Sejumlah calon yang kalah di Pilkada 2020 mengajukan permohonan sengketa hasil pilkada ke MK. KPU telah mengambil sejumlah langkah untuk menghadapi gugatan tersebut.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah pasangan calon kepala/wakil kepala daerah yang berkontestasi di Pemilihan Kepala Daerah 2020 mengajukan permohonan sengketa hasil pemilihan ke Mahkamah Konstitusi. Komisi Pemilihan Umum sebagai pihak tergugat telah menyiapkan sejumlah langkah persiapan.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, peserta bisa mengajukan permohonan perselisihan hasil penghitungan suara ke Mahkamah Konstitusi (MK) maksimal tiga hari kerja setelah penetapan rekapitulasi hasil perolehan suara. Sesuai jadwal, rekapitulasi dan penetapan di tingkat kabupaten dan kota berlangsung 13-17 Desember, sedangkan di tingkat provinsi untuk pemilihan gubernur pada 16-20 Desember.
Data yang dihimpun oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga Jumat (18/12/2020) menunjukkan ada 28 gugatan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah ke Mahkamah Konstitusi. Gugatan terdiri dari 24 gugatan pemilihan bupati dan wakil bupati serta 4 gugatan dalam pemilihan wali kota dan wakil wali kota. Gugatan diperkirakan masih terus bertambah hingga hari terakhir pendaftaran gugatan pada pilkada bupati/wali kota pada Senin (21/12/2020).
Berdasarkan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap), selisih suara penggugat dengan pemilik suara tertinggi bervariasi, mulai dari 0,1 persen hingga 50,5 persen. Beberapa gugatan dengan selisih suara terendah adalah di Sumba Barat oleh pasangan calon (paslon) Agustinus Niga Dapawole-Gregorius H B L (0,1 persen atau 68 suara), Belu oleh Willybrodus Lay-JT Ose Luan (0,4 persen atau 331 suara), dan Penukal Abab Lematang Ilir oleh Devi Harianto-Darmadi Suhaimi (0,6 persen atau 716 suara).
Anggota tim hukum paslon di Pilkada Surabaya, Machfud Arifin-Mujiaman, Very Junaidi, mengatakan, mereka baru akan mendaftarkan gugatan pada Senin atau hari terakhir. Tim masih menyiapkan bukti-bukti untuk membuktikan tuduhan pelaksanaan Pilwali Surabaya berjalan tidak adil.
”Kami melihat lawan politik (Eri Cahyadi-Armuji) sangat kuat dugaannya melibatkan Pemerintah Kota Surabaya berikut kebijakan dan program-programnya untuk pemenangan,” katanya.
Dalam Pilwali Surabaya, KPU menetapkan paslon Eri-Armuji memperoleh suara 597.540 suara, sedangkan Machfud-Mujiaman mendapatkan 451.794 suara. Selisih suara sebesar 13,89 persen tidak menyurutkan niat paslon Machfud-Mujiaman untuk mengajukan gugatan meskipun dalam UU No 10/2016 disebutkan ketentuan permohonan bisa diajukan jika memenuhi syarat ambang batas selisih suara 0,5-2 persen dari total suara sah hasil rekap akhir yang ditetapkan KPU di daerah.
Menurut Very, MK tidak selalu menggunakan syarat ambang batas sebagai syarat formil. Dalam beberapa gugatan perselisihan hasil pemilihan, selisih suara di atas ambang batas tetap diterima jika dinilai ada masalah serius dalam tahapan pilkada. ”Kami yakin untuk membuktikan kebenaran dan kemenangan dalam gugatan pasti akan sejalan dengan hasilnya,” ujarnya.
Anggota KPU, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, menyatakan, KPU telah mempersiapkan diri untuk mengikuti sidang gugatan hasil perselisihan hasil pemilihan. KPU telah memberikan arahan kepada KPU provinsi dan kabupaten/kota untuk menghadapi sidang. KPU daerah diminta mempersiapkan jawaban dengan sebaik-baiknya, menyiapkan data tentang teknis penyelenggaraan, pemilih, penyelenggaraan kampanye, serta menyiapkan saksi.
”Sidang perselisihan hasil pemilihan bukan hanya aspek sengketa pilkada, tetapi bentuk penghormatan dan pertanggungjawaban KPU terhadap seluruh tahapan pilkada,” katanya.
Anggota KPU, Hasyim Asy’ari, menuturkan, KPU telah melakukan serangkaian rapat koordinasi (rakor) dan bimbingan teknis (bintek) dalam persiapan menghadapi perselisihan hasil pemilihan kepala daerah di MK. ”Materi rakor dan bintek meliputi hukum acara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di MK, strategi advokasi dalam PHPU, dan metode persidangan dan pembuktian secara daring dan luring,” ujarnya.
Dalam menghadapi sidang di MK, lanjut Hasyim, KPU akan memfasilitasi KPU daerah dalam penyusunan jawaban, penyerahan jawaban, dan penyerahan alat bukti ke MK. KPU menyiapkan tempat dan pusat bantuan untuk konsultasi, fasilitasi, serta mengoordinasi dalam penyerahan jawaban dan alat bukti ke MK agar terkendali dan tidak ada yang tercecer.
”Hal itu kami lakukan karena KPU menjadi penanggung jawab akhir penyelenggaraan pilkada,” kata Hasyim.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Fritz Edward Siregar, mengatakan, Bawaslu sebagai pihak pemberi keterangan siap memberikan keterangan berdasarkan hasil pengawasan, surat-surat yang telah dikeluarkan, dan data Sistem Pengawasan Pemilihan Umum (Siwaslu).
Dalam menghadapi PHPU, Bawaslu telah memberikan bimtek dengan materi antara lain penyusunan keterangan tertulis dan dokumen pendukungnya. Bawaslu juga telah mengidentifikasi potensi permasalahan yang disengketakan dalam PHPU.