Hingga Desember 2020, sudah 411 buruh dirumahkan, 923 buruh diliburkan, dan 1.601 buruh terpaksa dikenai PHK oleh perusahaan.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gelombang pemutusan hubungan kerja atau PHK dampak pandemi Covid-19 mulai terasa di Kota Bekasi, Jawa Barat. Hingga Desember 2020, sudah 1.601 tenaga kerja di daerah itu terkena PHK. Mereka tak hanya kehilangan pekerjaan, tetapi juga minim bantuan sosial dan perlindungan dari pemerintah.
Data Dinas Tenaga Kerja Kota Bekasi, hingga Desember 2020, sebanyak 411 buruh dirumahkan, 923 buruh diliburkan, dan 1.601 buruh terpaksa dikenai PHK oleh perusahaan. Sejumlah perusahaan mengalami penurunan pendapatan atau berhenti berproduksi. Total ada 2.203 perusahaan dengan 84.777 pekerja.
Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Bekasi Raya Fajar Winarno mengatakan, serikat pekerja memaklumi kesulitan perusahaan di tengah pandemi Covid-19. Perusahaan paling terdampak di Kota Bekasi adalah sektor otomotif.
”Sektor otomotif berdampak luar biasa hingga ke vendor atau produk turunannya. Ini bisa disadari, kami terus mengarahkan teman-teman untuk berunding dengan pihak perusahaan untuk menghindari PHK. Kalau sudah PHK, tentu menjadi kesulitan luar biasa bagi buruh,” tutur Fajar, Minggu (31/1/2021), saat dihubungi dari Jakarta.
Dari hasil perundingan tersebut, ada perusahaan di wilayah Pondok Ungu, Kota Bekasi, yang merespons baik untuk tak melakukan PHK. Namun, sudah delapan bulan karyawannya dipotong upah hingga 50 persen.
”Bahkan ada beberapa perusahan yang upah buruhnya ditunda dulu. Banyak, ada perusahaan yang belum membayar tunjangan hari raya sampai sekarang. Yang kami sayangkan, perusahaan dengan berbagai dalih masih berusaha untuk tetap melakukan PHK,” kata Fajar.
Menurut dia, hingga saat ini gelombang PHK di Kota Bekasi masih terjadi. Hal ini karena target pendapatan perusahaan tak tercapai. Hasil evaluasi, kondisi keuangan dari perusahaan otomotif di Kota Bekasi tak kunjung membaik.
Minim bantuan
Fajar menambahkan, upaya mencegah PHK melalui perundingan di tingkat Lembaga Kerja Sama Tripartit Kota Bekasi dari unsur pemerintah, serikat pekerja, dan pengusaha belum terwujud. Pemerintah juga dinilai minim perhatian, terutama berupa pemberian bantuan sosial bagi korban PHK.
”Di Kota Bekasi baru sekali korban PHK dapat bantuan sosial. Itu pun sebenarnya bantuan sudah sangat terlambat. Sekarang, di saat banyak PHK, buruh mulai kesulitan terutama ekonomi, bantuan yang diharapkan tidak ada lagi,” katanya.
Kehadiran pemerintah, lanjut Fajar, sangat dibutuhkan saat ini. Sebab, kesulitan akibat pandemi Covid-19 mulai dirasakan para buruh. Ini karena dana cadangan hingga tabungan para pekerja kian menipis.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Bekasi Ika Indah Yarti mengatakan, di Kota Bekasi, ada 2.203 perusahaan. Dari jumlah itu, total tenaga kerja yang bekerja di ribuan perusahaan tersebut sebanyak 84.777 pekerja. ”Maka, persentase jumlah pekerja atau buruh yang terkena PHK di Kota Bekasi selama masa pandemi ini sekitar 1,9 persen. Sementara jumlah pekerja yang dirumahkan lebih kurang 0,5 persen,” kata Ika dalam siaran pers.
Ia menambahkan, Pemerintah Kota Bekasi sesuai ketentuan Pasal 151 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah berupaya menghindari PHK. Rujukan lain didasarkan pada Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor:SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massal serta Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04/III/2020 Tahun 2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid 19.
”Kami mengimbau agar perusahaan menerapkan mekanisme penyesuaian upah pekerja berdasarkan kemampuan, jumlah produksi, dan mengatur skema libur atau dirumahkan. Pekerjaan dengan sistem kerja bergiliran serta jam kerja yang disesuaikan mengikuti pemberlakuan PSBB,” katanya.
Adapun untuk meredam terjadinya gelombang PHK, pemerintah daerah juga meminta pekerja dan perusahaan berunding sesuai kemampuan perusahaan. Pemerintah daerah akan berupaya agar pekerja yang terimbas pandemi Covid-19 memperoleh kesempatan melalui program Kartu Prakerja.