Seekor hiu paus kembali terdampar di pesisir pantai selatan Jawa, tepatnya di Pantai Kajaran, Dusun Kajaran, Desa Bades, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Juli 2019, hiu paus juga terdampar di Lumajang.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
LUMAJANG, KOMPAS — Seekor hiu paus kembali terdampar di pesisir pantai selatan Jawa, tepatnya di Pantai Kajaran, Dusun Kajaran, Desa Bades, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Meski saat ditemukan mamalia tersebut diperkirakan masih hidup, saat ini kondisinya sudah tak lagi bernyawa.
Peristiwa terdamparnya hiu paus tersebut terjadi pada Senin (9/10/2019) pukul 18.00 WIB. Saat itu, warga Dusun Kajaran yang rumahnya di pesisir pantai melihat ada benda besar di tepi pantai. Setelah didekati, ternyata benda besar tersebut adalah seekor paus.
Saat ditemukan pertama kali, warga masih melihat gerak lemah pada ikan. Berikutnya, warga menghubungi kepala dusun dan Kepolisian Sektor Pasirian. Hiu paus tersebut berukuran panjang 6 meter dan lebar 1 meter.
”Saya sudah berkoordinasi dengan pihak Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam untuk mengevakuasi bangkai paus tersebut. Seperti perintah kapolres juga, saya akan mengamankan bangkai paus agar tidak diambil oleh masyarakat,” kata Kepala Kepolisian Sektor Pasirian Inspektur Satu Agus Sugiarto, Selasa (10/9/2019).
Ini kali kedua saya mendengar adanya paus terdampar di Lumajang. Kali ini ukuran lebih kecil daripada sebelumnya dan indikasi sementara, paus tersebut terseret gelombang air pasang sehingga terdampar di pesisir pantai, lalu mati akibat dehidrasi. Kami akan mengawasi bangkai agar tidak dieksploitasi oleh warga dan tetap utuh hingga instansi terkait datang untuk mengevakuasi.
Kepala Kepolisian Resor Lumajang Ajun Komisaris Besar Muhammad Arsal Sahban mengatakan bahwa ini adalah kedua kalinya paus terdampar di pesisir pantai Lumajang pada 2019. Sebelumnya, Juli 2019, hiu paus juga ditemukan terdampar mati di pantai di Desa Bades, Kecamatan Pasirian.
”Ini kali kedua saya mendengar adanya paus terdampar di Lumajang. Kali ini ukuran pausnya lebih kecil daripada sebelumnya dan indikasi sementara, paus tersebut terseret gelombang air pasang sehingga terdampar di pesisir pantai, lalu mati akibat dehidrasi. Kami akan mengawasi bangkai paus ini agar tidak dieksploitasi oleh warga dan tetap utuh hingga pihak instansi terkait datang guna mengevakuasi bangkai hiu paus itu,” kata Arsal, alumnus S-3 Universitas Padjajaran, Bandung.
Regina Rossa Beryllinda, anggota staf pelaksana Wilayah Kerja Jawa Timur, Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir Laut (BPSPL) Denpasar, mengatakan bahwa menjelang musim hujan seperti ini biasanya kawanan hiu paus tutul akan bermigrasi mencari tempat lebih hangat. Di tempat lebih hangat itu biasanya akan banyak terdapat plankton yang merupakan sumber makanan hiu paus.
”Bulan-bulan ini hingga Februari nanti, menjelang musim hujan, biasanya kawanan hiu paus akan bermigrasi secara rombongan. Mereka biasanya bergerak dalam kawanan berjumlah 20-30 hiu. Bisa jadi dari Australia menuju Filipina. Jalur migrasi mereka adalah NTB, Bali, Situbondo, Pasuruan, lalu melintasi Madura dan terus ke utara,” kata Regina.
Ditemukannya hiu paus di Lumajang, menurut Regina, bisa karena hiu paus tersebut mengalami disorientasi. ”Itu bisa disebabkan hiu paus tersebut disorientasi karena sakit sehingga terpisah dari rombongan, terganggu aktivitas manusia, atau orientasinya terganggu karena alam, seperti adanya gempa bumi tektonik,” katanya.