Masa pandemi korona menjadi masa krisis bagi operasionalisasi PT MRT Jakarta. Supaya bisa bertahan, PT MRT Jakarta menyusun sejumlah skenario bisnis dan melakukan efisiensi. Karyawan tidak akan di-PHK.
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejak pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB saat pandemi Covid19, selama April ini MRT Jakarta mencatat jumlah penumpang harian kini hanya di angka 4.000-an penumpang dari saat normal yang mencapai 100.000 orang per hari. Untuk tetap bisa melayani penumpang, MRT Jakarta menyusun sejumlah skenario demi keberlangsungan operasionalisasi.
William P Sabandar, Direktur Utama PT MRT Jakarta, Rabu (29/4/2020), dalam acara Forum Jurnalis MRT Jakarta secara daring menjelaskan, selama masa krisis berlangsung, tepatnya sejak dimulainya pembatasan layanan mulai 16 Maret 2020, sampai hari ini MRT mencatat jumlah penumpang yang terus turun.
Apabila di saat normal jumlah penumpang per hari tembus di angka 100.000 orang, sejak pembatasan layanan, angka penumpang turun drastis, hingga hanya menyisakan 4.134 orang pada Selasa (28/4/2020).
Jumlah penumpang yang terus turun hingga 95 persen itu berkorelasi erat dengan pendapatan MRT Jakarta, khususnya dari penjualan tiket atau fare box. Dengan penumpang yang terus turun, apalagi dengan masa pandemi yang belum jelas kapan akan berakhir dan ditambah penerapan PSBB, sudah pasti pendapatan dari tiket akan turun.
Belum lagi pendapatan dari aspek di luar tiket atau non-fare box, seperti iklan dan sewa tempat, juga bisa menurun. Selain itu, juga besaran subsidi dari APBD juga pasti berkurang karena situasi.
Untuk mengantisipasi hal-hal itu di saat MRT Jakarta mesti bisa memberikan layanan prima, William melanjutkan, pihak perusahaan menyusun sejumlah skenario supaya perusahaan bisa bertahan. Mulai dari skenario moderat hingga terburuk, semua disiapkan, sembari melakukan efisiensi anggaran.
Dalam skenario moderat, pandemi diprediksi akan berlangsung tiga bulan sampai dengan Mei 2020. Dengan demikian, setelahnya, MRT bisa memacu untuk bisa bangkit lagi. Lalu, skenario berat, pandemi yang membuat adanya penerapan PSBB akan berlangsung lima bulan. Dengan demikian, pada Agustus 2020, MRT Jakarta baru bisa memulai upaya untuk bangkit.
Skenario terburuk yang disiapkan MRT Jakarta adalah virus korona masih mewabah di Jakarta selama sembilan bulan atau Maret-November 2020. Dengan demikian, MRT baru memulai bangkit (masa recovery) pada periode Desember 2020-Januari 2021. Dengan skenario ini, William memperkirakan kondisi perusahaan akan kembali stabil pada Maret 2021.
Di dalam masa krisis yang disusun dalam skenario menghadapi krisis itu, ujar William, karyawan MRT tetap menjadi prioritas dengan berbagai proteksi yang diberikan. ”Dengan demikian, tidak ada PHK. Akan tetapi, kami terus memberikan perlindungan kepada total 699 karyawan MRT Jakarta supaya saat krisis dan normal nanti bisa memberikan layanan prima,” kata William.
Selain itu, juga menyusun rencana bisnis yang berkelanjutan saat masa krisis. Untuk itu, yang menjadi langkah selanjutnya adalah upaya efisiensi. Di antaranya mengurangi anggaran pelatihan sumber daya manusia (SDM). Di samping itu, juga menghapus anggaran perjalanan dinas sehingga tidak ada perjalanan ke luar Jakarta dan luar negeri.
Di bidang operasional pun, efisiensi juga berlaku. William menjelaskan, MRT Jakarta membatalkan pembelian simulator pada 2020.
Simulator seharga Rp 100 miliar itu berfungsi sebagai tempat latihan para masinis sehingga tak perlu belajar ke luar negeri. ”Nilainya cukup signifikan,” ujar William.
Sebagai ganti simulator, MRT Jakarta akan menerapkan pelatihan internal menggunakan kereta eksisting. William menjelaskan, dalam kondisi PSBB, dengan jam operasi terbatas dari pukul 06.00 hingga pukul 18.00, jumlah kereta yang dioperasikan hanya tiga rangkaian, dari normalnya 14 rangkaian. Kereta-kereta yang tidak beroperasi itu bisa dipakai sebagai latihan bagi para masinis.
”Latihan kami lakukan saat window time atau saat sudah tidak ada operasional kereta, pada pukul 01.00 - 05.00,” kata William.
Syafrin Liputo, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, menjelaskan, penurunan penumpang di kereta MRT menunjukkan hal baik. Artinya, penerapan PSBB selama pandemi Covid-19 dalam layanan angkutan umum MRT Jakarta berjalan baik.
”Intinya layanan angkutan umum tidak dihilangkan, tetapi dibatasi pelayanannya selama pandemi dan PSBB. Ini untuk memutus persebaran virus korona,” kata Syafrin.