Pembentukan Provinsi Kapuas Raya Terus Diperjuangkan
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat masih memperjuangkan terbentuknya Provinsi Kapuas Raya. Wilayah Kalimantan Barat dinilai sangat luas, tetapi memiliki anggaran terbatas.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat masih memperjuangkan terbentuknya Provinsi Kapuas Raya. Pemekaran provinsi baru itu dinilai sudah menjadi kebutuhan penting. Wilayah Kalimantan Barat dinilai sangat luas, tetapi memiliki anggaran terbatas.
Daerah yang rencananya bakal dimekarkan berada di timur Kalbar, yakni Kabupaten Sanggau, Sekadau, Melawi, Sintang, dan Kapuas Hulu. Pemekaran semakin penting mengingat kabupaten-kabupaten itu berbatasan dengan Malaysia.
Gubernur Kalbar Sutarmidji dalam seminar regional bertema ”Perencanaan Pemekaran Kapuas Raya dengan Semangat dan Cita-cita untuk Meningkatkan Perekonomian Daerah”, Sabtu (2/11/2019), mengatakan, persiapan pembentukan provinsi baru terus dilakukan. Bahkan, untuk kantor pemerintahannya pun disiapkan.
”Tahun depan dimulai pembangunan kantor gubernur di calon ibu kota Provinsi Kapuas Raya di Kabupaten Sintang. Anggaran yang disiapkan Pemprov Kalbar sekitar Rp 10 miliar. Namun, namanya belum kantor gubernur sementara ini, tetapi perkantoran pemerintahan,” kata Sutarmidji.
Sutarmidji berharap, para bupati satu suara. Sutarmidji juga akan berkomunikasi dengan DPRD Kalbar. Selain itu, dia juga akan menghadap Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah. Apalagi, provinsi perbatasan menjadi proritas dalam pemekaran.
Jika disetujui, Kapuas Raya akan menjadi provinsi persiapan selama tiga tahun. Provinsi persiapan itu operasionalnya ditanggung provinsi induk. Persiapan Kapuas Raya ini sebetulnya sudah lebih dahulu dilakukan di Kalbar daripada Kalimantan Utara. Bahkan, kajiannya sudah lama dilakukan berbagai pihak, termasuk dari Universitas Tanjungpura Pontianak.
”Pemekaran ini untuk mengejar ketertinggalan. Panjang perbatasan 966 kilometer. Kualitas infrastruktur Kalbar urutan ke-31. Tahun lalu, masih di urutan ke-33, hanya lebih baik dari Papua. Indeks pembangunan manusia Kalbar urutan ke-29. Sementara APBD Kalbar hanya sekitar Rp 5 triliun,” ujarnya.
Kabupaten-kabupaten yang akan masuk Kapuas Raya juga potensinya memadai, ada perkebunan sawit dan potensi pertambangan. Di Melawi, ada tambang uranium dan di Sanggau ada tambang bauksit.
Pelaksana Tugas Asisten 1 Sekretaris Daerah Kabupaten Sintang Kurniawan mengatakan, ide awal pembentukan Provinsi Kapuas Raya muncul sejak 2001. Dari beberapa seminar, muncul Deklarasi Sintang yang berisi keinginan kepala daerah di timur Kalbar untuk membentuk provinsi baru.
Pada 2007, usulan itu disampaikan Koordinator Pemekaran Kapuas Raya Milton Crosby yang pada saat itu menjabat Bupati Sintang. ”Namun, setelah itu, terutama ketika terjadi pergantian kepemimpinan, kepala daerah menganggap itu bukan hal prioritas. Hal itu juga disusul munculnya moratorium pemekaran pada 2010. Karena mandek, maka mengambil langkah melalui inisiatif DPR,” ujarnya.
DPR sempat berkunjung ke Sintang. Kementerian Dalam Negeri pun mendukung pemekaran. Universitas Tanjungpura juga mengkaji pemekaran. Dari kajian itu, Kalbar bahkan bisa dimekarkan menjadi dua provinsi lagi, selain Kapuas Raya, juga di daerah Ketapang.
Rencana pemekaran kala itu vakum karena tidak ada dukungan dari pemerintah dan bertepatan ada moratorium pembentukan daerah otonomi baru. Kini, pemekaran itu kembali diperjuangkan.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Tanjungpura Pontianak yang juga salah satu tim penyusun penataan daerah Kalbar 2012-2025, Eddy Suratman, mengatakan, kendali pemerintah tidak mudah dilakukan karena luas wilayah Kalbar 146.807 km persegi.
”Wilayah luas, dengan anggaran yang tidak memadai, sulit membangun konektivitas wilayah,” kata Eddy.
Wilayah luas dengan anggaran yang tidak memadai, sulit membangun konektivitas wilayah. (Eddy Suratman)
Buktinya, rasio panjang jalan berbanding luas wilayah Kalbar 0,094 km per km persegi di bawah rata-rata nasional 0,18 km per km persegi. Artinya, banyak wilayah yang konektivitasnya belum bagus atau bahkan belum ada jalan. Ini membuktikan sulitnya membuka keterisolasian. Hal itu berdampak pada sulitnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari sisi ekonomi dan sosial.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, persentase penduduk miskin di Kalbar September 2018 sebesar 7,37 persen dan pada Maret 2019 sebesar 7,49 persen. Persentase kemiskinan periode tersebut tertinggi se-Kalimantan.
Untuk di wilayah timur Kalbar sebetulnya siap dimekarkan karena sudah ada lima kabupaten. ”Mungkin dua hingga tiga tahun pertama akan sulit karena berbagi anggaran dengan Provinsi Kalbar, tetapi tahun berikutnya provinsi baru akan ada anggaran sendiri sehingga ruang untuk akselerasi pembangunan akan lebih besar,” ujar Eddy.