Celurit di Gerbang Tol Slipi Bukan Milik Begal, melainkan untuk Tawuran
Remaja pembawa celurit membuangnya ke area gardu Gerbang Tol Slipi 1 di Jakarta Barat setelah dihardik petugas tol. Ia rupanya bagian dari geng motor yang sebelumnya terlibat tawuran melawan geng lain.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Polisi melanjutkan perkara hukum dua dari tiga remaja yang ditangkap terkait kepemilikan celurit yang dilempar ke dekat gardu Gerbang Tol Slipi 1, Jakarta Barat. Petugas memastikan mereka saat itu bukan berniat membegal di gerbang tol, melainkan sedang melarikan diri dari warga yang memergoki mereka tawuran.
Kepala Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Barat Komisaris Besar Audie Latuheru dalam konferensi pers daring hari Rabu (29/4/2020), menyebutkan, peristiwa yang videonya viral di jagat maya tersebut sempat diberitakan sebagai upaya pencurian yang gagal dari begal sehingga celurit terpaksa dilempar. ”Kasus yang sebenarnya adalah adanya tawuran,” ucapnya.
Tiga remaja yang diamankan polisi merupakan anak di bawah umur dan berstatus pelajar. Audie mengatakan, mereka adalah MRP alias RVN (16), TF alias ADN (16), dan RAP alias RMY (16). Mereka tergabung dalam geng motor bernama Tanjung Duren 23.
Polisi menemukan barang bukti celurit pada Minggu (19/4/2020) di dekat gardu gerbang tol. Dalam keterangannya pada Selasa (21/4/2020), Kepala Sub-Direktorat Pembinaan dan Penegakan Hukum Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Fahri Siregar menuturkan, celurit ditemukan petugas Gerbang Tol Slipi 1 di lajur GSO.02 (lajur ke arah barat atau dari Kompleks Parlemen ke Taman Anggrek).
Menurut kesaksian petugas tol, terdapat dua orang berlari dari jalan arteri melompat ke area jalan tol. Salah satunya mengarah ke jalan layang Slipi, sedangkan lainnya ke arah belakang Gerbang Tol Slipi 1. Setelah diteriaki petugas, orang itu melemparkan celurit, lantas melompati pagar pembatas jalan, kemudian menyeberang ke arah permukiman penduduk. Petugas tol lalu melapor ke polisi di Pos Polisi Lalu Lintas Palmerah.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Barat Komisaris Teuku Arsya Khadafi menjelaskan, di hari kejadian pada dini hari, RAP menghubungi MRP untuk ikut tawuran dengan titik kumpul di Lapangan Jatibaru, Tanah Abang, Jakarta Pusat. MRP kemudian bersama TF mengambil sebilah celurit dan sepucuk airsoft gun di rumah MRP di Tanjung Duren, Jakarta Barat. Mereka lantas menjemput RAP di Karet, Tanah Abang, dan ketiganya mengendarai satu sepeda motor ke titik kumpul.
Setelah berjumpa dengan anggota geng lain, mereka berkonvoi ke Jalan KS Tubun, kemudian ke Jalan Tali di Palmerah. Di sana, mereka berjumpa geng motor Kota Bambu (Kobam). Tawuran pun pecah.
Warga yang mengetahui perkelahian dua geng ini menghalau mereka sehingga peserta tawuran bubar ke berbagai arah. MRP, TF, dan RAP kembali berkendara dengan satu motor untuk kabur dari kejaran warga. Saat di Slipi mengarah ke Grogol, mereka panik karena ditegur warga di sana. MRP yang mengemudi memutarbalikkan motor dan melawan arah menuju Palmerah. Saat itu, ia membawa serta airsoft gun, sedangkan celurit dibawa TF.
Setelah berjumpa dengan anggota geng lain, mereka berkonvoi ke Jalan KS Tubun, kemudian ke Jalan Tali di Palmerah. Di sana, mereka berjumpa geng motor Kota Bambu (Kobam). Tawuran pun pecah.
Adapun TF dan RAP turun dari motor dan lari ke area jalan tol. Dengan demikian, TF-lah yang membuang celurit saat dihardik petugas tol.
Audie menuturkan, Unit Reserse Mobil Satreskrim Polres Metro Jakarta Barat menangkap MRP, TF, dan RAP pada Selasa (28/4/2020) dini hari. Proses hukum dilanjutkan bagi MRP karena membawa airsoft gun serta bagi TF karena membawa dan membuang celurit. Adapun RAP sejauh ini baru berstatus saksi karena saat kejadian sama sekali tidak membawa senjata.
”Namun, tentunya kami terus mendalami lebih lanjut,” ujar Audi. Apalagi, berdasarkan kronologi kejadian, RAP berperan mengajak MRP ikut tawuran.
MRP dijerat dengan Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman sampai 20 tahun penjara. Sementara itu, TF terancam hukuman 10 tahun penjara berdasarkan Pasal 2 Ayat 1 UU yang sama.