Dengan adanya Indonesia Investment Authority (INA), diharapkan kegiatan investasi jangka panjang tak lagi sepenuhnya mengandalkan APBN. Namun, tujuan, visi, dan misi pembentukan INA harus dipertegas sejak awal.
Oleh
AGUS SUGIARTO
·4 menit baca
Keinginan Presiden Joko Widodo untuk mendirikan sovereign wealth fund (SWF) atau semacam lembaga pengelola investasi dalam waktu dekat perlu mendapatkan apresiasi dan dukungan.
Dalam pidato pada acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan yang diselenggarakan Otoritas Jasa Keuangan, 15 Januari 2021, Presiden mengatakan, SWF itu nantinya bernama Indonesia Investment Authority (INA).
Pemerintah berencana memberikan modal awal Rp 15 triliun untuk INA dan sudah ada komitmen awal dari beberapa investor asing untuk menempatkan dananya sebesar 20 miliar dollar AS (sekitar Rp 280 triliun dengan kurs Rp 14.000 per dollar AS).
Tentunya modal ini akan terus bertambah dengan masuknya suntikan dana BUMN ataupun investor besar lain dari luar negeri. Berbekal modal yang sangat besar ini, harapan besar akan diletakkan pada pundak INA dalam mendukung pembangunan ekonomi. Dengan adanya INA, diharapkan kegiatan investasi jangka panjang tak lagi sepenuhnya mengandalkan APBN, tetapi diharapkan juga dari peran aktif INA.
Dalam situasi pandemi yang belum bisa diramalkan kapan berakhirnya, tentu beban keuangan pemerintah akan lebih banyak tersedot untuk penanganan Covid-19 dan juga program pemulihan ekonomi. Sementara pembangunan infrastruktur ataupun investasi untuk industri strategis harus terus berjalan sebagai sarana untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.
Berbekal modal yang sangat besar ini, harapan besar akan diletakkan pada pundak INA dalam mendukung pembangunan ekonomi.
Kita bukanlah negara pertama dan satu-satunya yang mendirikan SWF di Asia Tenggara. Beberapa negara tetangga bahkan sudah memiliki SWF sejak puluhan tahun lalu. Singapura mendirikan SWF bernama Temasek Holdings tahun 1974, tak terlalu lama setelah merdeka tahun 1965. Malaysia membentuk Khazanah Nasional Berhad tahun 1993. Brunei Darussalam mendirikan Brunei Investment Agency tahun 1983. Bahkan, Timor Leste juga telah memiliki SWF, Timor-Leste Petroleum Fund, pada 2005.
Visi dan misi INA
Tujuan pembentukan INA harus dipertegas sejak awal, apakah semata-mata mencari keuntungan (rate of return) tinggi dari kegiatan investasi yang mereka lakukan ataukah juga memiliki peran sebagai agen pembangunan (agent of development).
Belajar dari pengalaman Temasek Holdings, misi mereka adalah untuk mendapatkan keuntungan berkesinambungan yang bisa dinikmati bukan hanya generasi saat ini, melainkan juga generasi berikutnya. Sebuah misi yang menarik untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya agar nantinya bisa dipakai untuk menyejahterakan rakyat secara lintas generasi.
Khazanah Nasional Berhad juga memiliki tujuan menumbuhkan kesejahteraan bangsa Malaysia dalam jangka panjang untuk semua generasi. Sebaliknya, Abu Dhabi Investment Authority dibentuk untuk melakukan kegiatan investasi jangka panjang untuk dan atas nama pemerintah Abu Dhabi.
Sudah saatnya pemerintah merumuskan visi dan misi yang sesuai dengan kebutuhan pemerintah. Visi dan visi INA ini setidaknya harus mengakomodasi kepentingan pemerintah dan juga investor yang menempatkan dananya di lembaga pengelola investasi ini. Setidak-tidaknya INA harus mampu mendukung kebutuhan pemerintah dalam melakukan investasi di berbagai sektor prioritas pemerintah, selain juga mampu menghasilkan keuntungan yang besar baik bagi pemerintah maupun para investor.
Dengan modal awal yang besar, INA memiliki kapasitas dan kemampuan yang besar dalam melakukan berbagai jenis kegiatan investasi. Untuk itu, dalam memilih portofolio investasinya, INA perlu belajar dari SWF negara-negara lain yang selama ini telah sukses dan berhasil mengelola dana investasi besar dengan rate of return tinggi.
Dengan modal awal yang besar, INA memiliki kapasitas dan kemampuan yang besar dalam melakukan berbagai jenis kegiatan investasi.
Oleh karena itu, pemilihan prioritas portofolio investasi menjadi sangat penting dengan beberapa alasan. Pertama, dana pemerintah dan investor yang masuk sebagai modal INA sangat besar sehingga diharapkan pengelolaan dana itu memberikan hasil yang maksimal.
Kedua, kepercayaan investor yang telah menitipkan uangnya dalam jumlah besar di INA tentunya disertai harapan dan keinginan untuk memperoleh keuntungan besar. Dengan demikian, prioritas investasi yang akan dilakukan INA harus didasarkan atas keseimbangan untuk menjaga kepentingan pemerintah dan juga investor.
Sebagai referensi adalah Khazanah Nasional Berhad yang memiliki tujuan investasi komersial dan strategis. Tujuan komersial memungkinkan mereka mencari keuntungan sebesar-besarnya dalam melakukan kegiatan investasinya.
Sementara tujuan strategis lebih difokuskan pada manfaat ekonomi jangka panjang. Konsep Khazanah Nasional Berhad tersebut sangat pas apabila kita aplikasikan untuk INA yang akan dibentuk.
Di satu sisi, investasi yang bersifat komersial harus memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi INA, dan di sisi lain, INA juga harus mampu melakukan investasi strategis ke sektor-sektor strategis pemerintah, khususnya dalam mendukung pembangunan infrastruktur.
Dengan adanya INA, diharapkan kegiatan investasi jangka panjang tak lagi sepenuhnya mengandalkan APBN. Tujuan pembentukan INA harus dipertegas sejak awal dan pemerintah perlu merumuskan visi dan misi yang sesuai kebutuhan pemerintah.