Infodemi masih menjadi permasalahan yang muncul bersamaan dengan upaya menangani persebaran Covid-19 di masyarakat.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penanganan infodemi tidak mudah dilakukan. Di daerah, upaya untuk mengklarifikasi hoaks dan disinformasi mengenai isu Covid-19 dinilai masih belum bekerja maksimal.
Penanggung Jawab Komunikasi Sosial dan Politik, Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Dilla Amran, di sela-sela peluncuran buku Kolaborasi, Riset, dan Volunterisme: Membangun Resiliensi Dalam Gejolak Pandemi, Selasa (12/1/2021), menceritakan, pihaknya mengelola sekitar sembilan grup Whatsapp yang beranggotakan, antara lain, pejabat instansi pemerintahan daerah dan tenaga kesehatan di daerah.
Lebih dari 70 persen konten di ruang virtual grup itu adalah meminta bantuan untuk klarifikasi hoaks dan disinformasi seputar Covid-19. Para pejabat pemerintah daerah kesulitan mencari kebenaran informasi.
”Mendapatkan konten klarifikasi tidak mudah dan butuh waktu sampai info yang akan disebarkan benar-benar akurat. Menjelang pelaksanaan vaksinasi, hoaks dan disinformasi malah meningkat. Kami berupaya konsisten menjawab satu per satu permintaan klarifikasi,” ujarnya.
Dilla mengatakan, bersamaan dengan upaya itu, pihaknya melatih literasi kepada pemerintahan di daerah terkait penanganan infodemi. Misalnya, selalu merujuk kebenaran informasi di laman-laman resmi yang disediakan pemerintah pusat, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), dan media massa yang punya layanan cek fakta. Lalu, mendorong pemerintah daerah ikut meliterasi warganya agar tidak terburu-buru menyebarluaskan hoaks dan disinformasi.
Mendapatkan konten klarifikasi tidak mudah dan butuh waktu sampai info yang akan disebarkan benar-benar akurat. Menjelang pelaksanaan vaksinasi, hoaks dan disinformasi malah meningkat.
Menurut dia, belum maksimalnya infrastruktur penanganan infodemi saat ini juga diperkeruh dengan membesarnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap kondisi darurat Covid-19. Lalu, perkembangan info vaksin yang cepat di berbagai belahan dunia.
”Kami juga menerima permintaan klarifikasi atas disinformasi yang menggunakan materi-materi lama, tetapi dikembangkan lagi. Kami tidak mungkin hanya meminta pemerintah daerah untuk membuka laman yang berisikan fakta. Kami mesti menjelaskan konteks atas informasi yang beredar,” tuturnya.
Masyarakat
Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Dedy Permadi membenarkan bahwa penanganan infodemi masih menjadi tantangan utama. Hingga saat ini, sistem Kemenkominfo menemukan 1.341 hoaks tentang Covid-19 dan jumlah sebaran mencapai 2.135.
”Infodemi berdampak buruk kepada masyarakat. Aktivitas literasi dan cek fakta harus tetap bersamaan. Kami selalu mengajak masyarakat agar bijak dalam menggunakan media sosial,” ujar Dedy.
Ketua Presidium Mafindo Septiaji Eko Nugroho mengatakan, sepanjang tahun 2020, seluruh negara di dunia diuji dengan permasalahan infodemi. Warga termakan rumor, stigma, dan teori konspirasi tentang Covid-19.
Hoaks menggeser peran penting tenaga kesehatan dan kajian ilmiah. Menjelang program vaksinasi, dia menyebut ada ”banjir” hoaks. ”Indonesia sempat dinobatkan peringkat kelima dunia dengan jumlah terbanyak isu tidak benar terkait Covid-19,” tutur Septiaji.
Menurut dia, penanganan infodemi butuh kerja kolaboratif pemerintah pusat, daerah, swasta, instansi pendidikan, pers, dan platform teknologi. Fasilitas periksa fakta diperkuat seiring dengan gerakan literasi digital kepada masyarakat.
Buku Kolaborasi, Riset, dan Volunterisme:Membangun Resiliensi Dalam Gejolak Pandemi ditulis oleh 45 akademisi dan relawan Mafindo. Isi buku ini meliputi 13 artikel ilmiah, 21 esai bebas, dan 9 artikel populer.