Sejumlah dana desa yang bergulir dari pemerintah pusat ke pedesaan di Bali, masih banyak digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Hal ini terkait alasan belum meratanya jalan yang baik hingga layak menyebar ke pedesaan di Pulau Bali.
Oleh
AYU SULISTYOWATI
·2 menit baca
KARANGASEM, KOMPAS — Sejumlah dana desa yang bergulir dari pemerintah pusat ke perdesaan di Bali masih banyak digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Hal ini terkait alasan belum meratanya jalan yang baik hingga layak menyebar ke perdesaan di Pulau Bali.
Meskipun demikian, desa-desa tersebut tetap berupaya mengurangi porsi infrastruktur dan mengalihkannya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia hingga potensi desa.
Perbekel (Kepala Desa) Duda Timur, Kabupaten Karangasem, I Gede Pawana setuju jika dana desa tidak melulu fokus pada infrastruktur. ”Masalahnya, jalan kecil di perdesaan juga memerlukan perbaikan. Apalagi di desa seperti Duda Timur ini, perbaikan infrastruktur memengaruhi kelancaran ekonomi,” katanya di Karangasem, Jumat (5/4/2019).
Masalahnya, jalan kecil di perdesaan juga memerlukan perbaikan. Apalagi di desa seperti Duda Timur ini, perbaikan infrastruktur memengaruhi kelancaran ekonomi.
Ia memisalkan perbaikan jalan ini berdampak pada kelancaran pengangkutan hasil panen salak dari perkebunan ke pengepul. Menurut dia, hal ini menghemat biaya jasa pengangkutan sekitar Rp 25.000 per orang buruh angkut per hari.
Tahun ini, lanjut Pawana, desanya mendapatkan dana sekitar Rp 1 miliar. Tahun lalu sekitar Rp 800 juta. Menurut rencana, 70 persen dari dana itu masih untuk perbaikan infrastruktur jalan dan 30 persen diperuntukkan buat meningkatkan potensi desa untuk pariwisata, yaitu air terjun Jagasatru.
Wayan Wiryawan, warga Denpasar, mengatakan, jalan-jalan desa itu memang perlu diperbaiki. Alasannya, beberapa jalur menuju obyek wisata ataupun persembahyangan itu melalui jalan kecil yang licin jika hujan. Jika diperbaiki, menurut dia, wisata menjadi semakin menarik.
Dugaan penyelewengan
Sementara di Denpasar, I Nyoman Mardika, warga Dauh Puri Kelod, melaporkan ada dugaan penyelewengan dana desa ke Kejaksaan Tinggi Denpasar pada Januari 2019 lalu.
Ia menduga ada penyelewengan dana desa karena ada sisa lebih penggunaan anggaran (silpa) sebesar Rp 1,95 miliar. Namun, sisa itu tidak dilaporkan dalam pembukuan. Selain itu, ia juga mengeluhkan penggunaan dana desa yang belum maksimal menyentuh warga desa di perkotaan Denpasar.
”Kalau membangun infrastruktur itu, jalan-jalan desa di Kota Denpasar sudah bagus. Saya heran saja, penggunaan untuk pemberdayaan pun masih belum menyentuh. Lalu, apa guna adanya dana desa di perkotaan, ya?” keluhnya.
Di Badung, Kepolisian Resor Badung tengah menduga ada penyelewengan dana desa. Pada Agustus 2018, Polres Badung menahan I Putu Sentana (57), Perbekel Baha. Perbekel ini diduga korupsi anggaran desa senilai Rp 1 miliar. ”Ya, ada desa yang diduga juga menyelewengkan dana desa. Kami masih menyelidikinya,” kata Kepala Kepolisian Resor Badung AKBP Yudhith Satria Hananta.