Listrik Pusat Perbelanjaan Diputus, 200 Pedagang Terancam Rugi
Aliran listrik ke Sentral Pasar Raya (SPR) Plaza, Padang, Sumatera Barat, diputus sejak pukul 14.00, Selasa (27/8/2019), karena menunggak tagihan. Sebanyak 200 pedagang pusat perbelanjaan itu terancam merugi karena pengunjung jadi sepi.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS - Aliran listrik ke Sentral Pasar Raya Plaza, Padang, Sumatera Barat, diputus sejak pukul 14.00, Selasa (27/8/2019), karena menunggak tagihan. Sebanyak 200 pedagang pusat perbelanjaan itu terancam merugi karena pengunjung jadi sepi.
Ketua Pedagang Sentral Pasar Raya (SPR) Plaza Harmainis Jhon, di Padang, menjelaskan, PLN memutus aliran listrik karena pengelola menunggak pembayaran listrik satu bulan. Bank Bukopin, sebagai pihak yang menalangi biaya listrik SPR, tidak membayar tagihan ke PLN karena pengelola SPR menunggak cicilan ke Bank Bukopin.
"Dalam masalah ini, ada tiga pihak yang terlibat, yakni PT CSR (Cahaya Sumbar Raya) sebagai pengelola SPR Plaza, Bank Bukopin, dan PLN. Jadi, Bank Bukopin tidak mau membayarkan tagihan listrik SPR jika pengelola belum melunasi cicilan sebelumnya," kata Harmainis.
Menurut Harmainis, setidaknya terdapat 200 pedagang yang terdampak oleh pemutusan aliran listrik itu. Jumlah itu belum termasuk pedagang besar, seperti Matahari, BreadTalk, dan J.CO. Para pedagang terancam merugi karena aktivitas perniagaan tidak berjalan baik.
Pantauan Kompas di SPR Plaza, Selasa sore, sebagian besar kios-kios pedagang dalam kondisi gelap. Sejumlah pedagang memilih menutup kios karena kondisi itu, sedangkan sisanya tetap buka dengan penerangan lampu darurat.
Pengunjung SPR Plaza pun tampak sepi. Sebagian besar pedagang hanya duduk-duduk atau berbicara dengan pedagang lainnya. Segelintir pedagang melayani pembeli dengan menggunakan senter ponsel untuk melihat barang ataupun menghitung uang.
Siapa yang mau masuk ke sini di tengah gelap-gelap begini?
Elok (35), pedagang baju, mengaku merugi akibat pemutusan aliran listrik. Dalam sehari, biasanya Elok mendapatkan omzet sekitar Rp 5 juta. Namun, karena listrik padam sejak siang, omzetnya tidak sampai Rp 2 juta.
"Cuma setengah hari saya bisa berdagang. Selebihnya, dapat dilihat sendiri, lengang. Siapa yang mau masuk ke sini di tengah gelap-gelap begini?" kata Elok.
Elok dan pedagang lainnya merasa kecewa dengan pelayanan yang diberikan pengelola kepada para pedagang. Mereka selalu membayar tagihan listrik maupun sewa kios tepat waktu, tetapi tagihan listrik tetap menunggak.
Bayar tunggakan
Harmainis mengatakan, ia sudah mengadakan pertemuan dengan perwakilan PT CSR dan para pedagang, termasuk Matahari, BreadTalk, dan J.CO. Mereka mengupayakan untuk membayar tunggakan itu agar besok listrik bisa kembali tersambung.
Sementara itu, staf pemasaran PT CSR Barata Laksamana, yang mewakili pengelola, menyerahkan solusi terkait pemutusan listrik itu kepada asosiasi pedagang. Untuk saat ini, PT CSR belum bisa membayar cicilan. "Kami serahkan ke asosiasi. Kami minta bantuan mereka mencarikan jalan keluar," kata Barata.
Ditanya terkait tunggakan itu, Barata tidak menjawab dengan lugas. PT CSR menunggak karena kekurangan dana, meskipun setoran dari pedagang lancar. Namun, ia tidak tahu persoalan apa yang tengah dihadapi oleh perusahaannya.