Selain sebagai bagian rantai ekosistem dan kekayaan hayati, populasi lutung di kawasan hutan Gunung Rinjani, Lombok, NTB, potensial menjadi atraksi wisata.
Oleh
KHAERUL ANWAR
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Populasi lutung (Trachypithecus auratus) di kawasan hutan Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat, merupakan aset yang perlu dilindungi keberadaannya. Selain sebagai bagian rantai ekosistem dan kekayaan hayati, primata endemik dilindungi itu potensial menjadi atraksi wisata.
”Perilaku lutung di kawasan hutan Gunung Rinjani dan sekitarnya belum banyak diketahui. Jika keseharian lutung dijadikan salah satu atraksi wisata, dapat memperkaya Rinjani sebagai kawasan ecotourism,” ujar Indriyanto, dosen Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Mataram, Kamis (5/9/2019), di Mataram.
Dalam pantauan Indriyanto, populasi lutung terkonsentrasi di beberapa tempat, salah satunya di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Desa Senaru, Lombok Utara, yang menjadi gerbang pendakian Rinjani. Selain itu juga di kawasan Pusuk Sembalun, Lombok Timur. Tahun 2017, tercatat ada empat kelompok lutung yang meliputi tiga kelompok besar (10-20 individu per kelompok) dan satu kelompok kecil (3-4 individu).
Wisatawan pasti ingin mendapat informasi yang edukatif seputar perilaku lutung, bukan malah lutung diburu dan dibunuh.
Namun, keberadaan lutung di alam itu belum digarap sebagai atraksi wisata. Bahkan, sebaliknya, malah diburu dan dibunuh untuk dikonsumsi. Perburuan liar itu, ditambah dengan terganggunya habibatnya akibat degradasi hutan, mempercepat berkurangnya populasi lutung yang keberadaannya dilindungi undang-undang itu.
Menurut Indriyanto, jika dikelola sebagai daya tarik wisata, keberadaan lutung di alam dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat. ”Wisatawan pasti ingin mendapat informasi yang edukatif seputar perilaku lutung, bukan malah lutung diburu dan dibunuh,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepolisian Resor Lombok Timur menciduk Jan (26) dan Mus (44) karena kedapatan memburu dua lutung di Dusun Joben, Desa Pesangrahan, Kecamatan Montong Gading, Lombok Timur, Selasa (3/9). Kawasan itu masuk dalam hutan Taman Nasional Gunung Rinjani.
Kedua pelaku merupakan warga Dusun Sambik Baru, Desa Sesaot, Kecamatan Narmada, Lombok Barat. Pelaku menguliti dua hewan itu setelah ditembak dengan senapan angin. Kini, kedua tersangka menjalani pemeriksaan di Polres Lombok Timur.
Ketika dimintai komentarnya, Kepala Balai Taman Nasional Rinjani (TNGR) Sudiyono Harjo mengatakan, populasi lutung di kawasan seluas 40.000 hektar itu cukup banyak. Lutung tersebar di desa-desa yang berdekatan dengan kawasan hutan di Lombok Barat, Lombok Utara, dan Lombok Timur.
Tanpa merinci jumlahnya, Sudiyono mengatakan, lutung adalah satwa dilindungi yang perlu mendapat pengawasan demi menjaga populasinya. ”Pendataan bukan prioritas, kami hanya melakukan pengawasan,” kata Sudiyono.
Menurut Ivan Juhanda dari bagian Humas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) NTB, pelestarian lutung di Lombok menjadi penting karena pulau ini berada di daerah bioregional Wallacea. Berdasarkan sebaran geografisnya, Lombok menjadi batas paling timur penyebaran lutung sehingga pulau ini memberi kontribusi terhadap kelestarian primata tersebut.
Namun, menurut Ivan, populasinya cenderung berkurang meski ada larangan untuk melukai, menangkap, menyimpan, mengangkut, dan memperniagakannya. Ketentuan itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang KSDA dan Ekosistemnya. Pelanggar diancam lima tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Perbaikan habitat
Menjadikan lutung sebagai atraksi wisata, kata Ivan, sangat memungkinkan. Misalnya, wisatawan diajak mengamati berbagai perilaku lutung di alam bebas, mulai dari meloncat dari pohon ke pohon, memetik serta memakan buah dan daun, perilaku ketika mereka tidur, mencari kutu, bermain, dan bersosialisasi.
Lutung hidup berdampingan dengan primata lain, seperti kera abu-abu ekor panjang (Macaca fascicularis), di seputar kawasan hutan Rinjani. Apabila bertemu dengan kera abu-abu, lutung biasanya menghindar karena memiliki sifat pemalu. ”Jenis pakan dan perilaku lutung menjadi sumber pengetahuan yang tidak banyak diketahui. Hal ini sekaligus menjadi daya tarik bagi wisatawan,” ucap Ivan.
Demi pelestarian populasi lutung, BKSDA NTB memiliki Taman Wisata Alam (TWA) Kerandangan di Lombok Barat. TWA itu menjadi salah satu habitat alami lutung. Lingkungan TWA ditanami benih pohon angsana, bajur, kesambi, randu, gamal, dan kelanjuh. Petugas juga melakukan penyuluhan sekaligus mengajak masyarakat melakukan patroli di kawasan hutan.
Dari perbaikan habitat itu, populasi lutung cenderung bertambah, dari 179 ekor pada 2010 menjadi 206 ekor pada 2016. ”Tahun 2010 terpantau tiga kelompok lutung. Sekarang sudah menjadi 10 kelompok (kecil),” ujar Wahyu, petugas TWA Kerandangan.