Kejaksaan Mulai Sidik Dugaan Korupsi Asabri Periode 2012-2019
›
Kejaksaan Mulai Sidik Dugaan...
Iklan
Kejaksaan Mulai Sidik Dugaan Korupsi Asabri Periode 2012-2019
Surat Perintah Penyidikan Dugaan Korupsi Asabri Periode 2012-2019 telah ditandatangani Direktur Penyidikan Febrie Adriansyah atas nama Jampidsus, Jumat (15/1/2021). Jaksa segera menyusun jadwal pemanggilan saksi.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung telah menerbitkan surat perintah penyidikan terkait dugaan perkara korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana Investasi PT Asabri (Persero). Penyidikan dalam perkara tersebut difokuskan untuk periode 2012-2019.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dalam keterangan tertulis, Jumat (15/1/2021), mengatakan, surat perintah penyidikan telah ditandatangani Direktur Penyidikan Febrie Adriansyah atas nama Jampidsus pada Jumat.
” Tim jaksa penyidik segera menyusun jadwal pemanggilan saksi-saksi dan tindakan hukum lainnya yang diperlukan, serta akan mulai dilakukan pemeriksaan saksi-saksi pada minggu depan,” kata Leonard.
Leonard mengatakan, pada kurun 2012-2019, PT Asabri (Persero) diduga telah bekerja sama dengan beberapa pihak untuk melakukan investasi pembelian saham maupun investasi pada produk reksa dana melalui beberapa perusahaan manajemen investasi. Namun, hal itu diduga dilakukan dengan cara menyimpang sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pada periode 2012-2019 disebutkan terjadi investasi pembelian saham senilai Rp 10 triliun dan investasi pada produk reksa dana Rp 13 triliun.
Terkait dugaan korupsi Asabri, Jaksa Agung Burhanuddin juga sempat bertemu dengan Menteri BUMN Erick Thohir pada akhir Desember 2020. Dalam keterangan usai pertemuan, Erick mengatakan, pertemuannya dengan Jaksa Agung adalah untuk memetakan dugaan kasus tindak pidana korupsi di tubuh PT Asabri Persero beserta asetnya yang memiliki kemiripan pola dengan kasus Asuransi Jiwasraya.
Adapun kerugian keuangan negara sebesar Rp 17 triliun itu terjadi sebelum direksi yang saat ini menjabat. ”Sebagaimana disampaikan Jaksa Agung, yang penting kita me-mapping korupsi ini dan aset-asetnya. Sebab, tetap kita juga harus menjaga kesinambungan Asabri,” kata Erick.
Pengajar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Jakarta, Abdul Fickar Hadjar, berpandangan, dengan sudah dikeluarkannya perintah penyidikan, sementara belum ada penetapan tersangka, itu berarti Kejaksaan masih akan mengumpulkan alat bukti. Penyimpangan yang terjadi dalam investasi saham mestinya dapat ditelusuri dengan melihat jenis saham yang dibeli atau dijadikan investasi oleh PT Asabri (Persero).
”Di Bursa Efek Indonesia sudah tercantum daftar perusahaan terbuka yang dikategorikan sebagai papan atas, menengah, atau bawah. Jika membeli saham perusahaan papan bawah, sebenarnya itu sudah menjadi indikator bagi penyidik,” kata Fickar.
Berkaca dari kasus serupa di PT Asuransi Jiwasraya (Persero), menurut Fickar, diharapkan selain penegakan hukum, Kejaksaan maupun Kementerian BUMN juga memperhatikan perusahaan tersebut agar nantinya proses hukum yang berjalan tidak merugikan nasabah PT Asabri (Persero). Aset yang disita harus dipastikan memang merupakan hasil dari kejahatan, tidak sembarangan, sehingga tidak merugikan nasabah di kemudian hari.