Jumlah RW zona merah selama masa pembatasan sosial berskala lokal RW di Kota Tangerang berkurang. Namun, pemerintah setempat tingkatkan kewaspadaan jika ada lonjakan kasus.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA/Helena F Nababan
·5 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Di tengah pelonggaran pembatasan sosial berskala besar dan menggantikannya dengan pembatasan sosial berskala lokal di wilayah rukun warga atau PSBL RW, terjadi penurunan jumlah RW yang masuk zona merah.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Tangerang Liza Puspadewi, Senin (29/6/2020), mengatakan, saat pertama kali PSBL RW diberlakukan pada 15 Juni, ada 22 RW yang masuk zona merah. Sekarang, tersisa 11 RW merah. PSBL RW sejauh ini, menurut Liza, efektif menekan penyebaran Covid-19 meski belum optimal.
”Tapi jumlah RW yang masuk zona merah itu dinamis tiap hari. Salah satu indikatornya adalah angka orang sakit. Penyebab angka kesakitan salah satunya adalah ketaatan masyarakat terhadap protokol kesehatan,” kata Liza.
Apabila masyarakat tidak mematuhi protokol kesehatan seperti menjaga jarak aman, rajin mencuci tangan, dan mengenakan masker, penularan virus korona jenis baru (SARS-CoV-2) penyebab Covid-19 akan makin tinggi. Pada saat itu pula, jumlah RW yang masuk zona merah bisa kembali meningkat.
Di RW-RW yang masuk zona merah, warganya wajib mengurus surat izin keluar masuk kepada ketua RW. Selain itu, penerapan protokol kesehatan serta tes usap tenggorokan menggunakan metode reaksi berantai polimerase (PCR) lebih diperbanyak.
Liza menjelaskan, hingga 28 Juni, sudah ada pemeriksaan 6.833 spesimen di Kota Tangerang. Kapasitas tes per hari 100 spesimen. Sebanyak 40 spesimen bisa diuji di Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) dan sisanya di Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Hasil tes di Labkesda bisa keluar dalam satu hari.
Kendati jumlah RW yang masuk zona merah berkurang, Liza mengaku tetap mempersiapkan dan menyiagakan puskesmas-puskesmas di Kota Tangerang untuk menghadapi potensi lonjakan kasus baru. Alat pelindung diri tenaga kesehatan serta alat untuk melaksanakan tes cepat ditambah.
Penguatan puskesmas
Penguatan puskesmas penting untuk mengantisipasi lonjakan kasus di masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi. Sebelumnya, Gubernur Banten Wahidin Halim memutuskan untuk memperpanjang PSBB di Tangerang Raya mulai 29 Juni hingga 12 Juli 2020. PSBB perpanjangan tahap kelima ini diikuti dengan sejumlah pelonggaran. Mal mulai dibuka dan rumah makan sudah bisa melayani makan di tempat.
”Puskesmas harus siap menghadapi lonjakan (kasus Covid-19) agar tetap bisa memberikan pelayanan kesehatan di masa pandemi,” ujarnya.
Adapun penambahan jumlah alat tes di puskesmas bertujuan menggencarkan pelaksanaan tes cepat. Puskesmas-puskesmas melaksanakan tes cepat di semua RW, baik itu zona merah, kuning, maupun hijau.
Upaya itu bertujuan agar data yang diberikan puskesmas kepada Dinas Kesehatan benar-benar valid. Dengan begitu, RW-RW yang berada di zona hijau bukan karena sama sekali tidak diadakan tes di sana.
RW merah fluktuatif
Di Kabupaten Tangerang, tercatat ada 37 RW yang masuk zona merah. Namun, angkanya sangat fluktuatif sehingga bisa berubah secara drastis setiap hari. Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Tangerang Hendra Tarmizi menyampaikan, di RW yang masuk zona merah dilakukan pelacakan kontak dan tes cepat.
”Di luar RW zona merah warga harus tetap waspada karena bukan berarti bebas kasus sama sekali. Tes cepat tetap dilakukan puskesmas-puskesmas di wilayah zona hijau,” katanya.
Sebanyak 30 persen hasil tes cepat kemungkinan negatif palsu atau false negative.
Hendra mengungkapkan, kendala dalam pelaksanaan PSBL RW di Kabupaten Tangerang, di antaranya, masih banyak Gugus Tugas di tingkat RW yang belum siap. Hal itu karena mereka masih sibuk menyalurkan bantuan sosial.
Dihubungi secara terpisah, epidemiolog Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, menyarankan pemerintah daerah agar tes cepat bisa diganti dengan tes usap tenggorokan.
Menurut Tri, 30 persen hasil tes cepat kemungkinan negatif palsu atau false negative sehingga hasil tesnya terkadang tidak akurat menunjukkan apakah seseorang benar-benar tertular Covid-19 atau tidak. Sebab, tes cepat hanya melihat reaksi antibodi seseorang yang dihasilkan ketika SARS-CoV-2 telah masuk ke tubuh.
Penumpang naik
Di Jakarta, pada pekan keempat berlangsungnya PSBB masa transisi, jumlah penumpang kereta rel listrik (KRL) dan transportasi massal cepat (MRT) terus naik. Muhammad Effendi, Direktur Operasi dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta, Senin, menjelaskan, pada Juni, angka penumpang MRT memang terus tercatat naik. Hal itu dimungkinkan karena dalam PSBB transisi, sejumlah kegiatan ekonomi mulai dilonggarkan.
Pada Mei, rata-rata per hari penumpang MRT Jakarta 1.405 orang. Untuk Juni, sampai 26 Juni, rata-rata penumpang per hari 10.977 orang.
”Ridership MRT Jakarta semakin bertambah. Tapi masih perlu waktu untuk kembali ke angka normal,” kata Effendi.
Situasi yang sama juga terjadi di kereta komuter. Dengan berpatokan pada angka penumpang pada hari Senin yang merupakan awal pekan, angka penumpang kereta komuter juga naik.
Erni Sylviane Purba, Vice President Corporate Communications PT Kereta Commuter Indonesia (PT KCI), dalam keterangan tertulis menjelaskan, penumpang KRL per Senin (29/6/2020) pagi tercatat kembali meningkat dibandingkan Senin pekan sebelumnya.
Data tiket elektronik PT KCI menunjukkan, pada Senin pagi hingga pukul 10.00 jumlah pengguna KRL meningkat 9 persen dibandingkan Senin pekan lalu. Hingga pukul 10.00, tercatat ada 155.555 pengguna KRL. Sementara pada Senin (22/6/2020) jumlah pengguna 143.237 orang.
Sejumlah stasiun yang tercatat mengalami peningkatan jumlah pengguna, kata Purba, terjadi, antara, lain di Stasiun Bogor, Bojonggede, Citayam, dan Bekasi. Di stasiun-stasiun itu penumpang meningkat 8 persen hingga 29 persen.
”Khusus di Stasiun Bogor pada Senin pagi hingga pukul 10.00, jumlah pengguna tercatat 11.701,” kata Purba.
Meski terjadi kenaikan jumlah penumpang, baik manajemen MRT Jakarta maupun KRL memastikan, protokol kesehatan tetap diterapkan. Bahkan, untuk MRT Jakarta sudah menyiapkan antisipasi apabila jumlah penumpang bertambah, setidaknya mencapai 70.000 penumpang per hari.
Effendi menjelaskan, MRT menerapkan protokol Bangkit selama PSBB transisi. Penumpang wajib mengenakan masker, dicek suhu badannya, lalu memperhatikan kebersihan diri seperti mencuci tangan, hingga menjaga tidak berbicara di dalam kereta.