Penangkapan Upik, Tunjukkan Kelompok Jamaah Islamiyah Masih Eksis
›
Penangkapan Upik, Tunjukkan...
Iklan
Penangkapan Upik, Tunjukkan Kelompok Jamaah Islamiyah Masih Eksis
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono mengatakan, Densus 88 Antiteror Polri berhasil menangkap TB alias Upik Lawanga. Penangkapan itu buktikan Jamaah Islamiyah masih hidup.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meski telah ditetapkan sebagai organisasi terlarang, Jamaah Islamiyah masih tetap hidup. Tertangkapnya Taufik Bulaga alias Upik Lawanga oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian Negara RI di Lampung menunjukkan kelompok itu masih memiliki kemampuan militer.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Awi Setiyono, Senin (30/11/2020), di Jakarta, mengatakan, pada 23 November, Densus 88 Antiteror Polri berhasil menangkap TB alias Upik Lawanga di Kabupaten Lampung Tengah, Lampung. Upik Lawanga masuk
daftar pencarian orang (DPO) kepolisian sejak 2006.
”Upik Lawanga ini merupakan aset yang sangat berharga dari
organisasi Jamaah Islamiyah karena Upik Lawanga merupakan penerus doktor Azahari sehingga yang bersangkutan sengaja disembunyikan kelompok JI dan berpindah-pindah tempat,” kata Awi.
Upik Lawanga ini merupakan aset yang sangat berharga dari organisasi Jamaah Islamiyah karena Upik Lawanga merupakan penerus Doktor Azahari sehingga yang bersangkutan sengaja disembunyikan kelompok JI dan berpindah-pindah tempat.
Rekam jejak Upik Lawanga terekam pasca-konflik di Poso pada 2001 saat mengikuti pelatihan militer kepada pemuda muslim Poso oleh kelompok JI. Kemudian, Upik Lawanga diutus ke Jawa untuk mempelajari pembuatan bom berkekuatan tinggi (high explosive) kepada Dr Azahari.
Beberapa tindak pidana terorisme yang melibatkan Upik Lawanga, antara lain, pembunuhan istri anggota TNI Angkatan Darat di Sulawesi Tengah, penembakan dan pengeboman Gereja Anugerah, bom Pasar Sentral Poso, serta bom Gelanggang Olahraga Poso yang semuanya terjadi pada 2004. Pada 2005, Upik Lawanga terlibat dalam peristiwa bom Pasar Tentena, bom di Pura Landangan, serta bom di Pasar Maesa, Palu.
Selanjutnya, pada 2006, Upik Lawanga diduga terlibat dalam bom termos nasi di Tengkura, bom senter di Kauwa, serta penembakan sopir angkot di Mandale. Tindak pidana terorisme oleh Upik Lawanga yang terjadi di Poso mengakibatkan 27 orang meninggal dan 92 orang terluka.
Kekuatan militer
Catatan berikutnya, pada 2007, JI menugaskan Upik Lawanga untuk membuat persenjataan, bom serta bungker sebagai tempat penyimpanan. Untuk itu, JI mempersiapkan sarana dan prasarana berupa perbengkelan, mesin bubut, dan alat lainnya yang ditemukan aparat di Cianjur dan Klaten pada 2014. Selama persiapan itu, Upik Lawanga disembunyikan JI di Lampung.
Dalam penangkapan di Lampung, Densus 88 Antiteror Polri mengamankan barang bukti di antaranya 8 senjata tajam, 1 senjata api rakitan, 13 peluru, serta 1 bungker dengan kedalaman 2 meter. Bungker digunakan untuk membuat dan menyimpan persenjataan maupun bahan peledak.
”Dari temuan kami di Lampung, dapat dilihat bahwa JI sampai saat ini masih tetap hidup dan memiliki kekuatan secara militer meski sudah ditetapkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagai korporasi terlarang,” kata Awi.
Sebelumnya, pada April 2008, Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menetapkan Al Jamaah Al Islamiyah sebagai korporasi terlarang. Al Jamaah Al Islamiyah juga dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana terorisme (Kompas, 22 April 2008).
Selain itu, lanjut Awi, Polri juga menemukan bahwa JI memiliki sejumlah dukungan dana yang besar yang bersumber dari badan usaha milik perorangan atau milik anggota JI. Selain itu, aparat juga menemukan penyalahgunaan fungsi dana kotak amal yang ditemukan terletak di minimarket yang ada di beberapa wilayah di Indonesia.
Dana tersebut digunakan oleh JI untuk operasi memberangkatkan para teroris ke Suriah dalam rangka pelatihan militer dan taktik teror serta memberi gaji rutin bagi para pimpinan Markaziyah JI. Dana tersebut juga digunakan untuk pembelian persenjataan dan bahan peledak yang akan digunakan untuk amaliah atau jihad organisasi JI.
Pendanaan jadi unsur penting
”Salah satunya dengan kotak sumbangan di tempat-tempat publik. Itu \'kan tidak diketahui digunakan untuk apa.”
Secara terpisah, pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian Noor Huda Ismail berpandangan, bagi kelompok teror, dukungan pendanaan merupakan unsur penting. Biasanya mereka memiliki sumber pendanaan dari orang-orang yang memang memberikan secara rutin.
Namun, mereka juga mencari pendanaan dari orang yang sama sekali tidak terafiliasi dengan kelompok mereka. "Salah satunya dengan kotak sumbangan di tempat-tempat publik. Itu \'kan tidak diketahui digunakan untuk apa,” kata Noor Huda.
Menurut Noor Huda, untuk memberantas terorisme, pendekatan keamanan tidak cukup. Selain pendekatan keamanan, pemerintah mesti melakukan pendekatan sosial yang lebih komprehensif. Untuk itu, pemerintah perlu menggandeng semua pihak, tidak hanya aparat keamanan.