Untuk memantau pergerakan warga, Pemkot Bogor menguatkan mitigasi infeksi dengan menerjunkan langsung tim surveilans yang sebelumnya terpusat di dinas kesehatan.
Oleh
AGUIDO ADRI
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Pemerintah Kota Bogor memperkuat tim surveilans di tingkat kelurahan dan memperkuat peran RW siaga dalam pemantauan pergerakan warga. Tidak hanya itu, penguatan per wilayah di Kota Bogor menjadi strategi untuk memantau jumlah kasus Covid-19.
Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, untuk memantau pergerakan warga, Pemkot Bogor menguatkan mitigasi infeksi dengan menerjunkan langsung tim surveilans yang sebelumnya terpusat di dinas kesehatan. Tim ini akan mengumpulkan, mengolah, menganalisis, hingga membantu memantau kondisi di kelurahan.
”Setiap kelurahan ada tim surveilans. Kami fokus penguatan di wilayah langsung, orang per orang. Jadi jika ada kasus positif akan langsung tertangani. Oleh karena itu, ini jadi strategi penguatan pemantauan di wilayah. Kita tidak fokus pada SKIM,” kata Bima, saat dihubungi, Rabu (17/6/2020).
Selain itu, lanjut Bima, ada mekanisme RW siaga untuk memantau pergerakan warga dan orang luar yang masuk ke Kota Bogor. RW siaga ini pula yang memonitor secara cepat dan langsung mengambil tindakan untuk memberlakukan tindakan isolasi mandiri selama 14 hari.
”RW Siaga menjadi penangkal. Jadi, kami akan anggarkan lebih untuk mengintensifkan RW Siaga. Kami juga merekrut sukarelawan di setiap kelurahan untuk menguatkan tim RW Siaga dan tim surveilans. Selain kami meningkat tes cepat dan tes usap,” kata Bima.
Tak hanya itu, kata Bima, Pemkot Bogor juga saat ini sudah berinovasi dengan mengembangkan aplikasi digital untuk memonitor perkembangan kasus Covid-19. Bima menjelaskan, mereka membuat peta digital yang bisa diakses di laman www.covid19.kotabogor.go.id.
”Warga bisa melihat jumlah sebaran wilayah kasus hingga orang yang terpapar. Dari peta digital covid-19, kita bisa memperhatikan perkembangan status per hari. Pergerakan status akan terpantau. Peta digital juga menjadi rujukan untuk RW Siaga dan tim surveilans,” kata Bima yang tetap mengingatkan warga untuk selalu patuh dan menjalankan protokol kesehatan.
Sementara itu, terkait Surat Edaran (SE) Nomor 8 Tahun 2020 yang dikeluarkan Gugus Tugas Nasional Percepatan Penanganan Covid-19 tentang Pengaturan Jam Kerja, Pemkot Bogor tidak akan menerapkan kebijakan tersebut.
”Kalau sif itu, lebih targetnya di Jakarta. Kalau di Bogor, kan, tidak terjadi penumpukan pengguna transportasi karena menumpuknya yang mau ke Jakarta. Kalau arus yang mau ke Bogor, tidak ada masalah saya kira. Di stasiun Jakarta tidak ada penumpukan arus pagi-pagi ke Bogor,” ujar Bima.
Surat edaran dari gugus tugas itu lebih kepada warga Bogor yang kerja di Jakarta. Namun, untuk aparatur sipil negara yang hamil dan berusia di atas 50 tahun, berlaku aturan sesuai Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentang bekerja dari rumah dan pengaturan jadwal piket.
Dalam keterangan tertulisnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo menjelaskan, sistem kerja ASN akan bersifat fleksibel disesuaikan dengan status pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di daerah masing-masing.
”Kami mengikuti apakah PSBB sudah diberhentikan atau belum. Kalau transisi, separuh kerja. Begitu daerah kembali (diberlakukan) PSBB, surat kami sifatnya fleksibel,” kata Tjahjo.
Menurut dia, jika suatu wilayah menerapkan PSBB secara penuh, instansi pemerintah juga diminta melaksanakan penugasan dari rumah.
Pada masa transisi ini, lanjut Tjahjo, kantor pemerintah bisa menerapkan work from office (WFO) dengan maksimal 50 persen kehadiran pegawai dalam satu kantor. Setiap ASN yang bekerja di kantor wajib menggunakan masker dalam menjalani sistem kerja baru.