UNGARAN, KOMPAS — Produksi kopi rakyat pada 2019 diperkirakan naik 15 persen dari tahun 2018 sekitar 600.000 ton menjadi 690.000 ton. Selain pasar ekspor yang terus meningkat, prospek pasar domestik juga terus meluas seiring tumbuhnya kedai, kafe, dan resto kopi di berbagai daerah.
Ketua Departemen Specialty dan Industri Badan Pengurus Pusat Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) Moelyono Soesilo, Selasa (29/1/2019), mengatakan, penyerapan pasar domestik atas produksi kopi terus meningkat dalam empat tahun terakhir. Bahkan, diperkirakan pasar domestik tak lama lagi akan mengambil alih dominasi pasar ekspor.
”Pertumbuhan pasar domestik juga akibat pengaruh dari merebaknya usaha pengolahan kopi yang kini banyak dikerjakan petani, kelompok tani, ataupun anak-anak muda yang peduli terhadap usaha pengolahan kopi,” ujar Moelyono.
Usaha pengolahan kopi kini tidak hanya sekadar menyediakan biji kopi kering siap giling. Pemanfaatan teknik pengolahan biji kopi pun makin beragam di tingkat petani. Biji kopi tidak lagi hanya dijual dalam bentuk green bean, tetapi juga diolah menjadi bubuk. Bubuk pun juga sudah dipisah sesuai pemrosesan ketika masih dalam bentuk biji kopi mentah.
Bagi AEKI, upaya meningkatkan pasar ekspor kopi Nusantara terus dilakukan. Pasar ekspor kopi potensial, seperti pangsa Jepang, Inggris, Italia, Dubai, Singapura, Malaysia, dan Amerika Serikat. Harga kopi dunia juga relatif stabil berkisar 1.450 dollar AS hingga 1.500 dollar AS per ton.
Ekspansi
Ketua Gabungan Kelompok Tani Kopi Gunung Kelir, Kabupaten Semarang, Ngadiyanto menyebutkan, tumbuhnya kedai, resto, dan kafe kopi sangat membantu penyerapan kopi hasil olahan dari usaha kecil ataupun kelompok tani yang sudah berani menjual kopi olahan.
Meski penyerapan kopi olahan oleh kelompok kedai dan kafe itu masih terbilang kecil, hanya sekitar 25 persen dari produksi, tetapi cukup membantu. Menjamurnya kedai dan kafe menunjukkan masyarakat mulai berubah, lebih menghargai kopi asli dari olahan bijinya. Ada pergeseran selera, dari sekadar menikmati kopi ekstrak dari produk industri ke olahan biji kopi asli.
Panen kopi memang telah berakhir sejak Agustus tahun lalu. Namun, harga kopi kering masih stabil, bahkan cenderung naik akhir pada Januari. Biji kopi kering siap giling kini harganya mencapai Rp 24.000 per kilogram (kg) atau naik sekitar Rp 600 per kg dibandingkan saat panen tahun lalu. Adapun kopi yang sudah diolah dengan teknik semibasah lebih mahal lagi. Harganya bisa mencapai Rp 40.000 per kg.
Salah satu perajin kopi olahan di Dusun Gembongan, Desa Kelurahan, Jambu, Suharno mengatakan sudah setahun ini Kelompok Tani Karya Bhakti 2 juga menggeluti usaha pengolahan kopi. Produksi relatif masih kecil, hanya 5 kg per bulan.
Usaha ini fokus pada pembuatan kopi dalam kemasan siap seduh berisi 7 gram kopi yang cukup untuk membuat secangkir kopi. Kopi kemasan itu dikirim ke warung-warung makan, kedai, bahkan kafe kopi di wilayah Kecamatan Jambu. Dia berharap kopi kemasan buatan petani bisa terserap di tempat-tempat wisata di Kabupaten Semarang.
”Gerakan minum kopi hasil olahan petani bukti warga cinta petani. Setiap kelompok tani wajib membuat kopi bubuk dalam kemasan untuk dijual dan dibagikan ke rumah makan, warung, dan kedai kopi. Jadi, selain bubuk kopi, tersedia pula kopi kemasan dengan harga Rp 1.000 per saset,” ujar Suharno.