Dian Dewi Purnamasai / Irene Sarwindaningrum / Helena Nababan/ Brigita Maria Lukita G
·4 menit baca
Pemerintah pusat tetap melanjutkan proyek tanggul laut di Teluk Jakarta. Proyek tersebut diyakini bisa berjalan meski dengan atau tanpa izin reklamasi. Pemerintah pusat juga sedang mendesain ulang skema pembiayaan yang lebih luwes agar proyek bisa diwujudkan sesuai rencana.
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah pusat tetap melanjutkan proyek tanggul laut di Teluk Jakarta. Pembangunan tanggul itu dianggap sebagai salah satu cara untuk menjaga daya dukung lingkungan Ibu Kota. Meski izin prinsip dan izin pelaksanaan 13 pulau reklamasi dicabut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pemerintah pusat berupaya mewujudkan rencana itu.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang PS Brodjonegoro meyakini proyek ini bisa diwujudkan meski dengan atau tanpa reklamasi. ”Tanggul laut itu kebutuhan, bukan pemanis untuk pulau reklamasi,” kata Bambang kepada wartawan, Kamis (27/9/2018), di Jakarta.
Bambang belum dapat memastikan pencabutan izin pulau reklamasi berdampak pada desain tanggul laut atau tidak.
Pemerintah pusat baru membangun tanggul fase A yang ada di bibir pantai utara Jakarta, yaitu Muara Baru Pluit, dan Kali Baru, Cilincing, Jakarta Utara.
Tanggul fase A berfungsi sebagai pengaman sementara sebelum tanggul laut dibangun. Bambang juga mengatakan, tidak diperlukan studi lanjutan terkait dengan dibatalkannya izin prinsip pulau reklamasi.
Setelah pencabutan izin prinsip 13 pulau reklamasi, pemerintah pusat menyiapkan skenario pendanaan yang lebih luwes. Skema sebelumnya pendanaan menjadi kewenangan pemerintah pusat, Pemprov DKI Jakarta, dan swasta pemegang izin reklamasi.
Fokus di tiga pulau
Proyek tanggul laut di utara Jakarta dimulai Juli 2014 dengan investasi sekitar Rp 600 triliun. Dana itu digunakan untuk membangun tanggul pantai, tanggul laut, jalan tol, dan proyek sanitasi pengolahan limbah cair Jakarta.
Setelah mencabut izin 13 pulau reklamasi, Pemprov DKI Jakarta menyiapkan kajian pengelolaan tiga pulau reklamasi yang sudah terbentuk untuk kepentingan warga. Mendukung rencana itu, Pemprov DKI menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta Saefullah memastikan tidak ada lagi reklamasi pasca-keputusan itu.
Pemanfaatan pulau reklamasi yang dimaksud adalah Pulau C, D, dan G. Saat ini di tiga pulau itu sudah ada status hak pengelolaan lahan. Sementara di Pulau D sudah ada sertifikat hak guna bangunan (SHGB) bagi pengembang.
Menurut Saefullah, pengembang belum perlu pergi karena ereka masih berhak atas bangunan yang mereka bangun.
Mereka harus patuh dengan rencana detail tata ruang di kawasan itu. Menurut rencana, pengembang mesti membangun rumah susun dan dermaga bagi nelayan, serta restoran tematik bagi nelayan di lahan seluas 22 hektar.
Tak ada pembongkaran
Sementara itu, Gubernur DKI Anies Baswedan memastikan pulau reklamasi C, D, G, dan N (dikembangkan PT Pelindo II) yang sudah terbentuk tidak akan dibongkar. Pembongkaran pulau-pulau itu, kata Anies, hanya akan menimbulkan kerusakan lingkungan luar biasa. ”Bayangkan 310 hektar tanah dibongkar, tanahnya dikemanakan,” katanya.
Itu sebabnya pemanfaatan pulau hasil reklamasi perlu diatur sesuai zonasi wilayah dan rencana tata ruang. Dengan pengaturan tata ruang, akan terlihat mana untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial serta untuk swasta.
Ketua Fraksi PDI-P DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono mengatakan, pencabutan izin pulau reklamasi harus dilakukan dengan landasan hukum yang tepat. Gembong mengingatkan, izin reklamasi dikeluarkan lewat pemerintah pusat sesuai Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang reklamasi pantai Jakarta. Adapun pemerintah daerah berhak mengatur dan mengelola peruntukan pulau-pulau yang sudah ada.
Menurut Gembong, tanpa adanya landasan hukum perda, kebijakan-kebijakan terkait pembatalan reklamasi bisa berhadapan dengan hukum atau rawan digugat.
Wakil Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Syarif mendorong agar raperda reklamasi segera diselesaikan paling lambat Desember tahun ini. Dia juga mengusulkan peruntukan pulau hasil reklamasi untuk ruang terbuka dan kawasan konservasi.
Menanggapi langkah Pemprov DKI, Deputi III Bidang Koordinasi Infrastruktur Kementerian Koordinator Kemaritiman Ridwan Djamaluddin ingin mencermati hasil kajian teknis dari DKI Jakarta lebih dahulu. Menurut Ridwan, reklamasi merupakan bagian dari strategi pengembangan tanggul laut di pesisir utara Jakarta.
”Proyek reklamasi diizinkan dalam skenario strategi pembiayaan tanggul laut. Pembangunan tanggul laut juga membutuhkan aspek reklamasi. Kalau akhirnya reklamasi tidak diizinkan, bagaimana sikap Pemprov DKI Jakarta terhadap program nasional tanggul laut? Kami menunggu hasil kajian teknis,” kata Ridwan.
Ridwan menambahkan, program pembangunan tanggul laut pesisir utara Jakarta ditujukan untuk kepentingan ibu kota negara. Di sisi lain, pemerintah harus menjaga kepastian hukum investasi.