Perjalanan Kereta Meningkat, Waspadai Kecelakaan di Pelintasan Sebidang
Perjalanan kereta api di Daerah Operasi III Cirebon meningkat dari 168 perjalanan menjadi 192 perjalanan terhitung sejak 1 Desember 2019. Masyarakat diminta meningkatkan kewaspadaan saat melalui pelintasan sebidang.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Perjalanan kereta api di Daerah Operasi III Cirebon meningkat dari 168 perjalanan menjadi 192 perjalanan terhitung sejak 1 Desember 2019. Masyarakat diminta meningkatkan kewaspadaan saat melalui pelintasan sebidang yang telah menelan puluhan nyawa setiap tahun.
Penambahan jumlah perjalanan KA itu berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 1781 Tahun 2019 tentang Penetapan Grafik Perjalanan KA Tahun 2019 PT Kereta Api Indonesia (KAI). Dalam keputusan itu, 19 jadwal keberangkatan dari Stasiun Cirebon dan Stasiun Prujakan mengalami perubahan.
Jadwal KA Taksaka dari Stasiun Cirebon ke Stasiun Gambir, misalnya, berganti dari pukul 00.45 jadi 01.44. Sementara jadwal KA Tegal Ekspres dari Stasiun Prujakan tujuan Pasar Senen berubah dari pukul 15.15 menjadi 16.02. Jadwal kereta yang berhenti juga berubah.
Relasi perjalanan KA juga bertambah. KA Kaligung yang sebelumnya relasi Semarang Poncol-Brebes kini menjadi relasi Semarang Poncol-Cirebon Prujakan. Adapun KA Argo Cheribon yang sebelumnya melayani rute Tegal-Cirebon-Gambir kini menjadi Pemalang-Cirebon-Gambir.
Manajer Humas PT KAI Daop III Cirebon Luqman Arif, Jumat (29/1/2019), mengatakan, peningkatan jumlah perjalanan KA tersebut dapat berisiko pada terjadinya kecelakaan di pelintasan sebidang yang merupakan perpotongan antara jalur kereta dan jalan. Sejak Januari-pertengahan September 2019, sebanyak 47 kecelakaan terjadi di pelintasan sebidang dan menyebabkan 45 nyawa melayang.
Artinya, rata-rata lima orang meninggal di pelintasan sebidang setiap bulan.
Artinya, rata-rata lima orang meninggal di pelintasan sebidang setiap bulan. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan tahun lalu, yakni 37 kecelakaan dengan 40 korban meninggal.
Kasus teranyar, sebuah mobil terlibat tabrakan dengan KA Sawunggalih relasi Kutoarjo-Pasar Senin di KM 210+7 antara Stasiun Cangkring-Stasiun Bangodua, termasuk Desa Danamulya, Kecamatan Plumbon, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Kamis (28/11/2019) pukul 11.36. Beruntung, lima orang di dalam mobil yang terhenti di rel segera menyelamatkan diri sebelum dihantam kereta.
Tidak ada korban jiwa dalam kejadian itu. Namun, sebagian mobil putih itu ringsek dan kacanya pecah. Akibat kejadian tersebut, perjalanan KA Sawunggalih terganggu selama 15 menit. Daerah tersebut termasuk rawan kecelakaan karena tidak ada penjaga pelintasan.
Pihaknya mencatat, 71 pelintasan sebidang yang dijaga, 92 pelintasan tanpa penjagaan, dan 11 pelintasan liar dari Brebes-Tanjungrasa hingga Cirebon Prujakan–Songgom. Adapun pelintasan tidak sebidang berupa jalan layang atau terowongan tercatat sebanyak 25 pelintasan.
”Dalam undang-undang (Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian), kewenangan penutupan pelintasan sebidang ada di pemerintah. Namun, KAI juga aktif memberikan sosialisasi ke pengguna jalan serta menutup cikal bakal pelintasan yang lebarnya 2 meter atau kurang,” kata Luqman.
Untuk itu, katanya, peran aktif pemerintah daerah di masyarakat dibutuhkan dalam menekan angka kecelakaan di pelintasan sebidang. Apalagi, kecepatan KA di lintas Cirebon-Brebes bakal bertambah dari 100 kilometer per jam menjadi 105 Km per jam. Begitupun dengan lintas Cirebon Prujakan-Prupuk, dari 95 km per jam menjadi 100 km per jam.
Mohammad Rofi’idin, Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat Desa Danamulya, berharap pelintasan sebidang tidak ditutup, tetapi diberi palang dan dijaga oleh petugas. ”Pelintasan sebidang ini jalan pintas bagi warga dari daerah Buyut dan Celancang menuju Cangkring dan Plumbon. Kalau ditutup, nanti warga harus memutar jauh berkilo-kilometer,” katanya.