Tumbuhnya Solidaritas
Pandemi Covid-19 menggerakkan kesadaran warga Indonesia. Mereka aktif menggalang bantuan penanganan pandemi dengan berderma kepada warga yang membutuhkan.
Pandemi Covid-19 menggerakkan kesadaran warga Indonesia. Mereka aktif menggalang bantuan penanganan pandemi dengan berderma kepada warga yang membutuhkan.
JAKARTA, KOMPAS — Solidaritas sosial warga di tengah pandemi Covid-19 terus bertumbuh. Warga tergerak saling membantu sesama yang terdampak dan berada di garis depan penanganan virus korona jenis baru. Fenomena ini semakin membuktikan bahwa kedermawanan warga semakin teruji.
Penggalangan dana dari lembaga berbadan hukum ataupun perseorangan tumbuh subur. Meski penanganan pandemi masih dianggap belum sempurna, fenomena ini diapresiasi berbagai kalangan, baik dari dalam maupun luar negeri. Negara, dalam konteks ini, tidak bisa berjalan sendiri. Modal sosial masyarakat yang sudah terbentuk sejak lama ini harus dikoordinasikan dengan baik.
”Inisiatif mereka harus dikoordinasikan dan tidak dibiarkan bergerak sendiri supaya gerakan solidaritas ini bisa lebih sistematis,” kata sosiolog Universitas Indonesia, Imam B Prasodjo, Minggu (17/5/2020). Imam menjelaskan, di hampir setiap bencana, mulai dari bencana kasatmata, seperti gempa dan tsunami, hingga pandemi Covid-19, solidaritas sosial bangsa menguat. Warga atau komunitas dan lembaga bergerak menggalang bantuan.
Baca juga: Berbagi Sebungkus Nasi Melewati Pandemi
Tumbuhnya solidaritas di Indonesia ini sejalan dengan catatan 2018 bahwa untuk pertama kali Indonesia dianggap sebagai negara paling dermawan di dunia oleh Charities Aid Foundation melalui World Giving Index 2018. Skor kedermawanan Indonesia 59 persen, diukur dari pertolongan kepada orang asing yang membutuhkan, mendonasikan uang, dan kesediaan menjadi sukarelawan.
Skor Indonesia tidak banyak berubah dibandingkan dengan 2017 saat berada di posisi kedua setelah Myanmar. Dalam hal menolong orang asing yang membutuhkan (46 persen), meskipun tidak termasuk dalam sepuluh urutan teratas, Indonesia meraih skor lebih tinggi dibandingkan dengan Myanmar (40 persen).
Untuk hal berdonasi, Indonesia berada di posisi kedua dengan skor 78 persen. Legatum Prosperity Index pada 2019 memosisikan Indonesia di posisi kelima dari 167 negara dalam kategori modal sosial. Kategori ini mengukur kemampuan personal dan hubungan sosial, nilai-nilai sosial, dan partisipasi masyarakat sebagai warga negara.
Sejak pandemi Covid-19, bantuan dari rakyat dan untuk rakyat tidak hentinya mengalir. Situs penggalangan dana dalam jaringan, Kitabisa.com, mencatat, penggalangan dana untuk membantu penanganan Covid-19 terkumpul lebih dari Rp 140 miliar dari sekitar 2 juta donasi. Pendiri Kitabisa.com, Al Fatih Timur, mengatakan, penyaluran dana yang sudah digunakan mencapai 80 persen dari berbagai kampanye yang dilakukan.
Sebagai contoh, kampanye #BersamaLawanCorona yang diadakan Kitabisa.com mampu mengumpulkan dana lebih dari Rp 28 miliar dari sekitar 269.000 donatur. Dari dana tersebut, pada 16 Maret-14 Mei 2020, beberapa jenis bantuan yang sudah disalurkan ke sejumlah rumah sakit dan puskesmas di antaranya masker (116.671 buah), alat pelindung diri (38.872 pasang), pelindung wajah (2.584 buah), nurse cap (2.250 buah), kacamata medis (10.340 buah), sarung tangan medis (252.920 pasang), serta alas kaki medis (9.686 pasang).
Kondisi ini, kata Fatih, menunjukkan modal sosial masyarakat sudah terbentuk karena sudah biasa berbagi dan saling membantu. Kitabisa.com juga menjadi saksi langsung dari jutaan kebaikan masyarakat. ”Otot solidaritas kita sudah terbentuk karena sudah terlatih. Namun, seolah apa yang kita lakukan ini seperti menggarami lautan, seperti tidak akan cukup. Karena itu, gotong royong perlu terus dilakukan,” ujarnya.
Modal sosial masyarakat sudah terbentuk karena sudah biasa berbagi dan saling membantu.
Di luar lembaga itu, di Kalimantan Barat, warga yang tergabung dalam Pasukan Amal Sholeh (Paskas) Baitulmaal Munzalan Indonesia mengantar bingkisan hari raya hingga ke pedalaman, melintasi jalan berlumpur selama belasan jam. Paskas Baitulmaal Munzalan Indonesia Kabupaten Sintang melintasi banyak jalan yang tidak mudah dilalui.
”Terkadang jalur yang dilintasi berupa jalan setapak. Dengan kondisi seperti itu, (pengantar paket) hanya bisa menggunakan sepeda motor. Paket bingkisan hari raya dipangku rekan di belakang. Ada delapan hingga 10 paket yang dibawa,” kata pembina Baitulmaal Munzalan Indonesia Kabupaten Sintang, Uray Bilchairi Jakti.
Tak hanya melintasi jalan setapak, mereka juga melintasi jembatan kecil dan jalan berlumpur. Meskipun demikian, seberat apa pun jalan, mereka tetap tempuh. Dengan adanya bingkisan hari raya tersebut, diharapkan setidaknya ada kebahagiaan yang dirasakan masyarakat yang tidak mampu.
Baca juga: Pelindung Wajah dari Ibu-ibu Komunitas
Di Ibu Kota, solidaritas sesama muncul dari banyak kalangan. Salah satunya Azka Putri (27), pegawai perusahaan swasta. Dia tergerak berdonasi kebutuhan bahan pokok bersama sejumlah temannya di Jakarta Timur dan Bekasi, Jawa Barat. ”Di dekat rumah saya ada sebagian warga yang terkena PHK dan membutuhkan bantuan,” katanya.
Fenomena ini diakui dalam artikel The Diplomat berjudul ”Indonesia and Covid-19: What the World Is Missing” yang terbit pada 24 April 2020. Meskipun pada awal artikel dilaporkan Pemerintah Indonesia gagap mengantisipasi Covid-19, kemudian disadari ada sesuatu yang terlewatkan. Shane Preuss, penulis artikel ini, menilai, Indonesia tidak sendiri. Pemerintah di seluruh dunia, termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), juga salah memprediksi ancaman terjadinya pandemi pada awalnya.
Hal yang terlewatkan, kata Preuss, ialah inisiatif rakyat Indonesia yang bersama-sama memerangi Covid-19. ”Rakyat Indonesia memiliki keyakinan bersama dan rasa tanggung jawab untuk menghadapi Covid-19. Itu sesuatu yang harus dicermati,” tulisnya.
Sukarelawan data
Selain berupa donasi, aksi solidaritas sosial juga bisa dilakukan dengan memberikan informasi keadaan sekitar terkait Covid-19 yang akan menjadi data akurat. Upaya untuk memberikan transparansi data terkait Covid-19 kini sedang dikerjakan oleh LaporCovid19.
Baca juga: Bertahan Lawan Covid-19 dari Dapur Penuh Cinta
Sejalan dengan penggalangan dana, kini masih perlu banyak sukarelawan data untuk membantu mencarikan data valid terkait Covid-19. Data kemudian digunakan untuk melengkapi data pemerintah agar pemerintah dapat mengambil kebijakan yang tepat.
”Saat ini baru 345 dari 514 kabupaten kota di Indonesia yang sudah ada sukarelawan data. Kami masih membutuhkan sukarelawan data untuk membantu memperbarui data harian seputar Covid-19,” ujar Irma Hidayana, salah satu inisiator platform LaporCovid-19.
Masyarakat secara umum pun, kata Irma, dapat berperan serta dengan memberikan laporan keadaan sekitar, mulai dari laporan keramaian, laporan keluhan dari pelayanan dan penanganan Covid-19, hingga laporan keluhan tes. Dari data yang sudah dihimpun, LaporCovid19 menemukan data pelaporan kematian yang tidak lengkap karena tidak menyertakan kematian orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP).
Dengan begitu, selisih kematian antara ODP dan PDP dengan positif Covid-19 di 24 provinsi 3,5 kali lipat. Sebagai contoh, jika ada 100 orang meninggal karena positif Covid-19, seharusnya ada sekitar 350 orang yang meninggal, termasuk mereka yang berstatus PDP dan ODP. Artinya, data sangat penting untuk memberikan gambaran utuh dari dampak Covid-19.
Melihat fenomena ini, cendekiawan Muslim, Azyumardi Azra, menilai, Indonesia beruntung memiliki tradisi filantropi yang kuat. Beragam bentuk saling membantu (ta’awun), gotong royong, dan solidaritas menjadi bagian integral kehidupan warga Indonesia dari masa ke masa. Para filantrop Indonesia, seperti diungkapkan Azyumardi, memberikan bantuan medis, menyediakan kebutuhan pokok, dan dana tunai bagi warga yang kehilangan pendapatan.
(DIV/FAI/ IKI/CHE/RTG)