Seperti menemukan jodoh, dari sebuah tas purun yang usang akhirnya lahir karya seni baru. Kreasi yang memadukan etnik dan modern.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
Tas usang di salah satu sudut ruangan telah memincut perhatian Sheika Naning (52), perajin di Kota Jambi. Lekas diraihnya tas yang telah berbalut debu. Bagaikan mendapatkan harta karun terpendam.
Pemilik tas pun terheran-heran melihat betapa antusiasnya Naning. Bagi Rosnifa Ani, Kepala Bidang Industri Kecil Menengah Dinas Perindustrian Jambi, tas yang sudah butut itu sekadar pelengkap isi etalase di ruangannya. Tas itu terjejer di antara ratusan produk kerajinan khas Jambi.
“Walau tampak usang, tas jenis inilah yang kucari-cari. Nggak nyangka menemukannya di sana,” kenang Naning, Jumat (23/10/2020).
Tas itu dibuat dari anyaman purun, tanaman semak yang tumbuh di atas gambut, Tas berbentuk persegi dan berukuran mungil sehingga cocok disematkan pada tangan. Berwarna cokelat muda dengan model sederhana
Seperti menemukan jodoh, dari sebuah tas yang usang akhirnya lahir karya seni baru. Naning mengaplikasikannya dalam kreasi yang memadukan etnik dan modern.
Hasil karya yang baru itu, sungguh tak disangka-sangka menarik hati ribuan perempuan. Sejak diluncurkan 2017, sudah lebih dari 4.000 tas purun kreasi terjual darinya. “Masing-masing memiliki keunikan berbeda-beda. Semuanya handmade,” jelasnya.
Kreasi tas purun yang diberi label Iko Batik Jambi dan Ikomanobe itu akhirnya menghidupkan kembali semangat perempuan penganyam purun di Desa Pematang Buluh, Kecamatan Betara, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi.
Perintis usaha anyaman purun di sana, Nurhayah (47), menceritakan tradisi turun temurun menganyam telah diwariskan kepada dirinya sejak masih kecil. “Dulu, masih usia tujuh tahun, saya sudah diajari menganyam purun. Bikin tikar,” kenangnya.
Sepulang sekolah, Nurhayah kerap memanfaatkan waktu luang untuk membantu ibunya menganyam di rumah. Produk yang dianyam tak lepas dari tikar. Produk anyaman lainnya paling banter bakul nasi.
Tidak hanya dirinya. Ada ratusan perempuan di desa yang memiliki keterampilan sama. Memang, wilayah itu sangat cocok untuk kerajinan anyaman karena begitu melimpah bahan bakunya. Selain purun, melimpah pula tanaman pandan. Cocok untuk dikelola kerajinan anyaman.
Kerajinan anyaman tas purun di desa itu berkembang di tahun 1997. Para ibu mendapatkan ilmu menganyam tas difasilitasi Dinas Perindustrian Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Mereka pun berkesempatan belajar dari perajin-perajin anyaman purun Kalimantan. Dari merekalah, perajin Tanjabbar mulai membuat produk dengan kreasi pewarnaan. Beberapa model tas dibuat. Mulai dari tas selempang hingga ransel.
Mereka pun berkesempatan belajar dari perajin-perajin anyaman purun Kalimantan.
Namun, setelah banyak produk dibuat para perajin mulai gelisah. “Tas sudah jadi banyak tetapi kami tak punya pembeli,” ujar Nurhayah. Usaha tas anyaman seperti jalan di tempat.
Karena sulit meraih pasar, para ibu hampir meninggalkan anyaman tas. Sementara anyaman tikar meskipun tetap berjalan, hanya dapat dijual di pasar dengan harga sangat murah.
Kisah pertemuan dengan tas usang akhirnya membuka jalan hidupnya usaha kerajinan di Pematang Buluh. Empat tahun silam, Nurhayah kaget saat didatangi seseorang memesan 50 tas sekaligus. Antara kaget dan diliputi senang, ia pun cepat-cepat mengumpulkan para perajin.
Mereka kembali membuat tas. Dalam kisaran sepekan saja seluruh tas selesai dibuat. Seluruh tas dikirim ke Kota Jambi. Lalu, tas-tas itu lalu dikreasikan oleh Naning lewat aplikasi jahit dan rajut.
Purun kini tampil berpadu dengan batik khas Jambi dan rajutan pernak-perniknya. “Setiap tas memancarkan pesona si pemiliknya sekaligus menampilkan kekuatan budaya Melayu Jambi,” kata Naning.
Tas purun kreasi laris manis. Pesanan demi pesanan kembali datang. Jika ditotal jumlah tas yang telah dibuat para perajin untuk memenuhi seluruh pasar sudah lebih dari 6.000 tas.
Dari tas, para perajin setempat bisa menyekolahkan anak dan memperbaiki rumah. Perajin setempat, Sarina (43), menceritakan kerajinan tas purun dari Pematang Buluh akhirnya mengangkat pula desa itu menjadi desa wisata. Usaha kerajinan berpadu dengan potensi alam. Desa yang memiliki kandungan air panas dikelola menjadi lokasi pemandian air hangat, tak jauh dari sentra anyaman purun. Ada pula air terjun yang melengkapi potensi desa.
Yang tak kalah istimewa, dibangun pula obyek wisata rawa purun. Dari tepian dermaga, wisatawan dapat menyaksikan hamparan rawa yang ditumbuhi purun begitu luas, sepanjang mata memandang.
Keindahan itu akhirnya lengkap. Hadir di alam. Hadir pula memberi beragam manfaat.