 2020 sebanyak 566 kasus, sedangkan yang terealisasi pada semester 1 hanya 91 kasus atau 16,1 persen. Kepolisian memiliki target 1.539 kasus, tetapi yang terealisasi baru 72 kasus atau 4,7 persen. Adapun KPK memiliki target 120 kasus dan yang terealisasi hanya 6 kasus atau 5 persen.
Peneliti ICW, Wana Alamsyah, menjelaskan, persentase tersebut diperoleh berdasarkan perhitungan target yang seharusnya dapat dicapai tiap semester. Sebagai contoh, kejaksaan memiliki target 566 kasus sehingga tiap semester seharusnya mampu menangani 283 kasus. Adapun realisasi target dihitung berdasarkan kasus korupsi yang telah masuk tingkat penyidikan dan telah ada penetapan tersangka oleh penegak hukum selama 1 Januari hingga 30 Juni 2020.
”Rendahnya persentase pencapaian target tersebut berbanding terbalik dengan alokasi anggaran yang telah digelontorkan untuk pemberantasan korupsi,” kata Wana dalam peluncuran ”Pemantauan Tren Penindakan Kasus Korupsi Semester I Tahun 2020”, Selasa (29/9/2020).
Berdasarkan DIPA tahun anggaran 2020, anggaran penyidikan dan penyelidikan untuk kejaksaan mencapai Rp 75,3 miliar, kepolisian Rp 277 miliar, dan KPK Rp 29,3 miliar. Melihat rendahnya persentase realisasi penindakan yang dilakukan oleh ketiga aparat penegak hukum tersebut, Wana berharap pemerintah memotong anggaran setiap institusi penegak hukum yang tidak optimal.
Selain itu, menurut dia, DPR juga harus meminta pertanggungjawaban institusi penegak hukum mengenai tak tercapainya realisasi penanganan perkara semester I tahun 2020.
Wana menambahkan, buruknya kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia terlihat dari laporan Rule of Law Index tahun 2020. Berdasarkan indikator ketiadaan korupsi, Indonesia berada di peringkat ke-92 dari 128 negara dengan skor 0,39, sedangkan pada 2019 Indonesia berada di peringkat ke-97 dari 126 negara dengan skor 0,38 dengan skala 0-1. Semakin rendah nilainya, maka semakin buruk.
Menurut Wana, secara peringkat maupun poin, Indonesia tidak mengalami peningkatan signifikan. Hal tersebut menunjukkan pemerintah tidak memiliki perhatian serius dalam upaya pemberantasan korupsi.
Secara terpisah, pengajar Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengungkapkan, revisi Undang-Undang KPK berpengaruh pada melemahnya gerakan pemberantasan korupsi di semua penegak hukum. Bahkan, institusi peradilan seperti Mahkamah Agung turut terpengaruh. Hal itu terlihat dari banyaknya jumlah pengurangan hukuman kepada para koruptor.
”Revisi UU KPK yang juga disetujui Presiden ditafsirkan sebagai ’sikap permisif’ dari penguasa yang memperlakukan para pelaku korupsi dengan moderat,” kata Fickar.
Situasi tersebut terjadi karena kurangnya komitmen pemerintah dan DPR dalam memberantas korupsi. Ia menegaskan, oknum DPR merasa terancam terkena operasi tangkap tangan KPK, sedangkan Presiden merasa terjepit koalisi partai dan tidak bisa berbuat apa-apa.
Saat dikonfirmasi, Pelaksana Tugas Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri mempertanyakan data yang dikeluarkan ICW. Sebab, target penyidikan KPK ialah 125 perkara. Adapun penyidikan baru yang dilakukan KPK per 30 Juni 2020 ada 43 perkara dan sisa sebelum tahun 2020 ada 117 perkara sehingga total penyidikan yang berjalan 160 perkara.
”ICW mestinya jangan melihat perkara per periode pimpinan karena perkara terus berjalan sekalipun ada pergantian periode pimpinan,” kata Ali.
Kompas meminta tanggapan dari Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Djoko Purwanto dan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono. Namun, hingga Selasa malam, keduanya tidak memberikan tanggapan.