Selama PSBB, Angkutan Umum Tetap Harus Ada, tetapi Dibatasi Operasinya
Setelah memberlakukan PSBB, pemda di Jabodetabek minta KRL dihentikan untuk kurangi mobilitas. Namun, keinginan itu ditentang karena, sesuai permenkes, transportasi umum harus ada, hanya saja dibatasi waktu operasinya.
Oleh
Helena F Nababan
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di hari keenam pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB di DKI Jakarta, sejumlah daerah tetangga dekat Jakarta juga mulai menerapkan PSBB, bahkan meminta supaya transportasi umum khususnya kereta komuter ditiadakan. Namun, sejumlah pihak menegaskan, transportasi umum tidak boleh berhenti karena sifat PSBB. Transportasi umum harus ada, tetapi dengan layanan operasional dibatasi.
Aditya Dwi Laksana, Ketua Forum Transportasi Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia, Kamis (16/4/2020), menegaskan, meski Jabodetabek segera menerapkan PSBB di seluruh wilayah, transportasi umum tidak boleh berhenti. Alasannya adalah sifat PSBB, saat kebijakan itu diterapkan, masih ada sektor yang dikecualikan untuk tetap bisa bergerak dan memang tidak bisa dihentikan.
Karena ada sektor-sektor yang masih dikecualikan, otomatis masih ada pekerja yang bermobilitas dan membutuhkan transportasi umum. Salah satunya kereta komuter atau KRL.
Aditya menegaskan, yang harus dipahami pemerintah daerah di Jakarta dan sekitarnya, KRL itu mengangkut penumpang dari daerah pinggiran (suburban) ke tengah kota (urban). Dengan masih ada sektor-sektor yang dikecualikan bergerak, kebutuhan transportasi dari pinggir ke tengah masih ada.
”Pada prinsipnya, transportasi jangan disalahkan. Yang diatur adalah pergerakan manusianya,” ujar Aditya.
Dengan adanya pandemi Covid-19, tutur Aditya, yang menjadi perhatian selanjutnya adalah bagaimana menerapkan social distancing dan physical distancing di dalam kereta. Apabila menginginkan bisa diterapkan secara ketat, Aditya menyarankan supaya frekuensi kereta ditambah. ”Namun, pertanyaannya, seiring menurunkan jumlah penumpang saat frekuensi kereta ditambah, siapa yang menanggung beban biaya operasionalnya?” katanya.
Untuk itu, memang lebih baik pergerakan manusianya yang diatur. Setiap pemerintah daerah di wilayah Jabodetabek harus berani menghentikan sementara kegiatan usaha atau industri yang masuk kategori tidak dikecualikan. Dengan begitu, akan menurunkan demand atau permintaan layanan angkutan umum.
”Kalau tidak, mari kita melihat pada 23 Maret 2020 saat KRL mengikuti kebijakan DKI Jakarta mengurangi layanan dan jam operasi. Penumpang menumpuk. Bahkan, karena karakteristik penumpang KRL dari suburban ke urban, mereka mencari segala cara untuk sampai ke tempat kerja, baik dengan ojek daring ataupun mobil. Cara itu malah membuat social distancing ataupun physical distancing tidak dijalankan dengan baik,” papar Aditya.
Namun, lanjutnya, apabila pemerintah di Jabodetabek tetap berkukuh menghentikan layanan KRL yang memiliki karakteristik tersebut, apakah pemerintah mau menyediakan dan menyiapkan angkutan pengganti KRL bagi pegawai atau karyawan atau masyarakat yang masih harus bekerja?
Saridal, Direktur Teknik PT Kereta Commuter Indonesia menjelaskan, terkait permintaan penghentian operasi KRL, pihak KCI sudah melakukan pertemuan dengan Gubernur Jawa Barat, Pangdam Siliwangi, dan Kapolda Jawa Barat, Rabu (15/4/2020).
”Dalam pertemuan tersebut, kami sampaikan mengenai keinginan lima kepala daerah tentang KRL stop operasi. Lalu, Pak Pangdam dan Pak Kapolda menjawab jangan dulu karena sampai sekarang belum ada alternatif angkutan penggantinya,” tutur Saridal.
”Kemudian, dengan adanya pandemi, untuk memastikan betul ada penerapan social distancing dan physical distancing di dalam kereta KRL, Pangdam dan Kapolda mengecek stasiun Bogor, Cilebeut, Bojonggede, sampai dengan Citayam dengan naik KRL PP dan menyaksikan kondisi lapangan,” tutur Saridal lagi.
Dalam pengecekan di lapangan, lanjut Saridal, baik Pangdam maupun Kapolda sempat berdialog dengan penumpang. Diketahui, memang mereka adalah para pekerja yang masih harus masuk dan hanya bisa mengandalkan KRL untuk transportasi.
Dengan sudah adanya PSBB, tetapi masih ada warga yang bermobilitas, Saridal mempertanyakan cara atau upaya pemerintah daerah melakukan sosialisasi kepada warganya supaya tidak banyak bermobilitas.
Menurut Saridal, KRL masih melakukan pelayanan karena melaksanakan amanah jangan menyetop operasi angkutan umum.
Polana B Pramesti, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), mengatakan, usulan pemerintah daerah Jabodetabek untuk menghentikan sementara operasional KRL masih butuh pembahasan lanjut.
”Untuk sementara, sampai dengan tanggal 17 April, KRL tetap beroperasi dengan jadwal pagi mulai pukul 05.00 dari Bodetabek sampai dengan petang pukul 18.00,” tuturnya.
Sementara sampai malam ini, Polana belum bisa dikonfirmasi kembali mengenai kebijakan baru yang akan diterapkan untuk operasional KRL.
Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, menegaskan, pemerintah tidak bisa menyalahkan KRL. ”Pemerintah pusat marah kenapa KRL masih berdesakan, saya bilang KRL itu hilir. Hulunya itu tempat karyawan bekerja, perusahaan, dan warung yang masih beroperasi. Saya ngomong ke Gubernur DKI, itu ditutup dulu karena cuma 14 hari. Saya minta tim bapak sweeping ke seluruh wilayah DKI memastikan perusahaan hingga toko yang buka. Kalau masih bandel, cabut izinnya. Cara itu akan mengurangi mobilitas,” ujarnya menegaskan.
Langkah ini pun, harus sama-sama dilakukan oleh kepala daerah lain di Bodetabek. ”Saya juga bicara dengan KCI. Mereka tidak apa-apa, tetapi hulunya diberesin dulu. Karena KCI hilir. Ini bukan salah KCI. Salahnya di hulunya kenapa masih buka sehingga orang, apabila enggak masuk, akan dipotong gaji atau dipecat,” kata Agus Pambagio.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menjelaskan, terkait layanan transportasi, jika mengacu pada pelaksanaan PSBB, sesuai yang ditetapkan dalam PP Nomor 21 Tahun 2020 dan Permenkes Nomor 9 Tahun 2020, bahwa tidak ada penutupan layanan bidang transportasi. Yang ada pembatasan layanan.
Terkait layanan transportasi, jika mengacu pada pelaksanaan PSBB, sesuai yang ditetapkan dalam PP Nomor 21 Tahun 2020 dan dalam Permenkes Nomor 9 Tahun 2020, bahwa tidak ada penutupan layanan bidang transportasi. Yang ada pembatasan layanan.
”Memang ada pembahasan, ada usulan Bodebek yang hari ini sudah lakukan PSBB, yaitu untuk menghentikan KRL. Karena usulan itu ke Kementerian Perhubungan, kita serahkan ke Kementerian Perhubungan,” kata Syafrin.
Namun, dengan sudah adanya PSBB di DKI Jakarta mulai 10 April, lanjut Syafrin, jam operasi KRL juga mengikuti. Kereta terakhir dari Jakarta adalah pada pukul 18.00.
Untuk DKI Jakarta, Syafrin melanjutkan, dengan adanya upaya untuk terus mengurangi mobilitas penduduk, Pemprov DKI kembali akan menerapkan kebijakan baru untuk mengurangi layanan angkutan umum di bawah pengelolaan Pemprov DKI Jakarta.
DKI Jakarta kembali akan melakukan pembatasan layanan untuk MRT dan LRT Jakarta. ”Jadi, mulai Sabtu (18/4/2020), untuk MRT hanya beroperasi di beberapa stasiun dengan headway 30 menit. Kemudian, untuk LRT, akan beroperasi pada hari Jumat besok dengan headway 60 menit,” ucap Syafrin menjelaskan.
Aditya menambahkan, dengan transportasi umum masih beroperasi, tetapi secara terbatas, dalam situasi pandemi Covid-19 yang perlu diperhatikan betul tentu saja bagaimana operator menerapkan protokol kesehatan pencegahan persebaran Covid-19.