Asap kebakaran lahan gambut di Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, semakin pekat dan terus menyebar. Hal ini membuat warga semakin terdampak dan sebagian telah mengalami infeksi saluran pernapasan akut.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS - Asap kebakaran lahan gambut di Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, semakin pekat dan terus menyebar. Hal ini membuat warga semakin terdampak dan sebagian telah mengalami infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA. Kebakaran di situs lahan basah dunia ini terus terjadi di tengah upaya pemadaman yang juga terus dilakukan.
Lebih dari dua pekan kebakaran lahan gambut di Kecamatan Lalolae, Kolaka Timur, terus terjadi. Api telah membakar lebih dari 230 hektar lahan yang terus menyebarkan asap pekat ke permukiman sekitar.
Kepala Puskesmas Mowewe Selvina Lakasa, menyebutkan, sedikitnya lima warga datang memeriksakan kondisi kesehatan karena keluhan sesak dan batuk parah. Pasien yang terdiri dari anak-anak hingga orang dewasa ini mengalami ISPA akibat asap yang terus memasuki rumah dan perkampungan.
Itu di luar yang kami datangi dan periksa dalam kegiatan peningkatan kewaspadaan asap kebakaran lahan pekan lalu.
“Beberapa hari terakhir sudah lima orang periksa, dari sesak, batuk, juga flu. Itu di luar yang kami datangi dan periksa dalam kegiatan peningkatan kewaspadaan asap kebakaran lahan pekan lalu,” tutur Selvina, saat dihubungi dari Kendari, Senin (9/9/2019).
Menurut Selvina, asap kebakaran lahan terus masuk ke permukiman warga sejak satu pekan terakhir. Asap datang saat malam hingga pagi. Oleh karena itu, pihaknya mengimbau kepada masyarakat untuk memakai masker dan pelindung pernapasan lainnya. Jika terasa sesak, ia mengharapkan warga segera memeriksakan kesehatan.
Budi (35), warga Kabupaten Kolaka yang saban hari beraktivitas di Kolaka Timur mengungkapkan, asap begitu pekat pada pagi dengan jarak pandang yang terbatas. Asap juga menyiksa karena membuat sesak pernapasan.
“Apalagi kalau di dalam ruangan, sudah susah bernapas. Di jalan juga asap banyak kalau pagi, jadi harus hati-hati kalau bawa kendaraan,” tutur karyawan swasta ini.
Selain mengganggu kesehatan dan pandangan di jalan, tambah Budi, aktivitas sehari-hari juga terganggu. Ia tidak betah berlama-lama di dalam ruangan ketika asap begitu pekat. Asap mulai berkurang saat tengah hari ketika angin terus berembus.
Kebakaran lahan di Kolaka Timur telah terjadi lebih dari dua pekan terakhir. Api membakar lahan gambut yang juga merupakan situs lahan basah dunia. Tim dari Manggala Agni Sulawesi Tenggara, TNI/Polri, BPBD, juga masyarakat telah berusaha memadamkan api di kawasan tersebut. Akan tetapi, karena berbagai kendala, api terus membakar lahan.
Kendalanya adalah jarak lahan yang terbakar dengan sumber air itu cukup jauh.
Kepala Operasi Manggala Agni Sulawesi Tenggara Yanuar Fanca Kusuma menuturkan, luas lahan yang terbakar telah lebih dari 230 hektar dengan vegetasi lahan gambut. Bersama sejumlah petugas gabungan, pihaknya berusaha memadamkan api, tapi terus saja terbakar.
“Kendalanya adalah jarak lahan yang terbakar dengan sumber air itu cukup jauh. Kalau (jumlah) personel sudah lumayan cukup,” ucap Fanca.
Selain sumber air, lanjut Fanca, cuaca panas dan berangin juga membuat proses pemadaman menjadi sulit di lapangan. Api yang membakar lahan gambut itu semakin sulit untuk dipadamkan.
Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur sebenarnya telah menetapkan status darurat siaga kebakaran hutan dan lahan sejak 30 Agustus lalu. Akan tetapi, penanganan di lapangan tidak berjalan dengan mulus.
Bupati Kolaka Timur Tony Herbiansyah beberapa waktu lalu menyampaikan, pihaknya telah berupaya membantu untuk memadamkan api. Pembuatan kantung-kantung air, juga mendatangkan alat berat, segera dilakukan. Hal itu untuk menahan laju api sekaligus mempercepat pemadaman.
Situs Ramsar
Lahan gambut di Kecamatan Lalolae itu merupakan bagian dari situs lahan basah dunia atau Situs Ramsar. Lokasi ini telah ditetapkan sebagai situs lahan basah dunia pada 2011.
Situs Ramsar merujuk pada Konvensi Ramsar, perjanjian internasional untuk konservasi dan pemanfaatan lahan basah secara berkelanjutan. Lokasi lahan gambut bernilai ekologi tinggi itu berbatasan dengan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, yang juga bagian dari Situs Ramsar.
Lokasi lahan gambut ini dulu dikenal berawa dengan air yang menggenang. Akan tetapi, sejak lokasi sekitar lahan gambut ini mulai dikelola, air mulai hilang. Sebagian masyarakat mengolah lahan untuk ditanami jagung.
Sebuah perusahaan kelapa sawit juga terlihat berdekatan dengan lokasi lahan gambut Situs Ramsar ini. Kebun sawit terbentang luas. Sejumlah kanal air juga telah terbangun mengelilingi kebun.
Fanca menambahkan, dengan terbakarnya lahan gambut ini, tentu memberikan dampak terhadap ekosistem di dalamnya. ”Kalau terbakar dan diolah bukan sesuai fungsinya, tentu akan memberi dampak ke depannya. Kita bisa lihat banyak contoh dengan berubahnya fungsi lahan. Untuk penyebab kebakarannya, tentu kecil kemungkinan karena faktor alam,” ucapnya.