Perpres No 60 Tahun 2020 Belum Responsif terhadap Pandemi
Adanya pandemi Covid-19 seharusnya direspons pemerintah dalam penyusunan aturan tata ruang. Pengamat menilai, Perpres No 60 Tahun 2020 belum merespons pandemi dan masih normatif saja.
Oleh
helena f nababan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur dinilai tidak responsif terhadap kondisi terkini yang dihadapi Jabodetabekpunjur, yaitu pandemi Covid-19.
Setiap pemerintah daerah yang masuk kawasan Jabodetabekpunjur bersama anggota dewan bisa meminta pemerintah pusat untuk meninjau ulang perpres tersebut supaya lebih mengakomodasi situasi pandemi untuk menjadi perencanaan pembangunan ke depan.
Nirwono Joga, pengamat tata kota, Kamis (14/5/2020), menjelaskan, dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini, meski perpres diterbitkan saat pandemi, ia melihat Perpres No 60/2020 malah tidak merespons situasi hari ini dalam pengaturan tata ruang perkotaannya.
Padahal, ujar Nirwono, seperti yang dikatakan pemerintah sendiri, baik pusat maupun daerah, mulai saat ini semua pihak harus beradaptasi dengan adanya Covid-19. Artinya, rencana tata kota ke depan itu pun harus sesuai dengan protokol untuk menghentikan penyebaran Covid-19.
Dengan kebijakan bekerja dari rumah, lanjut Nirwono, saat ini sebagian besar masyarakat patuh tinggal dan bekerja dari rumah. Dengan warga yang lebih banyak beraktivitas dari rumah, proyek-proyek besar seperti jalan tol, pembangunan jalan, dan transportasi massal harusnya dievaluasi kembali. Demikian juga rencana pembangunan pusat perbelanjaan baru hingga reklamasi.
Memasukkan pandemi dalam perencanaan tata ruang kota, khususnya di Jakarta, bisa dilakukan dengan mengalihkan proyek-proyek besar tersebut. Proyek besar yang bisa dikerjakan, misalnya, dialihkan menjadi proyek memperkuat pembangunan jaringan listrik hingga digital atau internet. Dengan begitu, cara atau budaya baru berkegiatan dari rumah, berkegiatan sesuai protokol kesehatan, bisa mendukung.
Kemudian, mengacu pada protokol Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kampung padat di perkotaan ditata untuk bisa memenuhi protokol kesehatan. ”Bagaimana penataan kampung padat bisa membuat warga menjaga jarak, tetap bisa menerapkan protokol kesehatan,” ucap Nirwono.
Adanya penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan pandemi harusnya menjadi momentum bagi pemerintah untuk memasukkan situasi terkini dalam aturan-aturan, termasuk perpres tata ruang itu.
”Yang saya lihat, perpresnya masih normatif, masih memuat cara-cara menata kota dengan cara lama. Kalau pemerintah daerah cermat membaca perpres itu, pemerintah daerah bersama dewan bisa meminta supaya perpres itu ditinjau ulang,” ujar Nirwono.
Secara terpisah, Pantas Nainggolan, anggota Komisi D Bidang Pembangunan DPRD DKI Jakarta, menjelaskan, dengan adanya pandemi Covid-19, pembahasan tata ruang perlu juga memikirkan adanya kejadian pandemi hari ini.
”Kita bisa membandingkan situasinya dengan tsunami di Aceh. Salah satu penyebab kenapa korban bisa banyak karena salah satunya berhubungan dengan penataan tata ruang kota. Penataan tidak memperhatikan hal itu. Tata ruang kita harusnya lebih visioner dan memprediksi yang belum terjadi atau merespons yang sudah terjadi,” tutur Nainggolan, yang juga anggota Fraksi PDI-P itu.
Terkait dengan Perpres No 60/2020, karena itu merupakan produk hukum tinggi sesuai hierarki tata aturan, DPRD DKI tidak bisa serta-merta mengevaluasi. DPRD DKI akan memberikan masukan, usulan, serta evaluasi melalui fraksi, melalui partai yang ada di DPR.
”Kami nanti akan memberi masukan dan usulannya untuk peninjauan perpres melalui fraksi di DPR karena itu perpres,” kata Nainggolan.