Tata niaga karet di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, dibenahi dengan pendampingan dan fasilitas penunjang untuk petani karet.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PULANG PISAU, KOMPAS – Tata niaga karet di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, dibenahi dengan pendampingan dan fasilitas penunjang untuk petani karet. Hal itu dilakukan di tengah lesunya harga karet.
Suradi (40), petani karet asal Kecamatan Pandih Batu, Pulang Pisau, mengungkapkan, setelah didampingi oleh pemerintah daerah dan USAID Lestari Kalimantan Tengah, harga karet di tingkat petani Rp 7.000-Rp 8.000 per kilogram. Sebelumnya, harga karet hanya Rp 4.500-Rp 5.000 kilogram.
“Kami diajari bagaimana menghasilkan getah karet yang bermutu tinggi. Dahulu kami gunakan tawas untuk membersihkan getah karet, sekarang ada jenis cuka yang jauh lebih baik,” ungkap Suradi, di sela-sela penandatanganan kesepakatan petani dengan PT Kahayan Berseri, Kamis (12/9/2019).
Lalu, ada juga yang menaruh kayu atau bahkan sepatu di dalam karet supaya lebih berat.
Suradi menjelaskan, selain membuat getah yang bermutu, mereka juga diajarkan cara menyadap karet yang benar. “Selama ini kalau menyadap, kan, dari kiri dari kanan, sembarangan saja. Ternyata harus dicari urat kulit pohonnya,” katanya.
Selain Suradi, ada Basuki (36) yang merupakan Ketua Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB) Kecamatan Maliku. Bokar adalah singkatan dari bahan olah karet rakyat. UPPB ini membawahi empat kelompok tani dengan total anggota 135 orang.
“Dulu kami merendam terlalu lama karet di dalam air, bisa di sungai atau kanal. Lalu, ada juga yang menaruh kayu atau bahkan sepatu di dalam karet supaya lebih berat,” ungkap Basuki.
Basuki menjelaskan, UPPB hadir untuk mengubah cara pengolahan karet petani. Meskipun demikian, butuh waktu lama untuk melakukan hal tersebut. “Awalnya, yang aktif hanya lima orang. Sekarang, dari 135 orang, yang aktif sudah 50 lebih orang. Ini sudah lumayan,” ungkap Basuki.
Pada Kamis siang, USAID Lestari memfasilitasi petani karet, pemerintah Kabupaten Pulang Pisau, dan PT Kahayan Berseri menandatangani nota kesepakatan untuk mengatur tata niaga karet. USAID Lestari adalah program manajemen hutan berkelanjutan bantuan pemerintah AS.
Terdapat 4 UPPB yang menandatangani kesepakatan tersebut. Dengan kesepakatan itu, karet yang dihasilkan petani kualitasnya dijamin dan dibeli langsung oleh perusahaan.
Kalau kualitasnya baik, harga pasti ikut tinggi, sehingga perusahaan untung, petani juga sejahtera.
Wakil Bupati Pulang Pisau Pudjirustaty Narang mengungkapkan, pihak perusahaan harus mau membeli karet dari petani. Tak hanya membeli, tetapi juga mendampingi agar petani bisa berdaya dan menghasilkan getah berkualitas.
“Kalau kualitasnya baik, harga pasti ikut tinggi, sehingga perusahaan untung, petani juga sejahtera,” ungkap Pudjirustaty.
Koordinator Landscape USAID Lestari Rosenda Chandra Kasih mengungkapkan, penandatanganan nota kesepakatan bersama bertujuan untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi para pihak dalam mendukung peningkatan ekonomi daerah lewat karet.
“Ini adalah bagian dari membangun tata niaga karet yang baik guna meningkatkan harga jual dan membuat pengelolaan bahan olah karet bersih yang sesuai dengan standar karet Indonesia (SIR),” kata Rosenda.
Rosenda menjelaskan, rata-rata produksi karet di Indonesia baru 1.000 kilogram per hektar, sedangkan di Malaysia dan Thailand rata-rata sudah mencapai 1.800 kilogram per hektar. Di Pulang Pisau, rata-rata baru setengah dari produktivitas nasional, yakni 500 kilogram per hektar.
“Ini masih bisa digenjot. Maka dari itu, nota kesepakatan ini bisa jadi model untuk daerah lainnya,” kata Rosenda.
Ketua Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (GAPKINDO) Kalimantan Selatan-Kalimantan Tengah Andreas Winata mengungkapkan, meskipun menandatangani kesepakatan dengan satu perusahaan, petani bebas menentukan menjual karetnya kepada siapa pun.
“Kalau ada perusahaan lain yang harganya lebih tinggi, kenapa tidak (dijual) ke sana, jangan terpaku. Intinya, petaninya dibimbing agar produksi karet bersih,” ungkap Andreas.
Andreas menjelaskan, persoalan harga yang terus melemah merupakan dampak dari kondisi ekonomi global. Sedangkan untuk kalangan petani, dengan membuat karet bersih sudah bisa mensejahterahkan dengan harga yang pantas hingga Rp 9.600 per kilogram.