Doa di Akhir Kisah Hidup Keluarga AEL di Apartemen Teluk Intan
Kisah keluarga bunuh diri di Apartemen Teluk Intan menjadi pembelajaran untuk memperkuat ikatan sosial antarwarga.
Sebuah kisah menggugah di balik kejadian bunuh diri di Apartemen Teluk Intan, Penjaringan, Jakarta Utara. Sebelum melompat dari lantai 22 apartemen, sang ibu, AEL (52), sempat berdoa di kelenteng yang berada di atap apartemen.
Fakta itu disampaikan Kepala Satuan Unit Reserse Kriminal Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara Ajun Komisaris Besar Hady Siagian, Selasa (19/3/2024). Hal ini disampaikan penjaga kelenteng, Akong.
Selama AEL berdoa, sang suami, EA (50), dan dua anaknya, JWA (13) dan JL (15), menunggu di kursi yang berada di tengah ruangan. Kebetulan di lantai 22 itu terdapat kelenteng di sebelah kiri dan di sebelah kanan ada taman.
Setelah berdoa, keempatnya menuju ke taman dan langsung melompat. Dinding pembatas di taman itu cukup tinggi. Untuk mencapainya, mereka menggunakan empat kursi. Peristiwa itu terjadi pada Sabtu (9/3/2024) sore.
Namun, detik-detik mereka melompat tidak terekam kamera pemantau (CCTV) lantaran sudah lama kamera itu rusak dan tidak diganti pihak pengelola.
Baca juga: Keluarga Korban Bunuh Diri Dikenal Ramah dan Religius
Alhasil, rekaman aktivitas keempat korban hanya terekam ketika memasuki apartemen, masuk ke dalam lift hingga berada di lantai 21 apartemen. Tidak hanya di kelenteng, di tangga darurat pun tidak terpasang CCTV.
Salah satu petugas keamanan apartemen yang tidak mau disebutkan namanya menuturkan, kelenteng di atas apartemen itu memang digunakan untuk penghuni. Jadi, ketika keempat korban pergi ke atas, tidak ada kecurigaan apa pun.
”Apalagi, korban juga pernah tinggal lama di apartemen ini,” katanya.
Mereka pindah dari apartemen itu sekitar satu tahun lalu.
Arif (48), salah satu tetangga di Apartemen Teluk Intan, menuturkan, dalam kehidupan keseharian, AEL memang dikenal sangat religius. Dia kerap berdoa di pelataran apartemen.
Tidak hanya religius, AEL juga dikenal cukup ramah dengan tetangganya. ”Setiap pagi, AEL dan kedua anaknya selalu menyapa saya,” kata Arif. Kebetulan Arif dan AEL berasal dari kampung yang sama yang berada di Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir, Riau.
Namun, berbeda halnya dengan sang suami. EA lebih jarang terlihat dan tidak begitu supel dengan warga sekitar. ”Dia (EA) kerap pergi pagi untuk bekerja dan pulang larut malam sehingga saya jarang berjumpa dengan EA,” imbuh Arif.
Meski demikian, dalam keseharian, EA juga kerap mengantar dan menjemput kedua anaknya dari sekolah di pagi dan sore hari. ”Sebelum pandemi, EA dan keluarga kerap menggunakan mobil minibus yang cukup bagus, namun setelah pandemi, mobilnya sudah berganti menjadi lebih sederhana,” ujarnya.
Arif menuturkan, setelah dilanda pandemi Covid-19, kehidupan ekonomi keluarga EA cukup terguncang. Sang kepala keluarga berhenti dari pekerjaannya dan bisnis kapal ikannya pun berangsur-angsur ”melorot”.
Situasi inilah yang membuat kondisi ekonomi keluarga EA terguncang. AEL pun turut membantu suaminya untuk memperoleh uang. Selain menjadi agen asuransi, dia juga kerap menawari tetangganya telur ayam.
Tidak berapa lama, EA dan keluarganya memutuskan pindah ke Surakarta, Jawa Tengah, untuk membangun bisnis yang baru.
Sebelum beranjak dari Jakarta, ujar Arif, dirinya sempat memberikan bantuan dana. ”Jumlahnya tidak banyak, hanya Rp 8 juta, tetapi harapannya bisa membantu mereka memulai hidup di tempat yang baru,” katanya.
Kepala Polres Jakarta Utara Komisaris Besar Gidion Arif Setyawan menuturkan, walau dikabarkan tinggal di Surakarta, hingga kini pihaknya belum tahu di mana persisnya keluarga itu tinggal. Keluarga besarnya pun tidak tahu karena memang dua tahun terakhir komunikasi keluarga EA dengan keluarga besarnya seakan terputus.
Penyelidikan dari sekolah kedua anaknya pun tidak bisa menguak banyak fakta karena baik JWA maupun JL sudah tidak bersekolah sejak satu tahun lalu. Gidion mengatakan, hingga kini satu-satunya petunjuk yang bisa mengungkap aksi lompat dari pucuk apartemen itu hanya dua tali karmantel.
Baca juga: Fenomena Anak Mengakhiri Hidup adalah Ancaman Serius
Kedua tali itu digunakan untuk mengikat tangan keempat korban. Tangan AEL terikat dengan tangan JWA, sedangkan tangan EA terikat dengan tangan JL.
”Kami sedang menunggu hasil dari tim Laboratorium Forensik Polri untuk memastikan apakah ada DNA orang lain di tali tersebut. Bahkan, kami sampai melakukan tiga kali olah tempat kejadian perkara untuk memastikan hal itu,” ujar Gidion.
Ini penting untuk melacak siapa yang menjadi inisiator dari kejadian ini. Tali karmantel menjadi instrumen penting penyidikan karena alat lain yang digunakan korban tidak bisa dikulik lagi. ”Empat HP korban yang dikumpulkan di satu tas itu pun rusak parah,” katanya.
Selain memperkuat alat bukti, polisi juga sudah meminta keterangan dari 12 saksi yang terdiri dari kerabat terdekat korban dan orang yang berada di sekitar apartemen.
Kriminolog dari Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, berpendapat, tali yang terikat di tubuh korban itu menjadi simbol ikatan yang kuat sebagai sebuah keluarga.
Kemungkinan lain, sang anak masih ragu melakukan bunuh diri sehingga memerlukan dorongan dari orangtua. Anak diikutkan untuk melakukan aksi bunuh diri agar mereka tidak harus menanggung beban yang diwariskan oleh orangtua.
Terkait sikap religius yang begitu kuat dari sang ibu, hal itu tidak serta-merta membuat niat bunuh diri surut. ”Mungkin memang beban hidup yang begitu berat sehingga niat mereka (bunuh diri) sudah bulat,” kata Adrianus.
Peran keluarga atau bahkan tetangga sekitar sangat diperlukan ketika ada orang yang mengalami masalah.
Penasihat perlindungan anak Save the Children Indonesia, Yanti Kusumawardhani, mengatakan, ada banyak hal yang memicu orangtua melakukan kekerasan atau membunuh anak dalam pengasuhan.
Hal itu, antara lain, berupa tekanan ekonomi, tekanan lingkungan, dan rendahnya pengetahuan serta keterampilan orangtua dalam pengasuhan.
Selain itu, adanya pengalaman diasuh dengan kekerasan dan anggapan orangtua membunuh untuk menyelamatkan anak. Berbagai faktor lain juga bisa berpengaruh, yakni faktor biologis, psikologi, dan sosial (Kompas.id, 8/5/2023).
Kesepian
Pengamat sosial dari Universitas Indonesia, Devie Rahmawati, beranggapan, sebenarnya manusia dibekali dua modal utama, yakni modal sosial dan modal spiritual. Namun, bekal itu harus diperkuat dengan hubungan yang baik antarsesama.
”Peran keluarga atau bahkan tetangga sekitar sangat diperlukan ketika ada orang yang mengalami masalah,” katanya. Karena pada dasarnya, rasa depresi itu muncul karena mereka merasa sendiri.
Lembaga nonprofit di bidang kesehatan masyarakat dan kesehatan komunitas, Health Collaborative Center, mengungkap hasil surveinya bahwa separuh warga Jabodetabek mengalami kesepian dengan derajat sedang dan tinggi. Munculnya rasa kesepian ini dipicu oleh ketidakcocokan dalam pergaulan dengan orang di sekitarnya.
Survei yang digelar sejak Oktober 2023 dan melibatkan 1.299 responden di Jabodetabek itu menemukan, 44 persen warga Jabodetabek mengalami kesepian derajat sedang, sementara 6 persen lainnya mengalami kesepian derajat tinggi. Survei menggunakan UCLA Loneliness Scale dengan tingkat kepercayaan 95 persen dan margin of error 2,3 persen.
Peneliti utama sekaligus Ketua Health Collaborative Center, Ray Wagiu Basrowi, di Jakarta, Selasa (19/12/2023), mengatakan, dari hasil penelitian diperoleh data bahwa 56 persen perantau di wilayah Jabodetabek mengalami kesepian derajat sedang. Mereka juga 1,5 kali berisiko mengalami kesepian.
Faktor dominan yang menyebabkan orang kesepian antara lain rasa tidak cocok dengan orang sekitar, sering merasa malu dan minder, tidak bisa dekat dengan orang lain, serta memiliki hobi yang tidak sama dengan orang di sekitarnya.
Berdasarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kesepian dapat memicu berbagai penyakit kardiovaskular dan demensia. Bahkan, ujar Ray, penyakit seseorang bisa semakin parah jika ia merasa kesepian.
”Bahaya kesepian itu setara dengan merokok sebanyak 15 batang per hari,” katanya. Bahkan, lebih parah dari kondisi itu, kesepian bisa memicu keinginan untuk bunuh diri (Kompas.id, 20 Desember 2023).