Waktunya Memakai Pendekatan Spasial untuk Mencegah Pandemi
Peta penyebaran Covid-19 telah dikeluarkan, salah satunya oleh lembaga Centropolis. Saatnya penanganan penyebaran virus korona baru ini berbasis spasial, tidak dipukul rata di semua wilayah.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
Penyebaran Covid-19 akibat virus korona baru kini kebih banyak terjadi di wilayah pusat kota DKI Jakarta. Berbeda dengan kasus-kasus awal yang terjadi di wilayah pinggiran, nyaris perbatasan dengan kota-kota lain. Oleh sebab itu, kini dibutuhkan penanganan yang spasial, bukan seragam.
Hal ini terungkap dalam laporan Center for Metropolitan Studies (Centropolis), sebuah program perencanaan kota dan real estat di bawah Universitas Tarumanagara (Untar). Laporan yang berjudul ”Pergeseran Episentrum, Eskalasi Kasus, dan Kerawanan Permukiman Padat” ini menganalisis pola penyebaran ruang Covid-19 di Jakarta dalam periode 12 April hingga 12 Mei 2020.
”Kasus-kasus perdana Covid-19 umumnya masih di wilayah pinggiran, seperti Jakarta Selatan yang berbatasan dengan Depok. Akan tetapi, sejak PSBB (pembatasan sosial berskala besar) diresmikan pada tanggal 10 April, terjadi pergeseran dengan meningkatnya angka di kelurahan-kelurahan yang terletak di pusat kota,” tutur ahli perkotaan yang juga salah satu anggota tim peneliti di Centropolis Untar, Suryono Herlambang, ketika dihubungi di Jakarta, Sabtu (16/5/2020).
Berdasarkan data per 12 Mei 2020, lima kelurahan dengan kasus terbanyak adalah Petamburan dengan 117 kasus, Sunter Agung 95 kasus, Kebon Kacang 81 kasus, Pademangan Barat 78 kasus, dan Kelapa Gading Barat 50 kasus. Umumnya terjadi lonjakan kasus sejak tanggal 18 April, yaitu delapan hari sejak PSBB dicanangkan.
Sejak PSBB (pembatasan sosial berskala besar) diresmikan pada tanggal 10 April, terjadi pergeseran dengan meningkatnya angka di kelurahan-kelurahan yang terletak di pusat kota.
”Para peneliti terkendala akses ke lapangan untuk menyelidiki penyebab lonjakan dan klusterisasi baru penyebaran ini. Namun, semestinya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengetahui alasan terjadinya lonjakan di kelima kelurahan tersebut,” kata Suryono.
Ia mengapresiasi Pemprov DKI Jakarta yang rutin memberi tahu masyarakat perkembangan harian kasus Covid-19. Selain rutinitas itu, akan lebih baik apabila disertai informasi penyebaran kluster serta titik-titik kelurahan yang memiliki lonjakan kasus atau jumlah kasus di atas 50.
Keterbukaan data sangat penting untuk memetakan pergerakan penularan virus korona baru. Dari peta itu bisa direncanakan pendekatan spasial untuk setiap kelurahan hingga ke tingkat rukun warga (RW). Suryono menjabarkan, kelurahan yang masuk ke dalam 20 besar kasus terbanyak hendaknya tidak diberi arahan yang seragam, tetapi ada spesifikasi sesuai kondisi masing-masing.
”Salah satu alternatif ialah melakukan karantina per RW dengan jumlah kasus terbanyak. Bisa pula karantina kelurahan. Melalui peta penularan, setiap kecamatan, kelurahan, dan RW bisa menyiapkan diri,” paparnya.
Pemberian bantuan sosial dan tes kesehatan adalah tindakan kuratif. Pendekatan spasial berbasis peta itu adalah tindakan preventif. Saat ini, PSBB dilakukan dengan mengandalkan kesadaran individu masyarakat. Hal ini tidak cukup jika melihat fakta lapangan. Harus ada langkah khusus untuk daerah-daerah yang rawan.
Suryono menjelaskan, pemerintah harus melihat jika di kelurahan-kelurahan dengan kasus yang tinggi ternyata memiliki pasar tradisional atau tempat-tempat berkumpul lainnya. PSBB akan kian optimal apabila Pemprov DKI bisa membuat arahan tindakan berdasarkan tingkatan status siaga.
”Mirip dengan penanganan banjir. Kelurahan yang status Covid-19 siaga satu tentu harus berbeda penanganannya dengan yang berstatus siaga dua, apalagi siaga tiga,” ucapnya.
Salah satu alternatif ialah melakukan karantina per RW dengan jumlah kasus terbanyak. Bisa pula karantina kelurahan. Melalui peta penularan, setiap kecamatan, kelurahan, dan RW bisa menyiapkan diri.
Surat izin
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada hari Jumat meluncurkan Peraturan Gubernur Nomor 47 Tahun 2020 yang memperketat pergerakan keluar masuk Jakarta selama masa PSBB. Orang-orang yang bekerja di sebelas sektor pengecualian, seperti logistik, pemerintahan, telekomunikasi, dan kesehatan tetap boleh melakukan pergerakan dengan syarat memiliki surat izin.
Surat ini tidak hanya yang dikeluarkan oleh kantor tempat invididu tersebut bekerja, tetapi harus diurus melalui situs Corona.jakarta.go.id. Surat keterangan dari kantor masing-masing berfungsi sebagai lampiran untuk mendapatkan izin bergerak dari Pemprov Jakarta.
”Kami hanya mengeluarkan izin bagi mereka yang terbukti bekerja di sebelas sektor itu. Di surat izin akan ada kode QR yang bisa dipindai oleh aparat penegak hukum untuk membuktikan keabsahan surat itu,” kata Anies menegaskan.
Pada kesempatan berbeda, Ketua Kamar Dagang dan Industri DKI Jakarta periode 2019-2024 Diana Dewi mengemukakan, pihaknya memang mengusulkan kepada Pemprov Jakarta agar menjadikan surat izin sebagai syarat pergerakan. Hal ini karena banyak pekerja di 11 sektor strategis itu berdomisili di luar Jakarta.
Namun, ia tidak menyetujui jika setiap pekerja harus mengurus izin dari Pemprov Jakarta. Semestinya bekal surat keterangan dari kantor masing-masing sudah cukup. Justru, di surat keterangan kantor itu ditegaskan bahwa perusahaan yang bersangkutan memang diizinkan beroperasi di masa PSBB oleh pemerintah.
Menurut Diana, jika izin untuk individu tetap harus dari pemerintah malah akan memperlambat birokrasi. Apalagi, perusahaan banyak khawatir proses perizinan tersebut berisiko disalahgunakan oleh oknum.