Bima masih menunggu hasil tes ”swab” untuk melihat apakah virus SARS-Cov-2 penyebab wabah Covid-19 masih berada di tubuhnya atau sudah hilang.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim menyampaikan, kondisi Wali Kota Bogor Bima Arya terpantau membaik setelah menjalani isolasi dan perawatan intensif selama 14 hari di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bogor. Bima sebelumnya dinyatakan positif Covid-19 setelah pulang dari perjalanan dinas ke Azerbaijan dan Turki pada 9-16 Maret 2020.
”Kondisi Pak Bima stabil dan tidak ada tanda-tanda penurunan kesehatan. Beliau juga sudah melakukan rapid test dan hasilnya negatif,” ujar Dedie, hari ini, Kamis (2/4/2020).
Meski hasil tes cepat menunjukkan negatif Covid-19, Bima tetap harus menunggu hasil lebih lengkap melalui tes swab. Sampel dari Bima untuk tes swab telah dikirimkan ke Litbangkes Kementerian Kesehatan.
Melalui akun Instagram pribadinya, Bima juga mengabarkan bahwa gejala klinis sudah sangat berkurang. Namun, saat ini, Bima masih menunggu hasil tes swab untuk melihat apakah virus SARS-Cov-2 penyebab Covid-19 masih berada di tubuhnya atau sudah hilang.
Selama diisolasi dan dirawat di RSUD Kota Bogor, Bima mengisi hari-harinya dengan membaca, menulis, dan mengevaluasi diri. Dia juga terus mencoba makan makanan bergizi, seperti sayur, buah, dan vitamin, serta mengatur pikiran agar bisa istirahat atau tidur dengan nyenyak.
Selain itu, Bima juga memberikan ucapan belasungkawa kepada masyarakat yang meninggal dunia akibat Covid-19. Tidak lupa, dia juga memberikan apresiasi terhadap tenaga medis yang tengah berjuang merawat dan menyelamatkan banyak nyawa manusia.
Kasus positif Covid-19 di Kota Bogor semakin bertambah sejak kasus pertama tercatat dua minggu lalu. Sampai hari ini, jumlah positif Covid-19 sebanyak 28 kasus dengan tujuh di antaranya meninggal dunia. Sementara jumlah pasien dalam pengawasan (PDP) sebanyak 56 kasus dan 13 di antaranya meninggal. Jumlah PDP yang meninggal masih menunggu hasil tes swab dari Litbangkes.
Serahkan ke Polres dan Dishub
Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) mengeluarkan surat edaran terkait pembatasan penggunaan moda transportasi di Jabodetabek. Meski demikian, sampai saat ini Kabupaten dan Kota Bogor tidak ada rencana membatasi, menutup, atau menyekat arus lalu lintas dari dan menuju wilayahnya masing-masing.
Bupati Bogor Ade Yasin saat dihubungi hari ini menyampaikan, pihaknya menyerahkan kebijakan pembatasan penggunaan moda transportasi ke Polres Bogor. Sebab, kebijakan pengaturan lalu lintas jalan raya merupakan wewenang kepolisian.
”Kalau jalan-jalan di wilayah seperti kompleks, jalan antarkecamatan dan desa, Dinas Perhubungan yang melaksanakan. Mereka akan dibantu oleh aparat dari musyawarah pimpinan kecamatan,” ujarnya.
Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Bogor Ajun Komisaris Fadli Amri mengatakan, sampai saat ini Polres Bogor tidak ada penutupan atau penyekatan lalu lintas baik dari Bogor maupun sebaliknya. Hal ini dilakukan karena pemerintah pusat tidak menerbitkan aturan untuk menutup arus lalu lintas antardaerah.
Pemerintah pusat tidak menerbitkan aturan untuk menutup arus lalu lintas antardaerah.
”Pihak kepolisian pada dasarnya menunggu keputusan dari pemerintah pusat ataupun daerah sesuai dengan peraturan pemerintah. Atau bisa juga peraturan yang sudah dikeluarkan pusat terkait pembatasan sosial berskala besar,” kata Fadli.
Kebijakan untuk tidak membatasi penggunaan moda transportasi juga disampaikan Kepala Dinas Perhubungan Kota Bogor Eko Prabowo. Menurut Eko, surat edaran dari BPTJ hanya bersifat rekomendasi. Namun, daerah tetap memberikan usulan terhadap pemerintah pusat.
Usulan daerah tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Pasal 6 Ayat 1 PP itu menyatakan bahwa PSBB diusulkan oleh kepala daerah kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Surat edaran dari BPTJ yang dikeluarkan pada Rabu (1/4/2020) berisi tentang kebijakan pembatasan angkutan umum hingga tol di wilayah Jabodetabek. Hal ini bertujuan memutus mata rantai Covid-19 mengingat Jakarta sebagai episentrum penyebaran virus ini.