Tiga pengusaha kayu di Nunukan, Kalimantan Utara, ditahan polisi serta Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan. Kayu yang mereka olah tidak mengantongi izin dan dokumen.
Oleh
SUCIPTO
·2 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Tiga pengusaha kayu di Nunukan, Kalimantan Utara, ditahan polisi serta Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan. Kayu yang mereka olah berikut usaha milik ketiga pengusaha itu tidak mengantongi izin dan dokumen.
Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Wilayah Kalimantan Subhan, Sabtu (13/7/2019), mengatakan, tersangka N (51), Y (57), dan RH (56) tidak memiliki izin usaha dan dokumen kayu olahan yang diperjualbelikan saat diperiksa pada minggu lalu. Mereka mengolah kayu di dua tempat penampungan di Kelurahan Nunukan Barat.
”Para tersangka diperiksa lebih lanjut di Samarinda (Kalimantan Timur). Barang bukti yang ada di dua lokasi penampungan berupa alat-alat dan 2.089 potong balok kayu olahan dititipkan di Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Utara,” ucap Subhan.
Informasi tentang usaha pengolahan kayu ilegal ini diperoleh dari warga sekitar. Subhan mengatakan, Balai Gakkum LHK Kalimantan menurunkan tim untuk menindaklanjuti laporan tersebut. Pengamanan barang bukti dan pemeriksaan tersangka dibantu Polres Nunukan.
Subhan menuturkan, hasil pemeriksaan awal menunjukkan para tersangka membeli kayu-kayu itu dari Kecamatan Sembakung dan Pembeliangan. Adapun sumber kayu itu masih ditelusuri dan didalami.
”Investigasi lebih lanjut masih kami lakukan. Selain merugikan negara, aktivitas ini juga merusak ekosistem. Apalagi, kalau mereka mengambil di wilayah konservasi. Kami masih telusuri,” ujar Sebhan.
Atas kegiatan usaha ilegal tersebut, para tersangka dikenai Pasal 83 Ayat (1) Huruf (b) jo Pasal 12 Huruf (e) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Ancaman pidananya paling lama 5 tahun penjara dengan denda paling sedikit Rp 500 juta.
Subhan mengatakan, pengungkapan kasus semacam ini hampir ada setiap tahun. Wilayah hutan yang luas di Kalimantan membuat pengawasan perlu diperketat tidak hanya oleh pemerintah, tetapi juga peran aktif masyarakat. Jika hal ini dibiarkan, kelestarian hutan Kalimantan yang menjadi salah satu hutan terbaik di dunia bisa terancam.
Menurut catatan Heart of Borneo, saat ini hutan yang tersisa di Borneo (termasuk wilayah Malaysia dan Brunei Darussalam) tidak lebih dari 60 persen. Heart of Borneo merupakan program inisiatif Brunei, Indonesia, dan Malaysia untuk mengelola kawasan hutan tropis dataran tinggi di Borneo atau Pulau Kalimantan.
Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat, deforestasi bruto tertinggi terjadi di Pulau Kalimantan, yaitu sebesar 410.900 hektar tahun 2015-2016. Angka tersebut setara dengan 50,1 persen dari total deforestasi bruto Indonesia pada periode yang sama (Kompas, 2/7/2019).