Warga Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, diminta meningkatkan kewaspadaan setelah gempa berdaya Magnitudo 5 mengguncang daerah tersebut dua hari terakhir.
Oleh
YOLA SASTRA
·5 menit baca
PADANG, KOMPAS — Warga Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, diminta meningkatkan kewaspadaan setelah gempa bermagnitudo 5 mengguncang daerah tersebut dua hari terakhir. Peristiwa tersebut kemungkinan menjadi gempa pendahulu dari susulan gempa-gempa lain.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat, dalam dua hari terakhir, total ada tiga gempa berkekuatan M 5 atau lebih di lokasi berdekatan di Kepulauan Mentawai. Tua Pejat, ibu kota Kabupaten Kepulauan Mentawai, berjarak sekitar 152 kilometer dari Padang.
Pada Selasa (22/10/2019) pukul 06.49 dan pukul 07.03, terjadi dua gempa dengan kekuatan M 5,2 dan M 5,0. Lokasinya sekitar 49 kilometer (km) sebelah tenggara Tua Pejat dengan kedalaman masing-masing 18 km dan 22 km. Gempa bermagnitudo 3,6 juga terjadi pada Selasa pukul 15.24 di 51 km sebelah tenggara Tua Pejat pada kedalaman 22 km.
Pada Rabu (23/10/2019) pukul 05.11, gempa kembali mengguncang dengan kekuatan M 5,4 yang kemudian diperbarui menjadi M 5,2. Lokasinya sekitar 50 km sebelah tenggara Tua Pejat di kedalaman 20 km.
Praktisi kebencanaan sekaligus ahli geologi dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Ade Edward, Rabu, mengatakan, gempa dua hari berturut-turut di Kepulauan Mentawai dengan guncangan relatif kuat perlu menjadi perhatian. Gempa tersebut bisa saja merupakan gempa pendahulu bagi gempa yang lebih besar.
”Gempa awal di kawasan ini perlu dimonitor dan dianalisis segera dengan lebih teliti agar dapat diketahui apakah yang terjadi adalah gempa pendahulu bagi gempa yang lebih besar. Jika diketahui gempa itu pendahulu, tentu dapat dilakukan langkah antisipasi penyelamatan dini,” kata Ade yang juga Kepala Sekretariat Satuan Koordinasi Pelaksana Penanganan Bencana (Satkorlak PB) Sumbar dalam operasi tanggap darurat gempa Padang pada 30 September 2009.
Menurut Ade, di Kepulauan Mentawai, terdapat zona seismic gap Siberut- Sipora. Kawasan ini menyimpan energi gempa, tetapi masih jarang melepaskannya. Oleh sebab itu, gempa-gempa kecil di kawasan tersebut perlu diwaspadai perkembangannya karena sewaktu-waktu bisa saja melepas energi besar yang berpotensi memicu gempa besar.
Selain zona seismic gap Siberut, di Kepulauan Mentawai juga terdapat zona seismic gap Pagai. Meskipun zona itu pernah mengeluarkan energi yang memicu gempa M 7,2 dan tsunami pada 2010, kawasan tersebut masih menyimpan energi dan relatif masih jarang terjadi gempa.
Laporan gempa dari BMKG yang dihimpun Kompas, sebelum gempa dua hari terakhir, telah terjadi lima kali gempa kecil di sekitar Kepulauan Mentawai sejak 15 Mei 2019. Gempa tersebut berkekuatan M 3 hingga M 4,8.
Tidak ada korban
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Kepulauan Mentawai Amir Ahmari mengatakan, tidak ada laporan korban ataupun kerusakan bangunan akibat gempa yang mengguncang Kepulauan Mentawai dua hari terakhir. Namun, di Dusun Mapadegat, Tua Pejat, kabel listrik di salah satu rumah warga rusak.
Amir melanjutkan, sebagian besar warga di Kepulauan Mentawai merasakan gempa. Saat gempa, ada sejumlah warga mengungsi ke lokasi yang lebih tinggi ataupun ke rumah sanak saudara yang berada di zona aman. ”Kami selalu mengimbau warga untuk waspada dan selalu melakukan evakuasi mandiri,” kata Amir.
Sebagai antisipasi gempa lanjutan, Amir mengimbau warga menghindari bangunan yang retak atau rusak akibat gempa. Warga diimbau pula memeriksa dan memastikan bangunan tempat tinggal cukup tahan gempa ataupun tidak ada kerusakan yang membahayakan.
Dirasakan warga
Elza Desriki (26), warga Dusun Karang Anyar, Desa Sipora Jaya, Sipora Utara, Kepulauan Mentawai, Rabu, mengatakan, gempa terasa kuat 5-10 detik di sekitar rumahnya. Ia bersama warga sekitarnya langsung ke luar rumah. ”Guncangannya seperti ada mobil besar yang lewat, tetapi lebih kuat,” kata Riki saat dihubungi dari Padang, Sumbar.
Menurut Riki, gempa tidak sampai merusak bangunan dan menimbulkan korban. Warga di sekitar rumahnya juga beraktivitas seperti biasa. Ditambahkannya, kekuatan gempa pada Rabu pagi hampir sama dengan gempa pada Selasa pagi.
Gempa dirasakan pula oleh Hariyanto Suwito (54), warga Dusun Seai Baru, Desa Sikakap, Sikakap, Kepulauan Mentawai. Hari beserta keluarga dan warga sekitar yang tinggal di sekitar pesisir juga keluar rumah saat gempa, tetapi tidak sampai mengungsi ke tempat tinggi. Menurut Hari, terakhir kali ia merasakan gempa relatif kuat ini pada pertengahan 2018.
”Saat gempa kami keluar rumah, menunggu apakah ada gempa susulan atau tidak. Karena tidak ada, kami kembali ke dalam rumah, beraktivitas seperti biasa,” kata Hari.
Dia menambahkan, keluarganya dan warga sekitar sudah terbiasa menyikapi gempa. Mereka sudah punya pengalaman pada gempa 2007 dan 2010. Warga beberapa kali juga telah mengikuti simulasi gempa dan tsunami.
Gempa dangkal
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono menjelaskan, dengan memperhatikan lokasi epicenter dan kedalaman hiposenternya, gempa pada Rabu pagi di Kepulauan Mentawai merupakan gempa bumi dangkal. Gempa bumi dipicu aktivitas subduksi lempeng Indo-Australia yang menghunjam ke bawah lempeng Eurasia tepat di zona megathrust.
”Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa bumi memiliki mekanisme pergerakan naik (thrust fault),” kata Rahmad dalam keterangan tertulisnya. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempa bumi itu tidak berpotensi tsunami.
Berdasarkan catatan BMKG, guncangan gempa bumi ini dirasakan di daerah Tua Pejat sebesar IV MMI (pada siang hari dirasakan oleh orang banyak dalam rumah). Di Painan, Padang, Pariaman, guncangannya sebesar III MMI (getaran dirasakan nyata dalam rumah; terasa getaran seakan-akan truk melintas).
Sementara di Padang Panjang, Sawahlunto, Payakumbuh, Bukittinggi, dan Solok guncangan gempa sebesar II MMI (getaran dirasakan beberapa orang, benda-benda ringan yang digantung bergoyang).