Pemerintah Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah mendorong pembentukan desa-desa tangguh bencana. Ini sebagai upaya membangun kesiapsiagaan sekaligus juga memperkuat kemandirian masyarakat desa dalam menghadapi ancaman bencana
Oleh
ERWIN EDHI PRASETYA
·2 menit baca
WONOGIRI, KOMPAS - Pemerintah Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, mendorong pembentukan desa-desa tangguh bencana. Ini sebagai upaya membangun kesiapsiagaan sekaligus memperkuat kemandirian masyarakat desa dalam menghadapi ancaman bencana.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Wonogiri Bambang Haryanto mengatakan, dari 294 desa di Kabupaten Wonogiri, sudah ada 80 desa tangguh bencana (Destana), yang menyebar di setiap kecamatan. Pembentukan Desa Tangguh Bencana ini akan terus dilanjutkan di seluruh desa.
“Sebagian besar wilayah Wonogiri ini termasuk rawan terjadi bencana alam, sehingga pembentukan desa-desa tangguh bencana ini terus dilakukan,” katanya di Wonogiri, Kamis (28/11/2019). Bencana alam yang dimaksud di antaranya angin kencang ataupun puting beliung, banjir, dan tanah longsor.
Bambang mengatakan, pembentukan Destana bertujuan mengurangi kerentanan dan sekaligus meningkatkan kapasitas masyarakat untuk mengurangi risiko bencana. Ini juga sebagai salah satu upaya membangun kesiapsiagaan warga menghadapi ancaman bencana yang sewaktu-waktu bisa terjadi. “Pembentukan desa tangguh bencana ini menggunakan anggaran dana desa yang dimiliki setiap desa,” katanya.
Sebagian besar wilayah Wonogiri ini termasuk rawan terjadi bencana alam sehingga pembentukan desa-desa tangguh bencana ini terus dilakukan
Menurut Bambang, dalam pembentukan Destana, BPBD Wonogiri mendampingi dan melatih hal-hal tentang manajemen dasar kebencanaan, pembuatan peta, dan penyusunan rencana kontijensi menghadapi bencana. Selain itu warga juga membentuk forum pengurangan risiko bencana serta membentuk relawan tanggap bencana.
Dengan pembentukan Destana, masyarakat diharapkan sudah tahu apa yang harus dilakukan saat terjadi bencana. “Desa satu dengan lainnya juga disiapkan agar saling membantu saat terjadi bencana alam,” katanya.
Menghadapi potensi bencana pada musim hujan di Wonogiri, Bambang mengatakan, sebanyak 20 alat peringatan dini (Early Warning System) bencana tanah longsor serta 2 alat peringatan dini banjir telah dipasang.
Sebanyak 20 alat peringatan dini tanah longsor di pasang di desa-desa rawan longsor yang tersebar di sejumlah kecamatan, antara lain Purwantoro, Slogohimo, Kismantoro, dan Kecamatan Wonogiri. “Dua alat peringatan dini banjir sudah dipasang di Nguntoronadi dan Wonogiri,” katanya.
Bambang menambahkan, BPBD Wonogiri juga telah membuat alat sederhana untuk peringatan bencana puting beliung. Alat itu dibuat dengan mengadopsi mainan kincir angin yang mengeluarkan bunyi-bunyian saat tertiup angin. “Alat ini sebagai percontohan, warga yang ingin membuat sendiri bisa mencontohnya,” katanya.
Sebelumnya, Kepala BPBD Jawa Tengah Sudaryanto mengimbau warga meningkatkan kewaspadaan pada musim pancaroba karena saat selalu diiringi bencana angin kencang. Selain itu, juga harus mewaspadai ancaman bencana hidrologi selama musim hujan. “Hujan diperkirakan mulai akhir November, Desember itu masuk musim hujan, dan puncaknya pada Januari-Februari,” katanya di Sragen, Jawa Tengah.