Meski berada dalam kondisi rentan, warga usia lanjut usia sering luput dari perhatian dan perlindungan dari negara. Karena itu, keberadaan komunitas lansia menjadi penting dalam mendorong pemenuhan hak-hak para lansia.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
Pembubaran Komisi Nasional Lanjut Usia oleh pemerintah mengundang protes dan disesalkan komunitas lanjut usia. Pemerintah seharusnya merevitalisasi komisi nasional tersebut, memperkuat keberadaannya, dan menempatkan sebagai lembaga independen, bukan malah membubarkannya.
Kehadiran atau keberadaan wadah atau organisasi yang fokus pada pemberdayaan dan perlindungan warga lanjut usia (lansia) justru sangat dibutuhkan di tengah banyaknya persoalan yang dihadapi lanjut usia, termasuk berbagai kekerasan fisik dan seksual.
”Wadah untuk lansia tetap diperlukan, tapi jangan subordinat di satu sektor. Mungkin kalau melekat untuk pendanaan boleh saja, tetapi (organisasinya) bukan subordinat, nonstruktural, dan kalau memungkinkan independen,” ujar Adhi Santika, pegiat lansia dan mantan anggota Komnas Lansia 2008-2014, Selasa (1/12/2020), saat bersama-sama Koalisi untuk Masyarakat Peduli Usia Lanjut (KuMPUL), menanggapi pembubaran Komnas Lansia.
Pada 26 November 2020 lalu, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No 112 Tahun 2020 yang membubarkan sepuluh lembaga, termasuk di dalamnya Komnas Lansia. Sembilan lembaga lain yang dibubarkan adalah Pembubaran Dewan Riset Nasional, Dewan Ketahanan Pangan, Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura, Badan Standardisasi dan Akreditasi Nasional Keolahragaan, Komisi Pengawas Haji Indonesia, Komite Ekonomi dan Industri Nasional, Badan Pertimbangan Telekomunikasi, Komisi Nasional Lanjut Usia, Badan Olahraga Profesional Indonesia, dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia.
Menurut Pasal 2 Perpres tersebut dengan pembubaran tersebut maka selanjutnya pelaksanaan tugas dan fungsi dari Komnas Lansia dilaksanakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.
”Kami mengharapkan political will dari pemerintah untuk lansia, karena lansia juga warga negara Indonesia. Dengarkan suara lansia, kami berharap hak-hak lansia dipenuhi,” ujar Eva Sabdono yang juga dari Yayasan Emong Lansia (YEL) Indonesia.
Meski mengakui, dalam beberapa waktu tertentu keberadaan Komnas Lansia tidak berjalan, KuMPUL yang diwakili Adhi Santika, Eva Sabdono, Eka Afrina, dan Khotimun mengungkapkan kekecewaan atas langkah Presiden yang membubarkan Komnas Lansia. Mereka meminta pemerintah agar tidak melihat Komnas Lansia sama dengan komnas-komnas lainnya.
”Pembubaran Komnas Lansia ini mengejutkan dan mengundang keprihatinan dari para pegiat di isu lansia,” ujar Khotimun.
Karena itu KuMPUL sangat menyayangkan pemerintah telah membubarkan Komnas Lansia tanpa meminta pendapat publik. Pemerintah semestinya menyadari bahwa mandegnya kinerja Komnas Lansia adalah persoalan tidak adanya legitimasi dari Pemerintah berupa perpanjangan ataupun penggantian keanggotaan Komnas Lansia sejak tahun 2015 sehingga tidak bisa berfungsi.
Adhi mengungkapkan tidak jalannya Komnas Lansia justru karena ditelantarkan oleh pemerintah sendiri sehingga tidak bisa berfungsi. Padahal UUD 1945 dan UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia mengamanatkan kebijaksanaan pelaksanaan upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia ditetapkan secara terkoordinasi antarinstansi terkait, baik pemerintah maupun masyarakat.
Tak hanya itu, koordinasi diwujudkan dalam satu wadah yang bersifat nonstruktural dan keanggotaannya ditetapkan dengan keputusan presiden (keppres). Dalam kenyataan, Komnas Lansia tidak berjalan, Komnas Lansia untuk masa jabatan tahun 2012-2014 berakhir sampai dengan Desember 2014. Sejak saat itu tidak ada lagi peraturan perundangan- undangan yang mengatur tentang keanggotaan Komnas Lansia.
Sejak 1 Januari 2015 sampai sekarang, menurut Adhi, tidak ada lagi keanggotaan Komnas Lansia sehingga anggota Komnas Lansia yang sudah ada tidak dapat bekerja kembali ataupun tidak digantikan yang baru.
Komnas Lansia diperlukan
Komnas Lansia sangat diperlukan karena situasi pemenuhan hak dasar lansia saat ini masih jauh dari harapan. Lansia yang seharusnya diletakkan sebagai subyek dalam pembangunan, masih sering ditempatkan sebagai obyek dengan kegiatan-kegiatan yang minim pemberdayaan namun lebih kepada kegiatan sosial.
Sementara dalam kehidupan masyarakat, lansia sering mengalami berbagai kekerasan serta hambatan akses hak dasar, tetapi penanganan kasusnya tidak memadai. Bahkan, hingga kini tidak data terpilahnya berapa banyak lansia yang mengalami kekerasan.
Karena itu, KuMPUL meminta pemerintah membatalkan pembubaran Komnas Lansia sebagaimana tertuang dalam Perpres No 12/2020, dan segera merevitalisasi Komnas Lansia dengan memosisikan Komnas Lansia sebagai lembaga yang kuat dan independen dengan dukungan regulasi yang sesuai.
Selain itu, pemerintah harus membuka ruang dialog dengan masyarakat untuk merevitalisasi Komnas Lansia. Komunitas Lansia juga berharap revisi UU No. 13/1998 tentang Kesejahteraan Lansia menguatkan posisi dan independensi Komnas Lansia serta penguatan pemenuhan akses hak dasar dan pemberdayaan lansia sebagai subyek pembangunan.