26 Kasus Kluster Keluarga di RSDC Wisma Atlet Jadi Alarm Penularan Masih Tinggi
Kluster penularan Covid-19 di tingkat keluarga memang sulit dihindari. Sebab, kluster tersebut terkait dengan kluster lain, seperti kluster kantor dan pasar, yang semuanya berpotensi bertemu di keluarga.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pusat Kesehatan Masyarakat Duren Sawit merujuk 26 pasien positif Covid-19 yang berasal dari enam keluarga ke Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat. Ini menjadi alarm kewaspadaan bagi masyarakat agar tetap taat protokol kesehatan saat beraktivitas di luar rumah sehingga nantinya tidak menulari anggota keluarga lain jika terpapar virus korona baru (SARS-CoV-2).
Terbentuknya kluster penularan Covid-19 di lingkungan keluarga mengkhawatirkan, apalagi DKI Jakarta kembali melonggarkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) melalui PSBB transisi mulai Senin (12/10/2020). ”Jadi harus diwaspadai saat ini, bukan berarti pelonggaran (PSBB) transisi ini terus seenaknya di luar,” tutur komandan lapangan RSDC Wisma Atlet, Letkol Laut dokter gigi M Arifin, Selasa (13/10/2020), di Jakarta.
Perwira menengah TNI Angkatan Laut berjuluk ”Cobra” itu mencontohkan, terdapat satu keluarga yang seluruh anggotanya terjangkit diduga akibat ibu di keluarga tersebut terpapar Covid-19 di pasar. Sebab, sang ibu mengaku tidak pernah keluar rumah. Begitu pergi ke pasar, ia mengeluh demam keesokan harinya.
Ibu tersebut terkonfirmasi positif setelah menjalani tes usap (swab). Dari hasil penelusuran kontak erat, akhirnya didapati total enam anggota keluarga positif.
Arifin menjelaskan, pihaknya pada Senin menerima rujukan 26 pasien positif dari Puskesmas Duren Sawit, Jakarta Timur, sekitar pukul 16.15. Mereka yang terdiri atas enam keluarga itu datang menggunakan dua bus. Di antara mereka, ada juga anak yang diperkirakan masih pelajar sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.
Semuanya bergejala sehingga mesti dirawat di Menara 6 dan 7 RSDC Wisma Atlet. Seandainya tidak bergejala atau hanya bergejala ringan, pasien bakal diarahkan menempati Menara 4 dan 5 yang disebut Flat Isolasi Mandiri Kemayoran.
Angka 26 pasien dari satu puskesmas sekali datang itu tiga kali lipat lebih tinggi dibandingkan angka rata-rata jumlah pasien dari satu puskesmas per kedatangan ke RSDC Wisma Atlet. ”Biasanya yang kami monitor lewat call center, WA group (grup percakapan Whatsapp), puskesmas itu biasanya mengirim 4-8 pasien,” ujar Arifin.
Fenomena itu akan menjadi bekal bagi tim kesehatan di Kecamatan Duren Sawit guna melacak kasus positif lain di sekitar lingkungan tinggal enam keluarga tadi. Dengan demikian, jika ada kasus positif lagi, pasien segera isolasi atau dirawat agar risiko penambahan kluster keluarga bisa ditekan.
Dokter Hasto Wardoyo, Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, mengatakan, kluster keluarga memang sulit dihindari. Sebab, kluster tersebut terkait dengan kluster lain, seperti kluster kantor dan pasar, yang semuanya berpotensi bertemu di keluarga.
Terkait upaya menekan penambahan kluster keluarga, juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, dokter Reisa Brotoasmoro, menuturkan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA), Kementerian Kesehatan, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sudah menyusun keputusan bersama tentang protokol kesehatan keluarga pada masa pandemi Covid-19.
”Keputusan ini dibuat berdasarkan arahan Presiden Joko Widodo pada September lalu,” kata Reisa dalam siaran pers. Protokol terdiri atas empat hal.
Pertama, protokol kesehatan keluarga secara umum, seperti cara pemakaian masker yang benar dan cara melindungi anggota keluarga yang rentan atau berisiko tinggi. Kedua, protokol ketika ada anggota keluarga yang terpapar, pihak mana yang harus dihubungi untuk pertolongan darurat, dan proses karantina atau isolasi mandirinya.
Ketiga, protokol ketika beraktivitas di luar rumah. ”Cara membersihkan diri sebelum berinteraksi dengan anggota keluarga di rumah, memastikan kita tidak membawa pulang virus, dari pakaian ataupun barang-barang kita,” ujar Reisa.
Keempat, protokol di lingkungan sekitar tempat tinggal jika ada tetangga yang terpapar. Pemerintah mendorong seluruh warga punya tanggung jawab sosial, mulai dari menjaga kebersihan lingkungan hingga tidak memberi stigma negatif terhadap tetangga yang positif Covid-19.
Bagi masyarakat yang beraktivitas di luar rumah, Arifin mengimbau agar protokol kesehatan yang dijalankan tidak hanya mencakup 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sering). Warga juga diminta untuk melindungi mata dengan menggunakan pelindung wajah (face shield) atau kacamata bening.
”Penularan bukan hanya lewat mulut dan hidung. Celah mata pun bisa menjadi tempat masuk Covid-19,” tutur spesialis ortodonsia itu.
Arifin juga berharap PSBB transisi fase kedua di DKI tidak melonjakkan lagi kasus positif yang kemudian dirujuk ke Wisma Atlet. Pengalaman sewaktu PSBB transisi fase pertama mulai 5 Juni, tingkat hunian menara 6 dan 7 berangsur hampir penuh. Begitu menara 4 dan 5 dibuka untuk isolasi mandiri pasien tanpa gejala dan bergejala ringan, hanya dalam 3-4 hari okupansi hampir 80 persen.
Setelah PSBB di DKI diperketat mulai 27 September hingga 11 Oktober, jumlah pasien yang dirujuk ke Wisma Atlet terus menurun dan efeknya masih dirasakan hingga sekarang, dengan okupansi menara 4-7 yang rata-rata di bawah 50 persen.
Rinciannya, okupansi menara 4 sebesar 41,66 persen, menara 5 sebesar 46,56 persen, menara 6 sebesar 55,46 persen, dan menara 7 sebesar 43,60 persen. Arifin mengatakan, pihaknya bakal memantau angka okupansi dalam sepekan ke depan untuk melihat dampak dari PSBB transisi. Namun, ia berharap protokol kesehatan lebih dipatuhi masyarakat dalam pelonggaran PSBB kali ini agar pola seperti saat PSBB transisi fase pertama tidak terulang.