PSBB Diakui Belum Optimal
Sejak diterapkan, pemerintah mengakui pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar di sejumlah wilayah belum optimal. Banyak kantor dan pabrik, juga aktivitas lain yang belum mematuhi protokol penanggulangan COVID-19.
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah mengakui pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB di sejumlah wilayah belum optimal. Pasalnya, masih banyak kantor dan pabrik yang belum mematuhi protokol penanggulangan COVID-19 ini. Selain imbauan dan peringatan, langkah-langkah lebih tegas diharapkan juga bisa dilakukan lebih optimal.
Pelaksanaan PSBB dievaluasi dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo dari Istana Merdeka, dan Wakil Presiden Ma\'ruf Amin dari kediaman resmi Wapres, Senin (20/4/2020) siang, di Jakarta.
Dalam rapat terbatas yang diselenggarakan dalam jaringan ini, hadir antara lain Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan, Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Menteri Komunikasi dan Informatika Johny Plate, Menteri Sosial Juliari Batubara, Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo, dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
Baca Juga: Cegah Penyebaran Covid-19, Polri Kawal Penerapan Pembatasan Sosial
“Hari ini, saya ingin ada evaluasi total dari apa yg telah kita kerjakan dalam penanganan COVID-19 ini terutama evaluasi PSBB. Secara detil kekurangan apa, plus minusnya apa sehingga kita bisa perbaiki lagi,” tutur Presiden dalam pengantar ratas.
“Hari ini saya ingin ada evaluasi total dari apa yg telah kita kerjakan dalam penanganan COVID-19 ini terutama evaluasi PSBB. Secara detil kekurangan apa, plus minusnya apa sehingga kita bisa perbaiki lagi”
Pemerintah sebelumnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dan Keppres (Keputusan Presiden) Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat untuk melawan pandemi COVID-19. Sesuai undang-undang (UU), PSBB ini ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yang berkoordinasi dengan Kepala Gugus Tugas Covid-19 dan kepala daerah. Dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Seusai ratas, Doni Monardo mengatakan, PSBB di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) memang belum efektif. Kegiatan perkantoran dan pabrik masih ada yang tetap berlangsung sehingga permintaan sejumlah pihak supaya ada pembatasan transportasi belum bisa dipenuhi. Sebab, dikhawatirkan malah terjadi penumpukan yang membuat risiko penularan lebih tinggi.
Dalam pantauan Kompas di wilayah Tangerang Raya Sabtu (18/4/2020), masih ada kerumunan atau warga yang bepergian tanpa masker (Harian Kompas, 19 April 2020). Di Kota Bogor, Minggu (19/4/2020), sebagian masyarakat dan pedagang di Pasar Padasuka dan Pasar Bogor misalnya, masih ramai bertransaksi tanpa masker.
Kendati demikian, Doni menilai tetap ada kemajuan ketimbang beberapa pekan lalu. Pengguna transportasi umum di stasiun, halte bus Transjakarta, dan terminal misalnya sudah berkurang. Namun, tetap diperlukan upaya lebih untuk mengimbau, memberi peringatan, dan sanksi sesuai pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dalam pasal tersebut, pihak yang menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat dipidana penjara paling lama satu tahun atau denda maksimal Rp 100 juta.
“Kami gugus tugas mengajak semua komponen terutama para pemimpin pejabat dan manajer yang mengelola sumber daya (manusia)/karyawan untuk mematuhi ketentuan pemerintah yaitu bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan beribadah di rumah,” tutur Doni.
Untuk itu, pemantauan dan sidak di perkantoran dan pabrik bisa dilakukan. Doni juga mengajak masyarakat maupun wartawan untuk menginformasikan kantor-kantor dan pabrik-pabrik yang belum menaati aturan PSBB.
Kendati masih ada yang belum taat dengan PSBB dan penambahan jumlah kasus COVID belum menurun signifikan, Doni menilai setidaknya peningkatan kasus saat ini jauh lebih kecil ketimbang sejumlah prediksi yang dibuat para pakar matematika. Ini juga perlu menjadi momentum untuk terus meningkatkan disiplin pribadi dan kolektif serta kesadaran pribadi dan kolektif. Sebab, upaya memutus rantai penularan COVID-19 tak bisa dikerjakan sendiri, tetapi harus didukung lingkungan masyarakat.
Oleh karena itu, lanjut Doni, diharapkan semakin banyak pihak di Indonesia yang mau menjadi relawan termasuk para tokoh nonformal untuk menyampaikan pesan dengan bahasa lokal dan sederhana. Dengan demikian, masyarakat memahami bahwa COVID-19 sangat berbahaya, bisa menyerang siapa saja, dan bisa menimbulkan kematian.
Diingatkan pula bahwa kelompok muda dengan mobilitas tinggi sangat rentan untuk menulari saudara-saudaranya, orang tuanya, dan orang-orang yang berinteraksi dengannya. Lebih berbahaya lagi bila di rumahnya ada kelompok rentan seperti orang-orang berusia lanjut atau orang-orang dengan penyakit bawaan. Sejauh ini, pasien COVID-19 yang meninggal paling banyak pasien yang sudah memiliki penyakit bawaan - sesuai urutan dari yang terbanyak- hipertensi dan jantung, diabetes, kanker, asma bronkhitis, dan gabungan penyakit kronis lain.
Doni mengingatkan bahwa upaya untuk memutus rantai penularan sangat mengandalkan kekuatan masyarakat yang saling membantu dan saling mengingatkan supaya tidak terjadi penularan. Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan dalam ratas pun, kata Doni, menyampaikan bahwa 63 persen keberhasilan upaya ini ditentukan penyebaran informasi yang baik.
Uji Sampel dan Parsial
Terkait rencana Pemerintah Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Gresik mengajukan PSBB tapi untuk sebagian wilayah saja, Doni menilai pemda bisa memberlakukannya kendati pengajuan PSBB tetap untuk satu wilayah secara utuh. Penerapan PSBB dikembalikan kepada gugus tugas daerah yang dipimpin kepala daerah masing-masing serta didukung unsur TNI/Polri, BIN, dan unsur pusat lainnya.
“Saya pikir (pemerintah) daerah pasti lebih menguasai, lebih tahu apa yang terbaik untuk mereka”
“Saya pikir (pemerintah) daerah pasti lebih menguasai, lebih tahu apa yang terbaik untuk mereka,” ujar Doni.
Dalam ratas, Presiden juga mengingatkan kembali supaya pemerintah daerah melakukan pengujian sampel secara massif, pelacakan secara agresif atas orang-orang yang mempunyai riwayat kontak langsung dengan pasien COVID-19, dan isolasi ketat terhadap semua yang diduga kontak dengan pasien COVID-19. Ketiga hal ini ditekankan, bahkan disampaikan setidaknya dua kali dalam ratas ini.
Baca Juga: PSBB, Pertaruhan Jokowi
Sebelumnya, Presiden Jokowi juga menyampaikan hal sama dalam pesannya yang direkam dari Istana Kepresidenan Bogor, Sabtu (18/4/2020) maupun dalam pengantar sidang kabinet paripurna kemarin.
Dalam sidang kabinet paripurna tersebut maupun dalam rapat terbatas sehari sebelumnya, Presiden meminta ada uji sampel yang lebih massif. Presiden juga mengharap kapasitas pengujian sampel melalui uji PCR bisa mencapai 10.000 tes perhari, apalagi Kementerian BUMN membantu pengadaan instrumen untuk uji PCR.