Bendungan Wonogiri atau lebih dikenal dengan nama Waduk Gajah Mungkur, di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, saat ini mengalami kondisi terkeringnya dalam 10 tahun terakhir.
Oleh
ERWIN EDHI PRASETYA
·2 menit baca
SOLO, KOMPAS - Bendungan Wonogiri atau lebih dikenal dengan nama Waduk Gajah Mungkur, di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, saat ini mengalami kondisi terkeringnya. Akibatnya, pelepasan air untuk irigasi pertanian direncanakan baru bisa dilakukan pada awal Januari 2020. Hal ini karena rendahnya elevasi air waduk.
“Saat ini, elevasi waduk pada level 125,81 meter (di atas permukaan laut) di mana terdapat deviasi sebesar -1,19 meter terhadap elevasi Low Water Level 127,00 meter. Hal ini mengindikasikan bahwa saat ini merupakan kondisi terkering selama 10 tahun terakhir,” kata Setyo Permono, Kepala Subdivisi Jasa Air dan Sumber Air III wilayah Wonogiri dan Solo Perum Jasa Tirta I, di Solo, Jawa Tengah, Jumat (1/11/2019).
Mempertimbangkan kondisi ini, harapan kami ke depan para pemanfaat air waduk dapat menyikapi dengan bijak.
Mempertimbangkan kondisi tersebut, Perum Jasa Tirta I selaku pengelola bendungan tersebut saat ini belum melakukan pelepasan air untuk irigasi pertanian. Air hanya dialirkan ke Sungai Bengawan Solo dari Bendungan Wonogiri sebesar 3 meter kubik per detik. Debit aliran tersebut masih sesuai dengan ketentuan minimal 2 meter kubik per detik ketika lepas dari Bendung Colo setelah dialirkan dari Waduk Gajah Mungkur.
“Sesuai hasil sidang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air, irigasi akan mulai dialiri pada awal Januari 2020. Mempertimbangkan kondisi ini, harapan kami ke depan para pemanfaat air waduk dapat menyikapi dengan bijak. Hal ini mengingat Waduk Wonogiri tidak hanya dipakai untuk memenuhi kebutuhan kita saat ini saja, tetapi juga kebutuhan pemakai air ke depan,” kata Setyo.
Sementara itu, di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, para petani menggunakan pompa air untuk mengairi sawah mereka. Suranto (60), petani di Desa Trosemi, Kecamatan Gatak, mengaku, telah tiga kali menggunakan pompa untuk menyedot air dari sumur bor guna mengairi sawahnya.
Hal itu dilakukan untuk mencukupi kebutuhan air tanaman padi yang sudah hampir memasuki masa panen. “Sawah di sini itu dapat air irigasi dari sumber mata air dari Klaten. Karena kemaraunya panjang, airnya tidak cukup sehingga ini harus memompa dari sumur bor,” katanya.
Petani lainya, Sarinah (70), warga Desa Jati, Kecamatan Gatak, mengatakan, sudah sebanyak sepuluh kali memompa untuk mengairi sawah yang ditanami padi. Ini karena pasokan air dari sistem irigasi tidak mencukupi sehingga harus digilir pemakaiannya.
“Sebenarnya, irigasi masih mengalir, tetapi kan airnya harus dibagi-bagi, digilir penggunaannya. Jadi, sawah masih kurang air sehingga saya tambah pakai pompa,” katanya.