Kombinasi bekerja dari kantor dan bekerja dari rumah meminimalkan risiko paparan virus sehingga pekerja tetap produktif di tengah ketidakpastian pandemi Covid-19. Namun, ini tidak mudah diterapkan.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pekerja membutuhkan fleksibilitas pola kerja untuk meminimalkan risiko paparan virus sekaligus tetap produktif. Salah satunya kombinasi bekerja dari kantor dan bekerja dari rumah.
Pelonggaran aktivitas perkantoran membuat pekerja kembali beraktivitas seperti biasa. Alhasil acap kali mereka berada dalam kepadatan penumpang di halte dan stasiun.
Kekhawatiran kembali bekerja seperti biasa dialami Tasya (26). Pekerja swasta yang berkantor di Jakarta Selatan itu waswas berinteraksi dengan banyak orang karena ketidakpastian penanganan pandemi Covid-19. ”Belum siap kerja seperti biasa, kan, kasus harian masih bertambah terus,” ujar Tasya, Selasa (16/6/2020).
Selama pembatasan sosial berskala besar, ia hanya bekerja dari rumah. Praktis selama dua bulan jarang ada interaksi langsung dengan rekan kerja ataupun klien, kecuali untuk hal-hal bersifat penting atau mendesak.
Situasi itu membuat perusahaannya menyesuaikan pola kerja karyawan dengan ketentuan protokol kesehatan. Untuk mencapai hanya 50 persen aktivitas kantor, karyawan dibagi dua hari bekerja dari kantor dan dua hari bekerja dari rumah.
Waktu masuk kerja juga digeser dari pukul 08.00 ke pukul 09.00. Tujuannya agar karyawan dapat menghindari kepadatan di angkutan umum dan menggunakan alternatif lain ke kantor. ”Sejauh ini baru itu saja penyesuaiannya, tetapi kekhawatiran berkurang,” ucapnya.
Fleksibilitas pola kerja juga didapatkan Putri (26). Pekerja swasta yang berkantor di Jakarta Pusat itu bekerja dari kantor dan bekerja dari rumah secara bergantian selang sehari. ”Hari ini di kantor, esok dari rumah. Aktivitas kantor berkurang, jadi bisa jaga jarak,” ujarnya.
Sebelumnya ia mengaku waswas harus kembali bekerja seperti biasa karena pandemi Covid-19 belum melandai. Apalagi pekerjaannya mengharuskan bertemu dengan klien berbeda. ”Itu, kan, rentan saat sekarang,” ujarnya.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal, Senin (15/6/2020), meminta agar pengaturan jam kerja bagi pekerja swasta menggunakan format libur secara bergilir. Seperti yang saat ini sedang berjalan, separuh pekerja bekerja di rumah, separuhnya di kantor.
”Sebaiknya untuk perusahaan swasta diliburkan secara bergilir dengan tetap mendapatkan upah penuh. Misalnya minggu pertama sif satu masuk dan sif dua libur. Minggu selanjutnya sebaliknya,” kata Iqbal.
Dengan masuk secara bergilir, ekonomi akan tetap bergerak karena perusahaan bisa tetap berproduksi. Di sisi lain, pembatasan fisik tetap bisa diterapkan karena pekerja yang datang ke tempat kerja hanya setengahnya.
Menurut Iqbal, libur bergiliran tidak hanya mengurangi kepadatan angkutan umum saat berangkat atau pulang kerja, tetapi juga saat di tempat kerja, seperti saat di dalam pabrik, di kantin, dan di tempat istirahat.
Dengan kata lain, pembatasan fisik harus dilakukan tidak hanya saat berangkat atau pulang kerja, tetapi juga saat berada di dalam perusahaan atau tempat kerja. ”Tujuan libur bergilir ini sebagai salah satu upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19 yang sampai saat ini kita belum mengetahui akan sampai kapan ditemukan vaksinnya,” ucapnya.
Pemprov DKI Jakarta mengubah aturan jadwal sif kerja pegawai perkantoran mulai Senin (15/6/2020), dari semula berjeda dua jam menjadi tiga jam untuk mengurangi kepadatan. Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta Andri Yansyah mengatakan, dengan adanya perubahan tersebut, waktu jeda menjadi tiga jam dari dari pukul 07.00-16.00 pada sif pertama dan pukul 10.00-19.00 pada sif kedua. ”Perubahan jam kerja perkantoran ini untuk menghindari kepadatan lalu lintas di jalan raya dan di angkutan umum,” ujar Andri.