Tunggakan Rusunawa di Jakarta Barat Tembus Rp 2,9 Miliar
Oleh
Hamzirwan Hamid
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Nilai tunggakan sewa rumah susun sederhana sewa atau rusunawa di wilayah Jakarta Barat sudah menembus Rp 2,9 miliar. Akumulasi tunggakan itu berasal dari Rusunawa Tambora, Pesakih, dan Flamboyan.
Menurut data Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) Tambora pada Februari 2019, Rusunawa Pesakih dan Rusunawa Tambora memiliki tunggakan sewa yang tergolong besar. Kedua rusunawa ini memiliki tunggakan masing-masing sebesar Rp 1,3 miliar.
”Ada 1.123 unit tempat tinggal sewa yang menunggak dari jumlah total 2.079 unit tempat tinggal di tiga rusunawa. Dari Rusunawa Pesakih dan Tambora, tiap-tiap tunggakan sebesar Rp 1,3 miliar, sementara Rusunawa Flamboyan menunggak sekitar Rp 190 juta,” ucap Kepala Subbagian Tata Usaha UPRS Tambora Ahmad Fauzi di Jakarta, Senin (25/3/2019).
Fauzi mengatakan, tunggakan sewa sebagian besar berasal dari warga yang terkena kebijakan relokasi beberapa tahun lalu. Sebagai contoh, Rusunawa Pesakih adalah tempat relokasi warga DKI Jakarta dari sekitar Kali Mookervart, Kalijodo, dan penertiban di kawasan Kemanggisan pada 2014.
Sebagian besar warga yang direlokasi tidak memiliki pekerjaan tetap. Suminah (30), warga Rusunawa Pesakih, bekerja sebagai buruh cuci yang dibayar Rp 30.000 per hari. Penghasilan itu harus dibagi untuk keperluan dia dan dua anaknya.
”Sebenarnya untuk rumah tipe 36 biaya sewa di sini sudah sangat murah. Tapi, karena penghasilan saya yang pas-pasan, mengumpulkan uang untuk biaya sewa sekitar Rp 281.000 saja jadi sangat susah,” kata Suminah.
Ketua RW 011 Kelurahan Angke Ilan Sukarlan mengatakan, hal serupa juga dialami warga Rusunawa Tambora. Sebagian warga di Blok A, Blok B, dan Blok C Rusunawa Tambora, misalnya, juga tidak mampu membayar biaya sewa Rp 458.000 untuk rumah tipe 36.
”Di lantai tujuh Blok C Rusunawa Tambora, warga yang tinggal di sana kebanyakan pedagang dan buruh pabrik. Sudah penghasilan mereka tidak cukup, ditambah lagi dengan biaya subsidi listrik yang juga dicopot untuk blok rusunawa dengan jenis rumah tipe 36,” kata Ilan.
Karena tunggakan di Rusunawa Tambora mencapai 488 unit dari total 879 hunian, setiap warga yang menunggak akhirnya dipanggil pihak pengelola. Ilan menuturkan, sejumlah warga dimintai kesanggupan mencicil semampunya.
Fauzi mengatakan, pendekatan agar warga mencicil dengan biaya semampunya terpaksa dilakukan. Sebab, jika tidak dipaksakan, mereka akan terus-terusan lalai membayar sewa.
”Kami agak dilematis. Di satu sisi kami ingin menegakkan kewajiban retribusi dengan cara yang lebih tegas. Tapi, di sisi lain, mereka ini tergolong warga tidak mampu,” tutur Fauzi.
Pendekatan lain juga sempat dilakukan, yaitu dengan memberikan pelatihan kewirausahaan bagi warga rusunawa. Walau begitu, cara ini tidak cukup efektif karena tidak terdapat saluran pekerjaan setelah pelatihan.
Fauzi mengatakan, tahun ini akan ada pelaksanaan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 148 Tahun 2018 mengenai penghapusan piutang daerah. Aturan itu akan membebaskan tunggakan sewa bagi sejumlah rumah yang sudah lama kosong serta warga yang tergolong tidak mampu membayar sewa.
”Pergub itu sejauh ini belum menjelaskan klasifikasi warga yang tergolong tidak mampu. Untuk sementara, kami akan mendata rumah-rumah yang sudah lama kosong agar dapat diatur sesuai dengan pergub ini,” ujar Fauzi.
Menurut rencana, pergub itu akan disosialisasikan bersamaan dengan mulai dihuninya dua rusunawa baru, yakni Rusunawa Rawa Buaya dan Rusunawa Tegal Alur. (ADITYA DIVERANTA)