Jumlah Pesepeda Jadi Korban Kejahatan Diyakini Lebih Banyak dari Laporan
Di antara pelaku-pelaku kejahatan terhadap pesepeda yang ditangkap personel Polda Metro Jaya dan jajaran, ada yang mengaku sudah beraksi lima, tujuh, bahkan sepuluh kali.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Daerah Metro Jaya dan jajaran menerima 14 laporan kejahatan terhadap pesepeda, terutama penjambretan gawai. Namun, polisi yakin jumlah kejadian yang menyasar pesepeda lebih banyak dari yang dilaporkan karena ada pelaku yang mengaku sudah berulang beraksi.
”Kami sayangkan banyak korban yang tidak melaporkan. Nanti setelah viral di media sosial baru mereka datang atau setelah kami minta melapor baru dilaporkan,” tutur Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus, Senin (2/11/2020), di Markas Polda Metro Jaya, Jakarta. Ia mendorong agar para pesepeda yang jadi korban kejahatan segera melapor setelah kejadian sehingga petugas bisa cepat meringkus pelaku.
Yusri mengatakan, Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Nana Sudjana sudah memerintahkan pembentukan tim khusus di bawah komando Direktur Reserse Kriminal Umum Komisaris Besar Tubagus Ade Hidayat guna menangani kejahatan terhadap pesepeda. Sejak timsus Reskrimum Polda Metro Jaya beroperasi, polisi menangani 14 laporan kejahatan terhadap pesepeda.
Dari jumlah itu, petugas mengungkap pelaku dari tujuh kasus. Ada yang mengaku sudah lima, tujuh, atau sepuluh kali menyasar pesepeda. ”Karena itu, kalau dihitung, seharusnya LP (laporan polisi)-nya sudah banyak, tetapi laporan yang masuk cuma 14,” ujar Yusri.
Ia menambahkan, selain fokus memburu para begal spesialis pesepeda, polisi juga melakukan langkah preventif dengan imbauan terhadap para pesepeda guna menekan risiko kejahatan itu terjadi lagi. Pertama, pesepeda diminta sebisa mungkin berkelompok saat berkendara atau menghindari bersepeda sendiri.
Kedua, pesepeda diharapkan menyimpan harta bendanya, termasuk gawai, sebaik mungkin. Menyimpan gawai di saku belakang baju khusus bersepeda atau tas yang disampirkan di belakang badan, menurut Yusri, masih cukup berisiko.
Langkah lainnya, polisi bersama personel TNI dan pemerintah daerah, terutama dari dinas perhubungan, berpatroli dan berjaga di lokasi-lokasi yang dinilai rawan menimbulkan kejahatan bagi pesepeda. Petugas tanpa seragam dinas juga ikut memantau.
Warga Kebon Manggis, Jakarta Pusat, yang baru menekuni hobi bersepeda, Fathahillah (38), merasa ancaman keamanan bagi pesepeda di Jakarta memang semakin besar. Sejauh ini, ia tidak pernah mengalami penjambretan saat bersepeda, tetapi teman satu rombongannya pernah mengalami kekerasan.
Fathahillah menceritakan, sekitar dua pekan lalu, ia dan lebih kurang tujuh temannya bersepeda malam melintasi area Manggarai, Jakarta Selatan. Saat itu sudah menjelang pukul 01.00. Tiba-tiba, satu bajaj berhenti menghadang, lalu orang-orang di dalamnya mengeroyok sejumlah anggota rombongan pesepeda.
Aroma alkohol tercium dari mulut para pelaku. ”Teman saya ada yang pelipisnya sampai luka,” katanya.
Ditambah dengan beredarnya berita sejumlah penjambretan terhadap pesepeda, Fathahillah semakin khawatir bersepeda di malam hari. Karena itu, ia sekarang memilih untuk bersepeda ketika hari masih terang, terutama waktu pagi.
Ia berusaha untuk pergi dalam rombongan. Jika sedang tidak ada teman yang bisa diajak dan terpaksa sendiri, ia lebih awas terhadap situasi sekitar. Ia terutama mewaspadai dua orang yang berboncengan sepeda motor dan berhenti di pinggir jalan.
Meski dibayangi ancaman keamanan dan keselamatan, ia menyatakan tidak akan menghentikan kegemaran bersepedanya. Sebab, Fathahillah, yang punya penyakit jantung, sudah merasakan manfaat bersepeda terhadap kebugaran tubuhnya. Dada kirinya kini semakin jarang nyeri.
Sebelum maraknya penjambretan harta pesepeda saat berkendara, kejahatan yang banyak adalah pencurian sepeda di rumah atau di tempat parkir. Contohnya, petugas Kepolisian Resor Tangerang Selatan membekuk tiga anggota sindikat pencuri sepeda mahal yang telah beraksi di 17 lokasi di Tangerang Selatan. Namun, hanya dua kejadian yang dilaporkan korban ke polisi pada Juli.
”Kluster perumahan selalu menjadi incaran karena pemilik sepeda merasa pengamanannya sudah terjamin sehingga sepeda diletakkan begitu saja di garasi,” ucap Kepala Kepolisian Resor Tangerang Selatan Ajun Komisaris Besar Iman Setiawan, September lalu.
Salah satu pelaku, SA, mengaku beralih dari menyasar sepeda motor ke kereta angin karena tergiur harga sepeda yang mahal berdasarkan informasi di dunia maya. Dia tercatat sebagai residivis pencurian motor pada 2019 (Kompas, 3/9/2020).