Polisi menangkap tiga orang yang diduga sebagai penggerak unjuk rasa di pusat kota Serui, Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua, pada Senin (16/9/2019). Aksi ini diduga untuk mengacaukan keamanan di Serui.
Oleh
Fabio Costa
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Pihak kepolisian menghentikan unjuk rasa di pusat kota Serui, Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua, pada Senin (16/9/2019). Aksi ini diduga untuk mengacaukan keamanan di Serui. Polisi menangkap tiga orang yang diduga sebagai penggerak aksi tersebut.
Hal ini disampaikan Kepala Kepolisian Resor Kepulauan Yapen Ajun Komisaris Besar Penri Erison saat dihubungi dari Jayapura, Senin sore. Penri mengatakan, pihaknya menghentikan unjuk rasa yang diikuti sekitar 50 orang di Pasar Aroro Iroro, Serui, sekitar pukul 10.00 WIT.
Dari selebaran ini terindikasi aksi ini untuk menciptakan situasi tidak kondusif di Serui.
Massa menyampaikan aspirasinya terkait kasus persekusi serta ujaran bernada rasisme atas mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang, beberapa waktu lalu. Namun, dalam aksi itu, kata Penri, sejumlah pengunjuk rasa membagikan selebaran kepada warga yang berisi seruan agar warga berhenti beraktivitas.
”Dari selebaran ini, terindikasi aksi ini untuk menciptakan situasi tidak kondusif di Serui. Kami langsung menghentikan aksi mereka sekitar pukul 11.00 WIT,” kata Penri.
Tiga pengunjuk rasa yang diduga sebagai penggerak aksi tersebut telah ditahan di Markas Polres Kepulauan Yapen. Penri mengatakan, pemeriksaan terhadap ketiga orang itu hingga kini masih terus berlangsung untuk mendalami peran mereka.
”Pemeriksaan ini untuk mengetahui, apakah mereka terlihat dalam organisasi Komite Nasional Papua Barat atau United Liberation Movement for West Papua,” tutur Penri. Ia menambahkan, apabila ada keterlibatan dalam menggerakkan unjuk rasa, mereka dapat dijerat dengan Pasal 160 KUHP tentang penghasutan di muka umum.
”Saat ini situasi di Serui dan sekitarnya telah aman. Kami tetap bersiaga mengantisipasi pergerakan kedua organisasi ini yang hendak menciptakan unjuk rasa anarkistis,” kata Penri.
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Papua Lipiyus Biniluk mengatakan, pihaknya mendukung upaya pengamanan yang dilakukan TNI dan Polri agar tak ada lagi jatuh korban jiwa di Papua.
”Kami berharap seluruh pasukan yang kini berada di Papua segera dipulangkan kembali apabila situasi telah aman,” ujarnya. Diketahui sekitar 6.000 pasukan dari Polri diterjunkan pasca-kerusuhan di Kabupaten Deiyai pada 28 Agustus dan di Kota Jayapura pada 29 Agustus.
Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, dalam kunjungan ke Jayapura, pekan lalu, mengatakan, pihaknya telah mendapatkan data keterlibatan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dalam memicu aksi anarkistis dalam sejumlah unjuk rasa di Papua beberapa pekan terakhir.
”Kami sudah tahu kedua kelompok ini juga yang memengaruhi organisasi Aliansi Mahasiswa Papua untuk melakukan unjuk rasa di sejumlah daerah di Indonesia,” ungkap Tito.
Ia menegaskan, Polri akan melacak keberadaan para pengurus kedua organisasi gerakan referendum Papua tersebut. ”Saya sudah memerintahkan seluruh jajaran untuk mengejar anggota ULMWP dan KNPB. Perbuatan mereka telah merugikan masyarakat di Papua,” kata mantan Kapolda Papua ini.