Akankah Muncul Dispensasi dalam Regulasi Turunan Larangan Mudik?
Virus itu enggak pilih-pilih. Virus itu enggak ngerti ekonomi, enggak ngerti mendesak atau tidak mendesak, enggak ngerti beda mudik atau pulang kampung.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
Kementerian Perhubungan mendapat masukan dari Kementerian Koordinator Perekonomian. Salah satu masukan itu adalah perlunya Kementerian Perhubungan mengakomodasi kebutuhan penting dan mendesak masyarakat dalam aturan turunan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Musim Mudik Idul Fitri 1441 H dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Akankah muncul dispensasi bagi masyarakat yang memiliki kebutuhan penting dan mendesak itu? Pastinya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tetap akan menerbitkan aturan turunan itu. Di sisi lain, Kemenhub tetap menjamin tidak akan mengubah larangan mudik.
Juru bicara Kemenhub, Adita Irawati, mengatakan, Kemenhub tetap tegas melarang mudik untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. Tidak akan ada perubahan kebijakan itu.
”Yang tengah kami lakukan adalah menyusun surat edaran direktur jenderal perhubungan darat, laut, udara, dan perkeretaapian sebagai aturan turunan dari Permenhub No 25/2020,” ujarnya saat dihubungi Kompas di Jakarta, Jumat (1/5/2020).
Menurut Adita, penyusunan surat edaran sebagai aturan turunan dari Permenhub No 25/2020 itu merupakan tindak lanjut usulan dari Kementerian Koordinator Perekonomian. Kementerian tersebut mengusulkan agar Kemenhub mengakomodasi juga kebutuhan yang penting dan mendesak bagi masyarakat agar perekonomian tetap dapat berjalan baik.
Salah satunya adalah menyediakan transportasi penumpang secara terbatas dengan tetap memenuhi protokol kesehatan. Oleh karena itu, surat edaran dirjen tersebut nantinya akan mengatur kegiatan penyediaan transportasi darat, laut, udara, dan kereta api untuk bepergian masyarakat dengan kebutuhan penting dan mendesak.
”Contohnya antara lain kondisi dukacita karena keluarga inti meninggal di kota lain, petugas sektor kesehatan atau sektor strategis lain yang harus datang ke kota lain, serta murid-murid sekolah asrama yang sekolahnya ditutup dan harus pulang ke kota lain,” katanya.
Contohnya antara lain kondisi dukacita karena keluarga inti meninggal di kota lain, petugas sektor kesehatan atau sektor strategis lain yang harus datang ke kota lain, serta murid-murid sekolah asrama yang sekolahnya ditutup dan harus pulang ke kota lain.
Dalam kondisi tersebut, lanjut Adita, mereka harus memenuhi sejumlah syarat, seperti harus lulus tes kesehatan dari instansi yang bertanggung jawab terhadap penanganan Covid-19 dan ada surat keterangan dari lembaganya. Apabila hal itu diizinkan, aktivitas itu tetap harus dilaksanakan sesuai tata cara penjagaan jarak fisik yang sudah diatur dalam Permenhub No 18/2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.
”Semuanya itu masih dalam finalisasi. Kemenhub sedang mematangkan kriteria kebutuhan penting dan mendesak masyarakat itu dengan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19,” ujarnya.
Adita menambahkan, sebelum surat edaran tersebut diterbitkan, aturan yang berlaku terkait larangan penggunaan sarana transportasi masih seperti yang berlangsung saat ini. Larangan itu mencakup semua moda transportasi yang mengangkut penumpang keluar dan masuk wilayah pembatasan sosial berskala besar (PSBB), zona merah, dan aglomerasi yang sudah PSBB. Adapun transportasi untuk logistik dan angkutan barang tetap berjalan seperti biasa.
Virus enggak pilih-pilih
Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Harya Setyaka Dillon menuturkan, jangan sampai aturan turunan Permenhub No 25/2020 yang dibuat nanti memperluas pengecualian pelarangan yang telah diatur Permenhub No 25/2020. Pasalnya, pengendalian di sisi konektivitas dan transportasi saat ini sangat dibutuhkan untuk mencegah penyebaran Covid-19.
”Virus itu enggak pilih-pilih. Virus itu enggak ngerti ekonomi, enggak ngerti mendesak atau tidak mendesak, enggak ngerti beda mudik atau pulang kampung,” katanya.
Virus itu enggak pilih-pilih. Virus itu enggak ngerti ekonomi, enggak ngerti mendesak atau tidak mendesak, enggak ngerti beda mudik atau pulang kampung.
Menurut Harya, Permenhub No 25/2020 sudah menunjukkan pemahaman mengenai pola penyebaran Covid-19, yakni melalui manusia, dan upaya-upaya mengantisipasi penyebarannya di bidang transportasi. Pengecualian pun sudah cukup dijelaskan dalam peraturan tersebut.
”Jadi, aturan turunan Permenhub No 25/2020 seharusnya tidak boleh memperluas pengecualian yang sudah diberikan Permenhub No 25/2020,” ujarnya.
Untuk itu, lanjutnya, di tengah pandemi saat ini, tidak ada hal yang lebih mendesak dibandingkan mencegah penyebaran Covid-19. ”Untuk konteks saat ini, dengan jumlah korban yang dimakamkan dengan prosedur penganganan Covid-19 sudah di atas 2.000 jiwa, saya kira tidak ada yang lebih mendesak dibandingkan menyelamatkan nyawa manusia,” pungkasnya.