Gempa bumi yang mengguncang Bandung dan Garut Minggu malam merupakan jenis gempa kerak dangkal atau ”shallow crustal earthquake” yang diakibatkan aktivitas Sesar Garut Selatan atau Garsela.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gempa yang mengguncang Kabupaten Bandung dan Garut, Jawa Barat, pada Minggu (1/11/2020) pukul 21.34 WIB dipastikan berasal dari patahan aktif yang dikenal sebagai sesar Garsela atau ”Garut Selatan”. Sesar ini memiliki riwayat memicu gempa merusak, walaupun kekuatannya rata-rata di bawah M 5. Gempa ini juga menandai tingginya risiko bencana geologi di Jawa Barat.
Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, gempa pada Minggu malam itu berkekuatan M 4 dengan episenter pada koordinat 7,20 Lintang Selatan dan 107,60 Bujur Timur, tepatnya di darat pada jarak 21 km arah tenggara Kabupaten Bandung. Hiposenter gempa pada kedalaman 5 kilometer, yang tergolong sangat dangkal, sehingga efek guncangannya cukup kuat terasa sekalipun kekuatannya relatif kecil.
Gempa ini dirasakan di Pangalengan dengan intensitas III MMI, yang berarti guncangan dirasakan seakan-akan ada truk berlalu. Beberapa warga di Pangalengan sempat lari berhamburan keluar rumah karena terkejut akibat adanya guncangan yang terjadi secara tiba-tiba.
Guncangan juga dirasakan di Ciparay, Majalaya, Baleendah, Soreang, dan Parongpong dengan intensitas II MMI yang membuat benda-benda ringan yang digantung bergoyang. Penelusuran di media sosial, gempa ini sempat menjadi topik utama di Twitter.
”Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, tampak bahwa gempa yang terjadi merupakan jenis gempa kerak dangkal (shallow crustal earthquake) akibat aktivitas Sesar Garut Selatan (Garsela),” kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono, Senin (2/11/2020).
Sejauh ini memang belum ada gempa yang di atas M 5 di sesar ini, tetapi beberapa gempa pernah menimbulkan kerusakan karena sumber gempanya sangat dangkal. (Daryono)
Menurut Daryono, sesar Garsela merupakan salah satu struktur sesar yang paling aktif di Jawa Barat sehingga patut diwaspadai. ”Sejauh ini memang belum ada gempa yang di atas M 5 di sesar ini, tetapi beberapa gempa pernah menimbulkan kerusakan karena sumber gempanya sangat dangkal,” katanya.
Misalnya, pada 18 Juli 2017, Sesar Garsela pernah memicu kerusakan bangunan di Rancaekek dan Nagreg. Selain itu, beberapa rumah di Kecamatan Ibun dan Kertasari juga mengalami kerusakan. Kerusakan akibat gempa juga terjadi pada bangunan Control Room Kamojang 4 milik Pertamina Geothermal Energy.
Mengacu pada kajian Pepen Supendi dari BMKG dan tim (2017), sesar Garsela dibagi dua segmen, yaitu Rakutai sepanjang 19 km dan Kencana sepanjang 17 km. Meski diketahui segmennya, menurut Andri, untuk kepentingan mitigasi masih diperlukan pemetaan dengan skala rinci. Apalagi, aktivitas gempa kecil di zona tersebut relatif sering terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
Hingga saat ini, belum diketahui laju pergeseran sesarnya dan berapa magnitudo targetnya yang dapat dilepaskan Sesar Garsela. Untuk itu, Sesar Garsela menjadi tantangan bagi para ahli geologi gempa dan geodesi untuk mengungkapnya.
Kerentanan di Jawa Barat
Sesar Garsela ini sebenarnya hanya satu dari sumber ancaman gempa yang mengancam Jawa Barat dan sekitarnya. Di Jawa Barat juga terdapat sejumlah sesar aktif lain, seperti sesar Cimandiri, Lembang, dan Baribis.
Kawasan Jawa Barat juga memiliki gunung api aktif terbanyak di Indonesia, seperti Gunung Salak dan Gede Pangrango di Bogor, Tangkuban Perahu di Bandung, Guntur dan Papandayan di Garut, Galunggung di Tasikmalaya, dan Ciremai di Kuningan.
Berdasarkan data sejarah, Jawa Barat juga pernah dilanda gempa besar pada 1780 dan 1834. Gempa merusak ini diperkirakan berkekuatan M 8,5 dan M 7-M 7,7.
Kajian Pepen Supendi dan tim yang dipublikasikan di jurnal Geoscience Letter tahun 2018 berhasil mengidentifikasi 168 lokasi sumber gempa dangkal, kurang dari 30 km, di Jabar pada 2009-2015. Gempa-gempa ini diduga berkaitan dengan aktivitas sesar Cimandiri, Lembang, dan Baribis, juga zona sesar lokal di Garut Selatan yang diberi nama Garsela.
Dalam tulisan ilmiah itu juga disebutkan, aktifnya sesar-sesar di Jabar berpotensi memicu bencana karena lokasinya yang berdekatan dengan kawasan berkepadatan penduduk tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, populasi di Jabar mencapai 46.183.642 jiwa dan sebagian besar tinggal di dekat jalur patahan.