Turap Bronjong Sungai Dipasang di Daerah Rawan Banjir
Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane mengambil langkah sementara untuk mencegah terulangnya banjir di Jabodetabek, yakni dengan membuat turap bronjong ataupun menyediakan karung-karung pasir di wilayah rawan.
Oleh
Helena F Nababan/Nikolaus Harbowo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane mengambil langkah sementara untuk mencegah terulangnya banjir di Jabodetabek, yakni dengan membuat turap bronjong ataupun menyediakan karung-karung pasir di wilayah rawan.
Bambang Hidayah, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC), Kamis (9/1/2020), menjelaskan, ada 180 titik banjir di Jabodetabek awal bulan ini.
”Saat ini kondisinya tanggap darurat. Jadi, kami melakukan tindakan sementara dengan penyiapan sandbag (kantong pasir), pembuatan bronjong, juga terpal,” katanya.
Melihat persebaran titik banjir di Jabodetabek, BBWSCC membuat bronjong dengan mengutamakan wilayah yang paling mendesak atau krusial.
Di Kemang Pratama, Bekasi, yang dilewati Kali Bekasi, ada 29 titik pembuatan bronjong. Ada juga di Kota Depok dan Kalibata, Jakarta Selatan. Di Kali Sunter, yang masuk wilayah Jakarta Timur, juga sedang dilakukan tanggul.
Tindakan sementara berupa pembuatan tanggul sementara itu, menurut Bambang, akan kuat menahan air hujan yang diprediksi masih akan turun sampai April 2020.
”Untuk tindakan permanen, akan dikerjakan bertahap, baik dengan APBN maupun APBD. Adapun untuk penanganan sementara ini pun BBWSCC masih menunggu bantuan material dari balai-balai lain,” ujar Bambang.
Munculnya genangan banjir itu, jelas Bambang, akibat hujan deras dengan intensitas tinggi. Itu juga yang membuat sejumlah pompa air dimatikan karena terendam air. Puluhan tanggul jebol di Jabodetabek.
Dari DKI Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI masih menginventarisasi tanggul-tanggul yang rusak akibat banjir pada awal pergantian tahun 2020. Tanggul-tanggul tersebut akan segera diperbaiki setelah masa kedaruratan selesai.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Balai Kota Jakarta, Kamis (9/1/2020), mengatakan, semua lurah dan camat telah diinstruksikan untuk mendata tanggul-tanggul yang rusak pascabanjir. Kerusakan tanggul itu meliputi keretakan di bangunan dan erosi tanah yang menjadi dasar tanggul.
”Kami sudah menemukan di banyak tempat potensi (tanggul) retak-retak yang jika ada tekanan besar, punya risiko. Yang lebih mengkhawatirkan itu yang mulai retak-retak. Kami semuanya sedang menginventarisasi apa-apa saja yang perlu penguatan,” ujar Anies.
Sebelumnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengungkapkan, ada 44 tanggul yang jebol di wilayah DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat akibat banjir pada awal Januari 2020. Catatan itu menjadi bagian kecil dari hasil survei cepat (rapid assessment) yang dilakukan Kementerian PUPR di 178 titik wilayah Jabodetabek.
Anies menjelaskan, saat ini Pemprov DKI masih fokus pada penanganan kedaruratan sambil menunggu hasil inventarisasi. Apabila masa kedaruratan selesai, fase selanjutnya baru rehabilitasi bangunan-bangunan yang rusak, termasuk tanggul.
”Pada fase rehabilitasi, (perbaikan bangunan yang rusak) itu semua akan dilakukan. Jadi, harapannya bisa mencegah kejadian (banjir), daripada sudah jebol baru diperbaiki,” tutur Anies.
Anies enggan menyebutkan tanggul-tanggul mana saja yang berpotensi jebol di kawasan Jakarta. Prinsipnya, menurut dia, semua tanggul perlu diwaspadai karena tak ada yang bisa mengetahui dampak banjir selanjutnya.
”Setiap potensi (tanggul jebol) itu ada. Semuanya rawan dan itu harus ada mitigasi. Dampaknya memang bisa beda-beda. Ada yang tempatnya tinggi, sampingnya permukiman yang lebih rendah, itu risikonya lebih tinggi,” ucap Anies.