Remaja 14 Tahun Dalangi Komplotan Begal yang Beraksi di Bandara Soekarno-Hatta
Selain menjadi perencana aksi begal, remaja berinisial AS tersebut juga merupakan pengancam korban dengan celurit serta penjual sepeda motor curian.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Polisi meringkus empat dari enam anggota komplotan begal yang menggasak sepeda motor seorang pekerja Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Salah satu yang ditangkap, AS, merupakan otak para pencuri bersenjata tajam itu dan ternyata baru berusia 14 tahun.
Sementara itu, semua anggota lainnya yang tertangkap tergolong sudah dewasa, yaitu A alias Bagol (19), RA alias Botak (20), serta D alias Cocot (20). Adapun dua anggota komplotan lain masih diburu petugas dari Kepolisian Resor Kota Bandara Soekarno-Hatta, berinisial RU alias Janggut dan AR alias Belo. Selain itu, polisi juga mengejar penadah sepeda motor curian berinisial R.
Para pelaku memang tinggal dekat bandara. Kepala Polresta Bandara Soekarno-Hatta Komisaris Besar Adi Ferdian Saputra menerangkan, hasil penjualan sepeda motor curian digunakan para tersangka untuk membeli serta menyalahgunakan tramadol dan heximer, obat keras yang dilarang dikonsumsi tanpa resep dokter.
”Perhatian orangtua kepada anak-anaknya sangat menentukan agar tidak terjerumus dalam dunia narkotika dan obat-obatan. Biasanya, jika sulit mendapatkan uang untuk membeli, mereka melakukan kejahatan seperti ini sebagai jalan pintas,” tuturnya dalam konferensi pers yang disiarkan daring, Senin (27/7/2020).
”Biasanya, jika sulit mendapatkan uang untuk membeli, mereka (anak-anak) melakukan kejahatan seperti ini sebagai jalan pintas,” kata Kombes Ade.
Adi mengatakan, bocah AS tidak hanya menjadi perencana pencurian dengan kekerasan, tetapi juga mengancam korban dengan mengalungkan celurit serta menawarkan dan menjual sepeda motor curian. Awalnya, AS mengajak sekaligus menantang kelima tersangka lain yang merupakan teman mainnya untuk membegal. Tantangan diterima, kemudian rencana dieksekusi dengan mulai memburu ”mangsa” pada 30 Juni malam di Jalan Perimeter Utara Bandara Soekarno-Hatta, bagian terluar dari bandara.
Memasuki tanggal 1 Juli sekitar pukul 02.00, MY (37), karyawan di lingkungan bandara melintasi jalan tersebut untuk pulang seusai bekerja. AS dan kawan-kawan yang saling berboncengan dengan tiga sepeda motor datang dari arah berlawanan lalu memepet motor MY dan mengepungnya. Karena jeri dengan kalungan celurit dari AS, korban tanpa perlawanan menyerahkan kendaraannya.
AS lantas mempromosikan sepeda motor bertransmisi otomatis milik MY secara daring lewat Facebook. Penadah R meresponsnya, kemudian mereka saling berkomunikasi dalam media sosial itu. Akhirnya, AS dan R bertemu di sebuah mal di Cengkareng, Jakarta Barat, dan R sepakat membeli sepeda motor dengan harga Rp 1 juta.
Setelah mengantongi uang haram tersebut, AS dan komplotan membagi-baginya. Semua menerima Rp 200.000 per orang, kecuali RA dan D yang mendapat Rp 100.000 per orang.
”Bagi dader atau otak yang berusia 14 tahun itu, ini baru pertama kali (ia melakukan kejahatan),” ujar Adi. Namun, ketiga tersangka lain sudah punya riwayat kejahatan. Pelaku A dan RA pernah menjambret telepon seluler di Kabupaten Tangerang. Adapun D pernah dihukum penjara satu tahun di Lembaga Pemasyarakatan Salemba, Jakarta Pusat, karena pencurian kendaraan bermotor di Jakarta barat. D baru tiga bulan keluar penjara sebelum dibekuk karena berbuat pidana lagi.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 365 Ayat 2 ke-1 dan ke-2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang pencurian dengan kekerasan. Ancaman hukumannya, penjara selama maksimal 12 tahun.
Terkait proses hukum bagi AS yang tergolong anak yang berkonflik dengan hukum (ABH), terdapat regulasi yang mengatur peradilannya nanti, yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. Berdasarkan Pasal 3 huruf g, setiap anak dalam proses peradilan pidana anak berhak tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat.
Menanggapi itu, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Bandara Soekarno-Hatta Komisaris Alexander Yurikho menyebutkan, pihaknya menyerahkan pada hakim di pengadilan guna memutus hukuman bagi bocah AS. ”Dari proses penyidikan yang dilakukan penyidik, kita ungkap fakta hukum. Terhadap fakta hukum, pertimbangan hakim untuk menjatuhkan hukuman,” ujarnya.