Penambahan kasus terkonfirmasi Covid-19 di Bali menembus jumlah 400 kasus dalam sehari selama dua hari sejak Rabu (20/1/2021). Jumlah pasien yang sembuh juga relatif tinggi.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Selama dua hari berturut-turut sejak Rabu (20/1/2021), penambahan kasus terkonfirmasi Covid-19 di Bali menembus jumlah 400 kasus dalam sehari. Meskipun jumlah pasien yang sembuh juga relatif tinggi, yakni mencapai 48 persen dari jumlah kasus baru yang terkonfirmasi itu, penambahan kasus terkonfirmasi yang meningkat tajam berdampak terhadap keterisian tempat perawatan.
Pada Rabu (20/1/2021), jumlah kasus terkonfirmasi sebanyak 494 kasus. Adapun jumlah pasien yang sembuh pada Rabu dilaporkan 246 orang, atau sekitar 49,79 persen. Jumlah itu dua kali lebih tinggi dibandingkan pada Selasa (19/1/2021) dengan jumlah kasus terkonfirmasi Covid-19 sebanyak 247 kasus.
Penambahan kasus terkonfirmasi yang tinggi kembali terjadi pada Kamis (21/1/2021), yakni 483 kasus. Sementara pasien yang sembuh dilaporkan 224 orang. Secara rata-rata dalam dua hari sejak Rabu, tingkat kesembuhan pasien di Bali sebesar 48,1 persen.
Secara kumulatif, jumlah kasus aktif di Bali hingga Kamis sebanyak 2.891 kasus. Adapun jumlah kasus meninggal terkait pandemi Covid-19 di Bali sampai Kamis secara keseluruhan mencapai 612 orang. Dalam laporan perkembangan harian pandemi Covid-19 di Bali disebutkan penularan penyakit Covid-19 didominasi akibat transmisi secara lokal.
Kami menilai umat di Bali sudah disiplin dan sudah menjalankan protokol kesehatan ketika melaksanakan upacara berkaitan agama ataupun adat. (Sudiana)
Menanggapi lonjakan kasus Covid-19 di Bali, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali Ketut Suarjaya menyatakan sudah meminta pihak rumah sakit di seluruh Bali menambah kapasitas tempat tidur bagi pasien dengan penyakit Covid-19. Hingga Kamis (21/1), menurut Suarjaya, jumlah tempat tidur yang tersedia mencapai 1.480 unit di 58 rumah sakit di seluruh Bali.
Selain di rumah sakit, perawatan bagi pasien kasus Covid-19 dengan gejala ringan atau tanpa gejala ditempatkan di hotel yang disiapkan pemerintah sebagai tempat karantina. Suarjaya menyebutkan, kapasitas tempat tidur di tempat karantina mencapai 2.700 unit.
”Pasien dengan gejala sedang hingga berat diarahkan perawatannya ke rumah sakit,” kata Suarjaya. Sementara pasien dengan gejala ringan atau tanpa gejala diarahkan ke tempat karantina yang sudah disiapkan pemerintah.
Transmisi lokal
Tingginya penularan penyakit Covid-19 secara transmisi lokal, menurut Suarjaya, muncul dari beberapa kluster, di antaranya kluster rumah tangga, kluster perkantoran, dan kluster upacara adat dan agama.
Suarjaya mengakui kluster keluarga berpotensi, antara lain, karena kurang tertibnya pasien tanpa gejala yang menjalani karantina mandiri di rumah dan kurangnya pengawasan terhadap pasien tanpa gejala yang melaksanakan isolasi mandiri tersebut.
Sebelumnya, pada Senin (18/1/2021), Sekretaris Daerah Provinsi Bali, yang juga Ketua Harian Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Provinsi Bali, Dewa Made Indra mengatakan, Pemerintah Provinsi Bali mewajibkan para pasien terkonfirmasi Covid-19 tanpa gejala menjalani perawatan di tempat karantina yang dikelola pemerintah daerah.
Ketika ditemui di Gedung Jaya Sabha, Kota Denpasar, Senin (18/1/2021), Indra menyatakan, kebijakan pemerintah mewajibkan karantina itu diambil untuk menekan risiko penularan penyakit Covid-19 di keluarga pasien terkonfirmasi tetapi tanpa gejala.
Dari hasil evaluasi perkembangan pandemi Covid-19 di Provinsi Bali terkini menunjukkan penambahan kasus Covid-19 di Bali dalam beberapa hari terakhir selalu tiga digit.
Secara terpisah, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali I Gusti Ngurah Sudiana menyatakan, PHDI Bali bersama Majelis Desa Adat Provinsi Bali mendukung Pemerintah Provinsi Bali dalam upaya menangani dan mengendalikan pandemi Covid-19 di Pulau Bali.
Menurut Sudiana, PHDI Bali bersama Majelis Desa Adat Bali sudah mengeluarkan Surat Edaran Bersama PHDI Bali dan MDA Bali tentang pelaksanaan rangkaian Nyepi Tahun Saka 1943 di Bali sebagai bentuk dukungan dalam pengendalian dan pencegahan penularan penyakit Covid-19 terkait kegiatan upacara agama dan adat.
”Kami menilai umat di Bali sudah disiplin dan sudah menjalankan protokol kesehatan ketika melaksanakan upacara berkaitan agama ataupun adat,” kata Sudiana kepada Kompas, Kamis (21/1/2021).
Menurut Sudiana, upacara juga menjadi upaya secara niskala dalam menangani pandemi atau wabah penyakit. ”Kami tidak melarang umat melaksanakan upacara. Namun pelaksanaan upacara harus diatur dengan pembatasan-pembatasan dan menerapkan protokol kesehatan secara ketat demi mencegah penularan penyakit Covid-19 dan demi keselamatan umat,” ujar Sudiana.