Masyarakat Transportasi Indonesia Dukung Larangan Mudik
Dalam masa wabah ini, konektivitas dan transportasi yang dulunya adalah berkah sekarang menjadi kutukan karena menjadi ”vector” atau penyebar wabah.
Oleh
cyprianus anto saptowalyono
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat Transportasi Indonesia mendukung keputusan tegas Presiden Joko Widodo melarang mudik di tengah semakin masifnya penyebaran Covid-19. Pembatasan interaksi fisik dan mobilitas manusia, terutama pada masa mudik Lebaran, dinilai sebagai strategi ampuh menanggulangi penyebaran pandemi.
Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia Harya Setyaka Dillon mengatakan, Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mencermati wilayah yang belum berada di zona merah, penyebaran Covid-19 di wilayah itu berkorelasi dengan konektivitas wilayah zona merah. Mudik Lebaran adalah periode di mana konektivitas wilayah desa dengan kota yang sudah menyandang status zona merah meningkat tinggi.
”Memang hanya sesaat, tetapi sudah lebih dari cukup untuk menyebar virus,” katanya kepada Kompas, Jumat (24/4/2020).
Menurut Harya, tanpa ada larangan mudik dan langkah penyekatan transportasi darat, penyebaran virus dikhawatirkan akan meluas. Apabila virus tersebar luas, masa tanggap darurat akan semakin panjang dan pandemi Covid-19 tak kunjung usai.
”Dalam masa wabah ini, konektivitas dan transportasi yang dulunya adalah berkah sekarang menjadi kutukan karena menjadi vector atau penyebar wabah,” ujarnya menegaskan.
Dalam masa wabah ini, konektivitas dan transportasi yang dulunya adalah berkah sekarang menjadi kutukan karena menjadi vector atau penyebar wabah.
Adapun terkait dengan transportasi udara, Harya berpendapat, larangan sementara operasional penerbangan penumpang domestik memang harus dilaksanakan. Semakin cepat pelaksanaan larangan itu justru akan lebih baik karena Indonesia sudah agak terlambat menerapkannya.
Sebelumnya memang pengambil kebijakan gamang mengambil keputusan itu karena tidak mau membuat masyarakat panik. Padahal, kalau dilihat dari karakter segmen konsumen penerbangan yang didominasi kelas menengah atas, harusnya lebih mudah diberi pemahaman.
”Memang perlu waktu untuk sosialisasi. Namun, secara umum, kami mengapresiasi langkah tegas ini,” kata Harya.
Juru bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Adita Irawati, mengatakan, Kemenhub menegaskan, larangan penggunaan transportasi untuk mudik berlaku untuk keluar masuk di wilayah pembatasan sosial berskala besar (PSBB), zona merah penyebaran Covid-19, dan aglomerasi yang sudah ditetapkan sebagai PSBB.
Sehubungan penerbitan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19, Kemenhub menyatakan penerbangan penumpang domestik masih diizinkan beroperasi sampai 24 April 2020.
”Mengingat karakteristik moda udara yang spesifik, operator penerbangan diberi kesempatan melaksanakan kewajibannya kepada penumpang sampai dengan hari ini, dengan reservasi lama, dan tetap menerapkan protokol kesehatan selama pandemi Covid-19. Mulai Jumat ini tidak ada lagi reservasi baru,” ujarnya.
Adita juga menuturkan, penerbangan internasional tetap akan beroperasi, khususnya untuk melayani warga negara asing (WNA) yang akan kembali ke negaranya dan warga negara Indonesia (WNI) yang akan kembali ke Indonesia. Penerbangan tersebut juga tetap harus mengikuti protokol kesehatan selama pandemi Covid-19.
”Adapun setelah dievaluasi, berlakunya peraturan akan sama untuk semua moda transportasi, yakni 24 April hingga 31 Mei 2020. Jika diperlukan, larangan ini akan diperpanjang,” katanya.
Pada Kamis petang lalu, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto menyatakan, larangan penerbangan untuk membawa penumpang itu berlaku untuk penerbangan umum maupun carter. Larangan ini juga berlaku nasional.
Terkait dengan pengembalian tiket, Novie berpendapat, hal itu merupakan urusan bisnis ke bisnis antara penumpang dan maskapai. Maskapai tidak berkewajiban mengembalikannya dalam bentuk uang tunai, tetapi bisa dalam bentuk kupon bernilai sama.
Sementara bagi operator, pemerintah memberikan kompensasi berupa relaksasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) badan, serta bantuan yang dialokasi dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP)
”Misalnya operator navigasi, mereka akan diberikan biaya kalibrasi yang akan ditanggung pemerintah. Kemudian ada juga penangguhan terhadap berbagai bentuk PNBP yang menjadi kewajiban operator udara,” ujar Novie.
”Jalan tikus” dan sanksi
Sementara di sektor transportasi darat, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengatakan, pos titik pemeriksaan (check point) didirikan berjenjang di jalan tol, jalan nasional, dan jalan provinsi. ”Jalan tikus” juga akan dijaga ketat dengan mendirikan titik pemeriksaan di tingkat kecamatan.
”Jadi, artinya, daripada nanti masyarakat mengalami kesulitan, mohon untuk mengurungkan perjalanan dari daerah PSBB, terutama dari Jabodetabek,” katanya.
Jalan tikus juga akan dijaga ketat dengan mendirikan titik pemeriksaan di tingkat kecamatan.
Untuk angkutan penyeberangan, Budi menuturkan, feri atau roro Ketapang-Gilimanuk dan Merak-Bakauheni tetap beroperasi seperti biasa. Adapun terkait relaksasi untuk beberapa operator transportasi yang terdampak Covid-19, Kemenhub sudah mengusulkannya ke Kementerian Koordinator Perekonomian.
Staf Ahli Hukum dan Reformasi Birokrasi Perhubungan Umar Aris mengatakan, sanksi sesuai ketentuan berlaku belum akan diberikan pada tahap pertama, yaitu 24 April-7 Mei 2020. Tahap pertama ini masih bersifat persuasif.
”Pelanggar akan disuruh pulang saja, diberi tahu kalau dia tidak boleh mudik, dan tidak diberikan penalti,” katanya.
Namun, pada 7-31 Mei 2020, lanjut Umar, pelanggar akan dikenai sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang mengacu pada UU No 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Sanksi terberat adalah denda Rp 100 juta dan hukuman kurungan 1 tahun.