Dua provinsi dan 18 kabupaten/kota disetujui menerapkan PSBB untuk melawan Covid-19. Namun, evaluasi PSBB di Jabodetabek menunjukkan penerapannya belum optimal.
Oleh
Tim Kompas
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB di sejumlah daerah yang sudah dimulai bertahap sejak 10 April lalu masih menghadapi sejumlah kendala sehingga belum optimal mencegah penularan Covid-19. Penegakan hukum yang lebih tegas, sosialisasi melibatkan pemangku kepentingan, pengetesan Covid-19 secara masif, dan penguatan koordinasi lintas daerah harus dilakukan simultan agar PSBB lebih efektif menekan laju penyebaran penyakit yang disebabkan virus korona baru ini.
Dalam rapat terbatas secara virtual, Senin (20/4/2020), Presiden Joko Widodo dari Istana Merdeka, Jakarta, menekankan pentingnya evaluasi total dari kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19.
”Ini terutama evaluasi PSBB. Secara detail kekurangan apa, plus minusnya apa sehingga kita bisa perbaiki lagi,” tutur Presiden dalam pengantar ratas.
Ratas dihadiri pula oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan sejumlah pejabat terkait, termasuk Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo.
PSBB pertama diterapkan di DKI Jakarta, 10 April, lalu diikuti Bogor, Depok, dan Bekasi (Jawa Barat) mulai 15 April 2020. Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan (Banten) menyusul pada 18 April. Data Satgas Covid-19, pengajuan PSBB sudah disetujui untuk 2 provinsi dan 18 kabupaten/kota. Provinsi Sumatera Barat akan menerapkan PSBB pada 22 April.
Presiden mengingatkan lagi agar pemerintah daerah melakukan pengujian sampel secara masif, pelacakan secara agresif atas orang-orang yang mempunyai riwayat kontak langsung dengan pasien Covid-19, dan isolasi ketat terhadap semua yang diduga kontak dengan pasien Covid-19. Ketiga hal ini disampaikan setidaknya dua kali dalam ratas ini.
Belum efektif
Seusai ratas, Doni Monardo mengatakan, PSBB di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) memang belum efektif. Perkantoran dan pabrik masih ada yang tetap beroperasi sehingga permintaan sejumlah pihak supaya ada pembatasan transportasi belum bisa dipenuhi. Ini karena dikhawatirkan terjadi penumpukan yang membuat risiko penularan lebih tinggi.
Namun, Doni menilai ada kemajuan dibandingkan dengan beberapa pekan lalu. Pengguna transportasi umum di stasiun, halte bus Transjakarta, dan terminal sudah berkurang. Meski demikian, tetap diperlukan upaya lebih untuk mengimbau, memberikan peringatan, dan sanksi sesuai dengan Pasal 93 UU No 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Mereka yang tidak mematuhi atau menghalangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan, hingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat, dipidana penjara paling lama satu tahun atau denda maksimal Rp 100 juta.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Agus Pambagio, melihat, pelaksanaan PSBB belum berjalan optimal karena ada sejumlah aturan yang berbenturan. Pemerintah pusat dan daerah harus memiliki ketegasan menerapkan PSBB. Semua kebijakan yang dikeluarkan juga harus disinkronkan.
Sementara itu, Guru Besar Ilmu Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Erwan Agus Purwanto menuturkan, belum efektifnya PSBB juga bisa disebabkan oleh belum efektifnya bantuan sosial untuk memastikan orang tetap tinggal di rumah. Akibatnya, sebagian warga terpaksa keluar rumah mencari penghasilan untuk bertahan hidup.
Pemberian sanksi
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjelaskan, PSBB membutuhkan kampanye kesadaran yang serius. ”Kami memang menyampaikan akan menegakkan aturan, bahkan bisa mencabut izin usaha. Itu semua kami lakukan bertahap dari mulai pemberitahuan, kemudian bila terjadi pengulangan, baru kami tindak,” kata Anies.
Evaluasi PSBB Bogor, Depok, dan Bekasi, menurut Gubernur Jabar Ridwan Kamil, menjadi basis penerapan PSBB di Bandung, Cimahi, dan Sumedang mulai 22 April. Penegakan disiplin akan dilakukan. Bantuan sosial juga disalurkan supaya dampak sosial dan ekonomi akibat Covid-19 bisa tertangani. Selain itu, PSBB akan disertai tes uji cepat masif. Tujuannya, menghasilkan peta persebaran yang bisa dikendalikan.
Sementara itu, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menuturkan, PSBB diusulkan berlaku penuh di Surabaya dan sebagian untuk Sidoarjo dan Gresik.
Persiapan PSBB sudah dilakukan Provinsi Sumatera Barat. Gubernur Sumbar Irwan Prayitno mengatakan, semua bupati/wali kota menyepakati jadwal dan konsep PSBB. Sumbar, antara lain, akan menerapkan pembatasan jumlah penumpang kendaraan, penutupan tempat hiburan dan wisata, pelarangan aktivitas yang menimbulkan keramaian, serta penutupan warung/toko kecuali menjual kebutuhan pokok, dan obat-obatan, dan peralatan kesehatan.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mendorong penanganan Covid-19 yang berbasis kolaborasi di tingkat masyarakat yang disertai kedisiplinan warga. Namun, jika itu tak berjalan, daerah-daerah mesti bersiap menerapkan PSBB.
Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri mengingatkan pemerintah daerah di Jabodetabek cepat mendata warganya yang mudik atau pekerja yang pulang kampung ke daerah lain agar bisa digunakan mengantisipasi penyebaran Covid-19 di daerah. Data sementara Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri pada Senin, ada 42.506 warga Jabodetabek yang mudik ke 31 provinsi di seluruh Indonesia.(INA/BOW/JOL/CHE/BRO/HLN/DIT/INK)