Sedari dulu hingga sekarang, kawasan Puncak, Bogor, jadi lokasi wisata favorit warga Jabodetabek. Daya tariknya tak pernah pudar sehingga selalu menjadi tujuan wisata masyarakat setiap akhir pekan ataupun libur panjang.
Oleh
Albertus Krisna (Litbang Kompas)
·4 menit baca
Kawasan wisata Puncak sudah cukup tersohor sejak abad ke-17. Bermula dari sebuah wabah malaria di Batavia tahun 1733 yang membuat kaum elite bergerak keluar mencari hunian nyaman di luar kota. Perpindahan tersebut difasilitasi Gubernur Jenderal Baron Van Imhoff pada 1745 dengan membangun rumah peristirahatan di selatan Batavia, termasuk di Kota Bogor.
Kawasan Puncak mulai banyak dikunjungi setelah awal abad ke-19. Willem Daendels membuka jalan raya Puncak Pass. Fungsi jalan ini pun berubah-ubah. Mulai untuk kepentingan perang, hilir mudik para peneliti botani, hingga jalur pariwisata. Tidak adanya gunung di negara asalnya membuat Puncak pada zaman itu menjadi lokasi yang selalu menarik dikunjungi orang Belanda.
Hingga sekarang, kawasan Puncak tak pernah sepi. Meski sudah tidak lagi menjadi jalur utama menuju ke Bandung, kawasan itu masih menarik wisatawan untuk menikmati pesona alam pegunungan dan kebun teh.
Wisatawan Jabodetabek
Sepanjang 2017 tercatat ada 7,4 juta wisatawan Nusantara (wisnus) yang berkunjung ke Kabupaten Bogor. Warga Jabodetabek-lah yang menjadi pengunjung setia kawasan Puncak. Menurut laporan ”Penyusunan Strategi Pemasaran Pariwisata Kabupaten Bogor (Edi, 2018)”, sebanyak 92 persen di antaranya merupakan wisatawan dari Jabodetabek.
Sebenarnya obyek wisata di Kabupaten Bogor bukan hanya Puncak. Ada lima kategori destinasi wisata di Bogor, yaitu wisata perkotaan, ekowisata, wisata warisan budaya dan pendidikan, wisata kreatif, serta wisata pertemuan, insentif, konvensi, dan pameran (MICE) dan rekreasi. Kategori MICE dan rekreasi inilah yang mendominasi kunjungan wisnus (68,7 persen) di Kabupaten Bogor tahun 2017.
Banyaknya kunjungan wisnus di destinasi MICE dan rekreasi, tidak lepas dari obyek wisata di dalamnya yang terkenal memiliki daya tarik tinggi. Salah satunya Taman Safari Indonesia (TSI) dengan jumlah pengunjung terbanyak, mencapai 3,7 juta pengunjung. Kemudian disusul Taman Wisata Matahari 2,1 juta orang dan Wisata Agro Gunung Mas 0,4 juta orang.
Ketiga obyek wisata tersebut masuk dalam kategori wisata alam. Wisata alam, seperti gunung dan hutan, merupakan obyek wisata favorit di Kabupaten Bogor. Sebanyak 70 persen wisnus, mengutip dari laporan Strategi Pemasaran Wisata Kabupaten Bogor, menginginkan berwisata ke alam. Selain itu, ada juga jenis wisata lain, seperti wisata buatan (kebun binatang/waterpark) yang menjadi kegemaran 15 persen warga. Juga wisata budaya (11 persen) dan wisata belanja (4 persen)
Wisata alam Puncak yang menjadi idola wisatawan Jabodetabek tersebut menimbulkan masalah lain, yakni kemacetan. Kemacetan biasanya terjadi saat akhir pekan atau saat liburan panjang seperti akhir tahun 2020.
Macet pun tidak dapat terelakkan, terutama di titik-titik persimpangan jalan. Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) mencatat ada empat simpang rawan macet, salah satunya simpang Pasar Cisarua yang berdekatan dengan pintu masuk TSI.
Sejumlah upaya untuk mengurai kemacetan di kawasan Puncak sudah dilakukan oleh pemerintah. Berawal dari rekayasa lalu lintas melalui sistem satu arah sejak tahun 1985 hingga saat ini. Perbaikan panjang jalan juga terus dilakukan setiap tahun. Selanjutnya, sistem ”2-1” yang mulai diuji coba pada akhir 2019.
Selain itu, ada juga penataan kawasan Puncak oleh Pemerintah Kabupaten Bogor dan pemerintah pusat, di antaranya pelebaran jalan di lima segmen serta pembangunan jembatan kembar Gadog, Ciawi, tahun 2018. Kemudian, tahun 2019 melalui revitalisasi Pasar Cisarua yang menjadi salah satu titik macet. Terakhir, tahun 2020 ada pembangunan kios di Rest Area Puncak untuk menampung sekitar 520 eks PKL Puncak.
Meski upaya-upaya di atas sudah dilaksanakan, kemacetan masih saja terjadi. Kajian ”Kebijakan Sektor Transportasi Perkotaan dalam Rangka Mengurangi Kemacetan di Kawasan Puncak” (BPTJ, 2020) mengusulkan sistem buy the service (BTS) yang menggunakan bus mencakup lima rute dengan waktu operasional dari pukul 05.00 hingga 21.00.
Kelimanya berangkat dari Terminal Baranangsiang, Stasiun Bogor, Pasar Ciawi, Terminal Bubulak, dan Cibubur. Dari lokasi keberangkatan itu, bus sedang berkapasitas 25 orang akan mengantarkan penumpang hingga Rest Area Gunung Mas.
Agar dapat mendorong jumlah pengguna BTS, akan diterapkan sistem ganjil genap dan penerapan 4 in 1 untuk mobil pribadi. Melalui strategi tersebut, diperkirakan volume kendaraan pribadi akan turun 12,86 persen untuk arah Puncak dan 12,72 persen untuk arah Jakarta.
Namun, usulan menggunakan sistem BTS tersebut harus didukung juga oleh kesadaran masyarakat. Data dari Pemkab Bogor tahun 2017, jumlah wisnus pengguna angkutan umum (bus pariwisata dan bus umum/travel) baru 9 persen.
Ke depan, kebijakan BTS serta ganjil genap dan 4 in 1 harus dilaksanakan bersamaan supaya lebih efektif. Kawasan Puncak yang penuh pesona akan dapat dinikmati pengunjung lebih nyaman tanpa mengorbankan waktu perjalanan yang lama untuk menggapainya.
Dengan berkurangnya kendaraan bermotor serta pengaturan wisatawan di sana, polusi udara dan kerusakan lingkungan di Puncak diharapkan dapat ditekan.