Pemberian Kartu Prakerja Prioritaskan Kesejahteraan Pekerja
Kartu Prakerja dari pusat yang disalurkan melalui pemerintah daerah adalah inisiatif baik untuk membantu mereka yang kehilangan nafkah. Namun, pastikan penerapannya memperhatikan prioritas kondisi urgensi masa pandemi.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
Pemberian bantuan kepada para pekerja yang dirumahkan dengan atau tanpa upah beserta pekerja yang dipecat melalui Kartu Prakerja tetap harus memperhatikan situasi pandemi virus korona baru atau Covid-19. Utamakan membantu dengan memberi jaring pengaman sosial, baru setelah itu fokus pada pelatihan keterampilan kerja.
”Pemulihan ekonomi hanya bisa dilakukan dengan menghentikan penyebaran Covid-19. Keselamatan pekerja jauh lebih penting dibandingkan menjalankan produksi, tetapi meningkatkan risiko penularan penyakit,” kata Ahmad Heri Firdaus, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) ketika dikontak dari Jakarta, Sabtu (25/4/2020).
Pandemi yang cara penghentiannya paling efektif dengan jaga jarak fisik ini mengakibatkan berbagai sektor usaha tutup. Para pekerja diminta agar melaksanakan fungsi profesi dari rumah. Akan tetapi, juga ada pekerja yang dirumahkan tanpa menerima upah, bahkan ada yang mengalami pemecatan dengan ataupun tanpa pesangon.
Heri menjelaskan, para pekerja yang rentan jatuh ke garis kemiskinan ini membutuhkan kompensasi dari pemerintah. Indef menyadur data Badan Pusat Statistik DKI Jakarta pada Agustus 2019 mengungkapkan, setidaknya ada 1,8 juta pekerja informal di Jakarta atau setara setengah dari jumlah keseluruhan pekerja. Mereka merupakan orang-orang yang kelangsungan hidupnya bergantung pada pendapatan harian.
Para pekerja ini kemudian dikelompokkan untuk melihat apabila mereka telah menerima berbagai bantuan dari pemerintah, seperti Program Keluarga Harapan dan Kartu Sembako. Bagi yang belum masuk kategori apa pun diberi kesempatan mendaftar dan mengikuti seleksi Kartu Prakerja (KP).
”Metode ini tidak tepat pada masa pandemi karena syarat mendapatkan KP adalah lulus seleksi dan mengikuti pelatihan kerja baru bisa mendapatkan bantuan tunai. Padahal, pada masa darurat seperti ini kelompok masyarakat yang miskin dan rentan miskin tidak bisa menunggu karena artinya mereka akan kelaparan,” kata Heri.
Ia mengusulkan agar para penerima KP diprioritaskan mendapatkan bantuan terlebih dulu setelah itu mengikuti pelatihan. Jenis pelatihan pun hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan di kala pandemi. Pelatihan tidak bisa lagi seperti pada waktu normal, yakni memasak, tata rias, dan tata busana. Semestinya, bidang-bidang yang terkait penghentian pandemi, seperti cara membuat alat pelindung diri, masker, dan cairan antiseptik yang dimasukkan ke dalam kurikulum pelatihan.
Heri mengusulkan agar para penerima Kartu Prakerja diprioritaskan untuk mendapatkan bantuan terlebih dulu setelah itu mengikuti pelatihan. Jenis pelatihan pun hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan di kala pandemi.
”Selesai pelatihan terkait kebutuhan di masa pandemi ini, pekerja akan lebih mudah mendapatkan penghasilan. Ketika pandemi selesai bisa diatur agar mereka memperoleh kemudahan untuk mendaftar pelatihan yang benar-benar sesuai minat dan bakat setiap individu,” katanya.
Pengalihan dana
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar mengatakan, pemberian bantuan sebelum mengikuti pelatihan dapat dilakukan melalui pengalihan dana pelatihan para penerima KP. Setiap pemegang KP berhak mendapatkan Rp 3,5 juta. Dari jumlah tersebut, Rp 1 juta digunakan untuk pelatihan.
Menurut Timboel, dana pelatihan bisa dipakai untuk membantu para pekerja, terutama yang sudah berkeluarga. Tidak adil apabila pekerja yang lajang dan yang telah berumah tangga diberi jumlah bantuan sama, sementara mereka memiliki tanggungan beban berbeda.
”Setelah itu barulah pekerja mengikuti pelatihan sehingga selama pelatihan mereka tidak perlu cemas keluarganya berisiko tidak makan,” ucap Timboel yang juga Koordinator Advokasi BPJS Watch.
Pemerintah bisa menyeleksi pekerja yang berhak memperoleh bantuan tersebut. Prioritaskan mereka yang dipecat tanpa pesangon, dengan sedikit pesangon seperti hanya Rp 1 juta hingga Rp 2 juta, atau dirumahkan tanpa menerima upah. Pekerja yang dipecat tetapi memiliki pesangon memadai bisa tidak dimasukkan ke kelompok prioritas karena masih memiliki tabungan.
Sebelumnya, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta Andri Yansyah mengatakan, pada masa pandemi Covid-19, pihaknya tetap mengupayakan perpanjangan dan perluasan KP. Adapun para pekerja yang tidak masuk ke dalam skema ini tercatat sebagai penerima bantuan sosial dari pemerintah pusat ataupun provinsi.